Bab47"Kenapa di matikan?" bentak Arya yang merasa sangat kesal, juga pusing dengan keadaannya.Disisi lain, ada rasa bersalah pada Delima, tapi disisi lainnya juga, Arya sudah terlanjur sangat mencintai Elea. Pikirannya kini sebenarnya sangat pusing, ingin menciptakan hal yang adil bagi keduanya, tapi melihat keadaan seperti ini, Arya menjadi bingung."Mereka ingin membunuhku," lirih Elea. Arya menatap dingin wajah Delima, yang nampak kaku."Kenapa dimatikan?" bentak Arya lagi, membuat Delima sedikit syok."Ayah, mengapa harus seemosi ini. Memangnya apa yang terjadi?" tanya Delima masih berusaha tenang."Telepon dia lagi," pinta Arya."Mas, sudah cukup!" seru Elea tak senang, melihat sikap Arya yang seakan mengintimidasi Delima."Tapi Delia keterlaluan! Biar Mas usir saja dia," ungkap Arya."Ayah, kamu ini kenapa? Jangan berat sebelah seperti ini, main usir- usir menantu seenaknya. Heh, Elea. Dasar pembawa sial dan petaka kamu di rumah kami."Delima murka, dia bahkan menatap Elea d
Bab48Semua menoleh ke arah pintu. Tak lama, pintu terbuka, dan sosok Delia berada di depan pintu dengan wajah sedikit pucat."Bu," sapa Delia dengan perasaan khawatir.Sedangkan Delima hanya terdiam, menatap DeliaDelia tidak berani menatap Arya maupun Elea."Apa maksudmu, Delia? Mengapa kamu merekam pembicaraan saya dan Ibu Delima, kemudian mengirimkan rekaman itu ke Elea! Maksud kamu ini apa?" tanya Arya yang sudah tidak sabar."Agar Elea sadar dan tahu diri, bahwa Ayah hanya kasihan sama dia." Dengan berani tiba-tiba Delia menjawab pertanyaan Arya.Wajah perempuan itu yang semula menunduk, kini menatap tegap ke arah Arya."Apakah Ayah tidak memikirkan perasaan Ibu Delima? Apakah Elea begitu penting dan hebat bagi Ayah, sehingga bisa bersikap seperti ini kepada kami. Kalau Ayah berlebihan seperti ini, kami tidak akan baik sedikitpun pada Elea.""Siapa kamu di rumah ini, sehingga lancang dan berani mengatakan hal itu kepada saya? Kamu hanya numpang di rumah ini," tegas Arya menatap
Bab49Perasaan Delima sedang kacau, apalagi saat melewati kamar tamu, yang tidak kedap suara. Terdengar suara gelak tawa di dalamnya.Hati Delima terasa sakit, mengapa usai memarahi dia dan Delia, Arya dan Elea malah seakan berbahagia di dalam sana.Tidakkah Arya memikirkan perasaan Delima? Mengapa kini takdir begitu tidak adil padanya.Delima berjalan menuju kolam renang dan duduk di tepiannya. Memandangi air kolam yang tenang itu, seakan membuat Delima mengerti."Begitulah sifat Elea selama ini, diam, tenang dan membuat tenggelam." Delima bergumam seorang diri.Bagaimana dia harus bersikap? Melihat tadi bagaimana Arya begitu membela Elea, membuat Delima bingung harus bertindak seperti apa."Apakah ini karma?" Kembali Delima bergumam seorang diri. Tapi Delima sadar, dia tidak diceraikan, itu berarti dia masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki.Susah payah Delima mendapatkan Arya, hingga mengorbankan segalanya, dia tidak rela, jika Elea menjadi pemenangnya.Melihat kolam renang,
Bab50Elea dan Arya terkejut. Dengan cepat, Arya melompat dari kasur dan berlari menuju keluar kamar."Ada apa?" tanya Arya berteriak, sembari berlari menuju ke dapur."Ya Allah nyonya, Tuan." Bi Ijah syok, melihat Delima berlumuran darah, dengan wajah memucat karena nekat melukai tangannya. "Delima, astaga, kamu nekat sekali." Arya langsung menggendong Delima yang sudah memucat."Ayah, kumohon jangan begini, kembalilah seperti dulu!" lirih Delima. "Sudah jangan banyak bicara! Kita ke rumah sakit, bertahanlah," seru Arya dengan cepat menggendong tubuh Delima."Bi Ijah, cepat ikut," seru Arya. "Baik, Tuan." Elea hanya terdiam di depan kamar tamu tanpa suara, melihat semua kericuhan yang Delima ciptakan."Nekat dan berani juga dia. Baiklah Delima, mari kita kuatkan posisi masing- masing. Aku tidak akan mundur kali ini, cukup sekali kamu hancurkan hidupku, kali ini kita gantian," gumam Elea sembari tersenyum menyeringai.Kepergian mobil Arya membuat rumah menjadi hening. "Semoga saj
Bab51Sosok Arya berdiri di depan pintu yang terbuka lebar, dengan dua bungkus bubur ayam di tangannya."Sudah sadar?" tanya Arya sembari mendekati kedua wanita itu.Delima memalingkan wajahnya.Arya meletakkan bubur ayam di atas nakas, kemudian meminta Bi Ijah meninggalkan keduanya di dalam.Bi Ijah pun paham, dan berpamitan untuk keluar."Delima," panggil Arya. Tetapi wanita itu enggan menoleh ke arahnya."Aku tadi beliin bubur ayam kesukaan kamu di luar, makan ya, aku suapin," kata Arya dengan lembut."Aku tidak lapar," sahut Delima dingin. "Delima, jangan begini lagi, ini adalah tindakan yang paling bodoh," seru Arya lagi. Delima enggan menanggapi. Perasaannya kini sakit, sangat sakit. Dalam sekejab, kebahagiaannya lenyap.Entah bagaimana Elea yang dulunya dia benci, dia hancurkan, kini berbalik menghancurkannya. Ada perasaan menyesal di hati Delima. Tapi ibarat kata pepatah, nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi. Hukum tabur tuai itu kini Delima alami, bahkan di perank
Bab52Ada perasaan bersalah di hati Bi Ijah, ketika melihat sarapan Elea yang belum sama sekali wanita itu sentuh. Andai saja Bi Ijah tidak membawanya untuk berdebat, mungkin Elea akan sarapan dengan tenang. Tapi, Elea malah memilih pergi begitu saja._______"Apa, diusir?" "Iya, Mas. Kapan kamu pulang, aku nggak enak lama- lama nginap di rumah Ibuku," keluh Delia."Ya sudah, sore Mas akan pulang. Kamu sabar dulu," pinta Andre.Andre mau pun Delia, tidak tahu apa- apa tentang Delima yang kini di rawat di rumah sakit.Kepala Andre mendadak sakit, mendengar cerita Delia. Lelaki itu pun bersiap untuk pulang hari ini, perasaannya semakin tidak nyaman mengingat Elea dan Ibunya yang tidak akan akur, jika dibiarkan 1 rumah.Apalagi sampai membuat istrinya terusir, tentu saja Andre semakin pusing meski hanya mendengarnya.Sedangkan di dalam kamar, perasaan Elea menjadi kalut. Apakah dia benar- benar salah dalam langkah? Apakah yang di lakukannya ini sudah benar? Elea benar- benar tidak tah
Bab53"Bisakah fokus padaku? Aku rindu dan aku sangat membutuhkan kamu, Ayah." Suara serak Delima, membuat Arya luluh dan tidak tega.Bagaimana pun juga, Delima juga istrinya, yang berhak mendapatkan perhatiannya."Iya. Kamu janji ya, jangan lakukan ini lagi," pinta Arya dengan lembut."Iya, Ayah. Ibu khilaf, maaf." Suara lembut Delima terdengar tidak biasa di telinga Arya.Ah, mungkin ini efek dari sedang sakit, pikir Arya."Demi rumah tangga kita, aku akan berusaha merubah semua hal dari diriku, yang memang tidak kamu sukai. Biar bagaimana pun juga, aku tidak akan melepaskan kamu begitu saja, Arya." Delima bergumam dalam hati."Ayah, Ibu pengen tidur di peluk, boleh kan." "Malu di liat Perawat sama Dokter.""Please ...." Melihat wajah memelas Delima, Arya pun tidak tega dan akhirnya menuruti begitu saja.Delima tersenyum, ketika Arya merebahkan diri di sebelahnya. Delima memeluk suaminya itu dengan penuh kasih sayang dan kerinduan.Arya mengecup kening Delima, dan membelai pelan
Bab54Delima memandangi wajah Arya yang terlelap tidur di sampingnya. Bulir bening meluncur bebas dari pelupuk matanya, kala mengingat pengkhianatan Arya.Sulit, sangat sulit bagi Delima menerima kenyataan pahit ini. Ini luka tidak main- main sakitnya, karena teramat sakit, Delima nyaris mati."Ayah, aku mencintaimu, kumohon kembalilah," lirih Delima sembari memandangi wajah tampan suaminya."Aku menyesal, aku memang bersalah. Tapi mengapa, mengapa harus seperti ini balasannya? Ini terlalu sakit, aku benar- benar tidak sanggup rasanya," gumamnya terisak.Sesak sekali rasanya dada Delima, menjalani semua kenyataan pahit dalam hidupnya.Kemudian bunyi panggilan telepon dari ponsel Arya terdengar. Lelaki itu pun sedikit tersentak dari tidurnya.Delima bergegas menyeka air matanya, dan Arya pun melihat dengan jelas yang di lakukan Delima."Kamu nangis?" tanya Arya, kemudian duduk dan meraih ponselnya yang terletak di atas nakas.Belum sempat Delima menjawab, Arya langsung menjawab panggil