Bab50Elea dan Arya terkejut. Dengan cepat, Arya melompat dari kasur dan berlari menuju keluar kamar."Ada apa?" tanya Arya berteriak, sembari berlari menuju ke dapur."Ya Allah nyonya, Tuan." Bi Ijah syok, melihat Delima berlumuran darah, dengan wajah memucat karena nekat melukai tangannya. "Delima, astaga, kamu nekat sekali." Arya langsung menggendong Delima yang sudah memucat."Ayah, kumohon jangan begini, kembalilah seperti dulu!" lirih Delima. "Sudah jangan banyak bicara! Kita ke rumah sakit, bertahanlah," seru Arya dengan cepat menggendong tubuh Delima."Bi Ijah, cepat ikut," seru Arya. "Baik, Tuan." Elea hanya terdiam di depan kamar tamu tanpa suara, melihat semua kericuhan yang Delima ciptakan."Nekat dan berani juga dia. Baiklah Delima, mari kita kuatkan posisi masing- masing. Aku tidak akan mundur kali ini, cukup sekali kamu hancurkan hidupku, kali ini kita gantian," gumam Elea sembari tersenyum menyeringai.Kepergian mobil Arya membuat rumah menjadi hening. "Semoga saj
Bab51Sosok Arya berdiri di depan pintu yang terbuka lebar, dengan dua bungkus bubur ayam di tangannya."Sudah sadar?" tanya Arya sembari mendekati kedua wanita itu.Delima memalingkan wajahnya.Arya meletakkan bubur ayam di atas nakas, kemudian meminta Bi Ijah meninggalkan keduanya di dalam.Bi Ijah pun paham, dan berpamitan untuk keluar."Delima," panggil Arya. Tetapi wanita itu enggan menoleh ke arahnya."Aku tadi beliin bubur ayam kesukaan kamu di luar, makan ya, aku suapin," kata Arya dengan lembut."Aku tidak lapar," sahut Delima dingin. "Delima, jangan begini lagi, ini adalah tindakan yang paling bodoh," seru Arya lagi. Delima enggan menanggapi. Perasaannya kini sakit, sangat sakit. Dalam sekejab, kebahagiaannya lenyap.Entah bagaimana Elea yang dulunya dia benci, dia hancurkan, kini berbalik menghancurkannya. Ada perasaan menyesal di hati Delima. Tapi ibarat kata pepatah, nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi. Hukum tabur tuai itu kini Delima alami, bahkan di perank
Bab52Ada perasaan bersalah di hati Bi Ijah, ketika melihat sarapan Elea yang belum sama sekali wanita itu sentuh. Andai saja Bi Ijah tidak membawanya untuk berdebat, mungkin Elea akan sarapan dengan tenang. Tapi, Elea malah memilih pergi begitu saja._______"Apa, diusir?" "Iya, Mas. Kapan kamu pulang, aku nggak enak lama- lama nginap di rumah Ibuku," keluh Delia."Ya sudah, sore Mas akan pulang. Kamu sabar dulu," pinta Andre.Andre mau pun Delia, tidak tahu apa- apa tentang Delima yang kini di rawat di rumah sakit.Kepala Andre mendadak sakit, mendengar cerita Delia. Lelaki itu pun bersiap untuk pulang hari ini, perasaannya semakin tidak nyaman mengingat Elea dan Ibunya yang tidak akan akur, jika dibiarkan 1 rumah.Apalagi sampai membuat istrinya terusir, tentu saja Andre semakin pusing meski hanya mendengarnya.Sedangkan di dalam kamar, perasaan Elea menjadi kalut. Apakah dia benar- benar salah dalam langkah? Apakah yang di lakukannya ini sudah benar? Elea benar- benar tidak tah
Bab53"Bisakah fokus padaku? Aku rindu dan aku sangat membutuhkan kamu, Ayah." Suara serak Delima, membuat Arya luluh dan tidak tega.Bagaimana pun juga, Delima juga istrinya, yang berhak mendapatkan perhatiannya."Iya. Kamu janji ya, jangan lakukan ini lagi," pinta Arya dengan lembut."Iya, Ayah. Ibu khilaf, maaf." Suara lembut Delima terdengar tidak biasa di telinga Arya.Ah, mungkin ini efek dari sedang sakit, pikir Arya."Demi rumah tangga kita, aku akan berusaha merubah semua hal dari diriku, yang memang tidak kamu sukai. Biar bagaimana pun juga, aku tidak akan melepaskan kamu begitu saja, Arya." Delima bergumam dalam hati."Ayah, Ibu pengen tidur di peluk, boleh kan." "Malu di liat Perawat sama Dokter.""Please ...." Melihat wajah memelas Delima, Arya pun tidak tega dan akhirnya menuruti begitu saja.Delima tersenyum, ketika Arya merebahkan diri di sebelahnya. Delima memeluk suaminya itu dengan penuh kasih sayang dan kerinduan.Arya mengecup kening Delima, dan membelai pelan
Bab54Delima memandangi wajah Arya yang terlelap tidur di sampingnya. Bulir bening meluncur bebas dari pelupuk matanya, kala mengingat pengkhianatan Arya.Sulit, sangat sulit bagi Delima menerima kenyataan pahit ini. Ini luka tidak main- main sakitnya, karena teramat sakit, Delima nyaris mati."Ayah, aku mencintaimu, kumohon kembalilah," lirih Delima sembari memandangi wajah tampan suaminya."Aku menyesal, aku memang bersalah. Tapi mengapa, mengapa harus seperti ini balasannya? Ini terlalu sakit, aku benar- benar tidak sanggup rasanya," gumamnya terisak.Sesak sekali rasanya dada Delima, menjalani semua kenyataan pahit dalam hidupnya.Kemudian bunyi panggilan telepon dari ponsel Arya terdengar. Lelaki itu pun sedikit tersentak dari tidurnya.Delima bergegas menyeka air matanya, dan Arya pun melihat dengan jelas yang di lakukan Delima."Kamu nangis?" tanya Arya, kemudian duduk dan meraih ponselnya yang terletak di atas nakas.Belum sempat Delima menjawab, Arya langsung menjawab panggil
Bab55"Tanyakan pada Ibumu! Apakah dia mau bercerai dari saya!" tegas Arya, kemudian berlalu pergi meninggalkan ruang rawat Delima begitu saja.Delima masih tetap diam. Telinganya mendengar jelas, hatinya bagaikan di cincang habis, sakit teramat sakit, hingga membuatnya tidak lagi mampu bersuara.5 tahun lebih kini pernikahannya dengan Arya. Bahkan bulan depan, peringatan hari pernikahannya, dan pengkhianatan Arya, merupakan kado menyakitkan untuknya.Selama ini, Arya selalu baik dan memperlakukannya layaknya pasangan, meskipun di awal pernikahan mereka terkesan terlalu di paksakan Delima. Namun Arya tidak pernah menunjukkan keberatan.Arya memperlakukan Delima dengan baik dan selalu bersikap manis. Tapi semenjak kehadiran Elea di hidup mereka, semua seakan menjalani puing- puing kehancuran."Lihat Ibu kamu, Mas. Kasihan dia, semua ini gara- gara wanita busuk itu. Kalau aku jadi kamu, dari pada Ibuku yang mati, lebih baik wanita itu." Ucapan Delia membuat Andre naik pitam."Kamu mau a
Bab56Arya nampak menghela napas."Kenapa, keberatan?" tanya Elea lagi.Arya menatap Elea."Apakah kamu tidak tulus denganku?" tanya Arya balik, tanpa menjawab pertanyaan Elea."Apaan sih! Belikan atau tidak? Ingat ya, Mas. Aku ini istri kamu. Aku berhak atas rumah ini. Apalagi aku istri sah, Delima tidak ada kekuatan apapun."Arya kecewa mendengar ucapan Elea, seakan menunjukkan, bahwa Elea hanya ingin hartanya saja."Delima menemani aku dari 0. Jika tidak ada dia, belum tentu aku bisa seperti sekarang ini."Arya berkata pelan."Jika kamu membahas tentang hak. Maka, Delima adalah orang yang paling berhak atas semua yang aku miliki. Karena apa? Karena dia adalah orang yang berjasa dalam hidupku."Elea terdiam, mendengar ucapan Arya."Lebih baik kita selesai saja! Sepertinya kamu hanya ingin hartaku saja. Elea, kuceraikan kamu!!" teriak Arya keras, membuat Elea syok.Dada wanita itu berdebar kuat, mendengar ucapan Arya."Mas ...." Elea terkejut hingga langsung duduk dari tempatnya yang
Bab57"Terimakasih, sayang," lirih Delima, ketika Arya meletakkan dirinya di atas kasur mereka.Arya tersenyum. "Cepat sembuh!" ucap Arya, sembari mengusap lembut rambut Delima."Mau kemana?" tanya Delima, ketika melihat Arya ingin berbalik badan."Aku mau ke ruang kerja! Sudah 2 hari aku tidak masuk kantor." "Kan ada Andre yang handle.""Aku cuma mau cek sebentar, kamu rebahan saja dulu, kalau butuh apa- apa, kan bisa panggil Bi Ijah.""Aku cuma butuh kamu, Ayah." Delima menatap Arya dengan sorot mata memohon."Aku sudah 3 hari full bersama kamu. Kamu tidak lupa kan? Kalau aku juga punya istri lain. Dia juga pasti butuh aku.""Ayah! Aku sedang sakit, aku lebih butuh kamu, tolong mengerti," tegas Delima.Arya menghela napas, kemudian duduk di sisi ranjang dan menatap Delima."Kamu mau aku bagaimana? Apakah kamu tidak sanggup hidup begini? Jika tidak, aku juga nggak akan paksa kamu.""Maksud kamu?" Dada Delima mendadak semakin sesak, mendengar ucapan Arya."Apakah kamu mau bercerai?"