Bab45"Bi, biarkan itu menjadi urusan saya," tegas Elea lagi dan berjalan memasuki rumah. Bi Ijah hanya terdiam, melihat Elea memasuki rumah. Bi Ijah bingung harus bagaimana, sehingga lebih memilih diam.Sedangkan di ruang makan, Delima, Arya dan Delia sedang menyantap makan malam.Sedangkan Andre sudah 2 hari ini di tugaskan keluar kota."Dimana mereka, Bi?" tanya Elea, sembari memasukkan kopernya ke kamar tamu."Di ruang makan, El.""Oke." "El.""Ya."Elea menoleh ke arah Bi Ijah dan menutup kamar tamu yang akan di tempatinya sementara.Tentu saja sementara, karena Elea berencana akan meminta dibuat kan kamar pribadi yang besar dan luas."Benar kamu menikah dengan tuan Arya? Maaf kalau Bi Ijah lancang."Elea hanya tersenyum dan berlalu tanpa menjawab apapun.Elea berjalan menuju ruang makan, dan terdengar suara bercengkrama ketiganya yang nampak asik."Apa maksudnya Mas Arya ini? Di depanku seolah dia tidak menginginkan Delima, tapi di belakangku, mereka nampak begitu harmonis," g
Bab46"Dan, lihat ini." Elea menyodorkan ponselnya.Air wajah Arya berubah, ketika melihat video itu."Terimakasih," seru Elea, sembari mengambil ponselnya dengan sedikit kasar."El, ini salah paham!" kata Arya."Salah paham bagaimana? Rupanya dugaanku itu tidak pernah salah. Kamu hanya menikahiku karena kasihan, karena aku sebatang kara. Tega ya kamu, Mas, aku nggak nyangka.""Kamu salah, El.""Salah bagaimana? Itu suara kamu, dan itu juga kamu! Semua jelas terdengar, Mas." El berkata dengan tubuh bergetar."Entah apa yang sedang Tuhan persiapkan untukku, mengapa rasanya sesakit ini. Kupikir perhatian dan ucapan kamu selama ini, adalah sebuah ketulusan. Nyatanya? Tidak lebih hanya dari rasa kasihan." Serak suara El berkata, kini dirinya mulai dikuasai perasaan sakit hati dan emosi."Maaf," lirih Arya, berusaha memegang tangan Elea. Namun wanita itu menepisnya."Jangan sentuh aku, Mas. Aku kecewa sama kamu," ungkap Elea, dengan satu tetesan air mata, yang kini meluncur bebas di pipiny
Bab47"Kenapa di matikan?" bentak Arya yang merasa sangat kesal, juga pusing dengan keadaannya.Disisi lain, ada rasa bersalah pada Delima, tapi disisi lainnya juga, Arya sudah terlanjur sangat mencintai Elea. Pikirannya kini sebenarnya sangat pusing, ingin menciptakan hal yang adil bagi keduanya, tapi melihat keadaan seperti ini, Arya menjadi bingung."Mereka ingin membunuhku," lirih Elea. Arya menatap dingin wajah Delima, yang nampak kaku."Kenapa dimatikan?" bentak Arya lagi, membuat Delima sedikit syok."Ayah, mengapa harus seemosi ini. Memangnya apa yang terjadi?" tanya Delima masih berusaha tenang."Telepon dia lagi," pinta Arya."Mas, sudah cukup!" seru Elea tak senang, melihat sikap Arya yang seakan mengintimidasi Delima."Tapi Delia keterlaluan! Biar Mas usir saja dia," ungkap Arya."Ayah, kamu ini kenapa? Jangan berat sebelah seperti ini, main usir- usir menantu seenaknya. Heh, Elea. Dasar pembawa sial dan petaka kamu di rumah kami."Delima murka, dia bahkan menatap Elea d
Bab48Semua menoleh ke arah pintu. Tak lama, pintu terbuka, dan sosok Delia berada di depan pintu dengan wajah sedikit pucat."Bu," sapa Delia dengan perasaan khawatir.Sedangkan Delima hanya terdiam, menatap DeliaDelia tidak berani menatap Arya maupun Elea."Apa maksudmu, Delia? Mengapa kamu merekam pembicaraan saya dan Ibu Delima, kemudian mengirimkan rekaman itu ke Elea! Maksud kamu ini apa?" tanya Arya yang sudah tidak sabar."Agar Elea sadar dan tahu diri, bahwa Ayah hanya kasihan sama dia." Dengan berani tiba-tiba Delia menjawab pertanyaan Arya.Wajah perempuan itu yang semula menunduk, kini menatap tegap ke arah Arya."Apakah Ayah tidak memikirkan perasaan Ibu Delima? Apakah Elea begitu penting dan hebat bagi Ayah, sehingga bisa bersikap seperti ini kepada kami. Kalau Ayah berlebihan seperti ini, kami tidak akan baik sedikitpun pada Elea.""Siapa kamu di rumah ini, sehingga lancang dan berani mengatakan hal itu kepada saya? Kamu hanya numpang di rumah ini," tegas Arya menatap
Bab49Perasaan Delima sedang kacau, apalagi saat melewati kamar tamu, yang tidak kedap suara. Terdengar suara gelak tawa di dalamnya.Hati Delima terasa sakit, mengapa usai memarahi dia dan Delia, Arya dan Elea malah seakan berbahagia di dalam sana.Tidakkah Arya memikirkan perasaan Delima? Mengapa kini takdir begitu tidak adil padanya.Delima berjalan menuju kolam renang dan duduk di tepiannya. Memandangi air kolam yang tenang itu, seakan membuat Delima mengerti."Begitulah sifat Elea selama ini, diam, tenang dan membuat tenggelam." Delima bergumam seorang diri.Bagaimana dia harus bersikap? Melihat tadi bagaimana Arya begitu membela Elea, membuat Delima bingung harus bertindak seperti apa."Apakah ini karma?" Kembali Delima bergumam seorang diri. Tapi Delima sadar, dia tidak diceraikan, itu berarti dia masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki.Susah payah Delima mendapatkan Arya, hingga mengorbankan segalanya, dia tidak rela, jika Elea menjadi pemenangnya.Melihat kolam renang,
Bab50Elea dan Arya terkejut. Dengan cepat, Arya melompat dari kasur dan berlari menuju keluar kamar."Ada apa?" tanya Arya berteriak, sembari berlari menuju ke dapur."Ya Allah nyonya, Tuan." Bi Ijah syok, melihat Delima berlumuran darah, dengan wajah memucat karena nekat melukai tangannya. "Delima, astaga, kamu nekat sekali." Arya langsung menggendong Delima yang sudah memucat."Ayah, kumohon jangan begini, kembalilah seperti dulu!" lirih Delima. "Sudah jangan banyak bicara! Kita ke rumah sakit, bertahanlah," seru Arya dengan cepat menggendong tubuh Delima."Bi Ijah, cepat ikut," seru Arya. "Baik, Tuan." Elea hanya terdiam di depan kamar tamu tanpa suara, melihat semua kericuhan yang Delima ciptakan."Nekat dan berani juga dia. Baiklah Delima, mari kita kuatkan posisi masing- masing. Aku tidak akan mundur kali ini, cukup sekali kamu hancurkan hidupku, kali ini kita gantian," gumam Elea sembari tersenyum menyeringai.Kepergian mobil Arya membuat rumah menjadi hening. "Semoga saj
Bab51Sosok Arya berdiri di depan pintu yang terbuka lebar, dengan dua bungkus bubur ayam di tangannya."Sudah sadar?" tanya Arya sembari mendekati kedua wanita itu.Delima memalingkan wajahnya.Arya meletakkan bubur ayam di atas nakas, kemudian meminta Bi Ijah meninggalkan keduanya di dalam.Bi Ijah pun paham, dan berpamitan untuk keluar."Delima," panggil Arya. Tetapi wanita itu enggan menoleh ke arahnya."Aku tadi beliin bubur ayam kesukaan kamu di luar, makan ya, aku suapin," kata Arya dengan lembut."Aku tidak lapar," sahut Delima dingin. "Delima, jangan begini lagi, ini adalah tindakan yang paling bodoh," seru Arya lagi. Delima enggan menanggapi. Perasaannya kini sakit, sangat sakit. Dalam sekejab, kebahagiaannya lenyap.Entah bagaimana Elea yang dulunya dia benci, dia hancurkan, kini berbalik menghancurkannya. Ada perasaan menyesal di hati Delima. Tapi ibarat kata pepatah, nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi. Hukum tabur tuai itu kini Delima alami, bahkan di perank
Bab52Ada perasaan bersalah di hati Bi Ijah, ketika melihat sarapan Elea yang belum sama sekali wanita itu sentuh. Andai saja Bi Ijah tidak membawanya untuk berdebat, mungkin Elea akan sarapan dengan tenang. Tapi, Elea malah memilih pergi begitu saja._______"Apa, diusir?" "Iya, Mas. Kapan kamu pulang, aku nggak enak lama- lama nginap di rumah Ibuku," keluh Delia."Ya sudah, sore Mas akan pulang. Kamu sabar dulu," pinta Andre.Andre mau pun Delia, tidak tahu apa- apa tentang Delima yang kini di rawat di rumah sakit.Kepala Andre mendadak sakit, mendengar cerita Delia. Lelaki itu pun bersiap untuk pulang hari ini, perasaannya semakin tidak nyaman mengingat Elea dan Ibunya yang tidak akan akur, jika dibiarkan 1 rumah.Apalagi sampai membuat istrinya terusir, tentu saja Andre semakin pusing meski hanya mendengarnya.Sedangkan di dalam kamar, perasaan Elea menjadi kalut. Apakah dia benar- benar salah dalam langkah? Apakah yang di lakukannya ini sudah benar? Elea benar- benar tidak tah