Bab28"El, biar aku aja yang antar kamu," kata Erina. Aku mengangguk."Kakak urus saja wanita itu, bikin mood hilang saja," cerocos Erina nampak kesal.Kulirik wajah Ibu, matanya berkaca- kaca, nampak sekali dia menahan air matanya sekuat tenaga. "Bagaimana rasanya, Bu? Enak kan? Enak dong!" gumamku dalam hati dan tersenyum kecil ke arahnya. Senyum yang penuh dengan ejekkan.Ayah tidak bersuara sama sekali, dia pergi begitu saja meninggalkan ruangan resepsi.Kami pun pulang, tanpa menyapa Ibu Delima sama sekali. Sedangkan kedua orang tua Delia, hanya menatap sinis pada kami saat itu. Nggak peduli juga sih aku.Di kontrakkan, Erina dan Ibu Helena tidak mampir, hanya mengantarku saja.Tidak lama kemudian, rupanya Ayah datang dan mengetuk pintu sedikit keras.Aku membuka daun pintu, setelah memastikan, yang datang itu memang Ayah."Ayah," seruku tersenyum. Namun wajahnya nampak tidak bersahabat dan langsung masuk begitu saja."Tutup pintunya," titahnya dengan dingin. Aku merasa heran de
Bab29"Pulanglah, Ibu Delima pasti sedang mencari Ayah," kataku dengan dingin."Saya mencintai kamu, El." Aku terhenyak, mendengar ucapannya yang tiba- tiba."Saya sayang sama kamu, cinta sama kamu, sungguh," tekannya dengan wajah serius.Aku menyeka air mataku. "Ayah lebih baik pulang ke tempat acara, El tidak ingin membuat masalah apapun pada Ibu Delima," kataku."El, apakah kamu menolak perasaan saya? Katakan sama saya, El. Kalau kamu, tidak suka sama saya," katanya sedikit maksa."Ayah please! Ini nggak lucu. Ayah datang marah- marah, berkata kasar, dan kini? Oh, ini aneh sekali.""Saya serius! Saya tidak pernah main- main dengan perasaan.""Ini gila. Ayah ingat, Ayah itu suami orang.""Saya ingat dan saya sangat sadar. Tapi kamu juga harus tau, saya tidak main- main. Saya mencintai kamu, El."Aku menggeleng. "Percuma cinta, faktanya Ayah adalah suami orang," sahutku kesal. Perasaanku menjadi tidak karuan lagi oleh pengakuan Ayah."Katakan kamu tidak menyukai saya, katakan dengan
Bab30Aku membuka daun pintu dengan cepat. Sosok Ayah berdiri tepat di depanku, dengan buket bunga mawar merah yang sangat indah."Astaga, mengapa Ayah tiba- tiba jadi sangat tampan begini?" gumamku dalam hati. Aku terpesona, seakan tersihir dengan senyuman tipis yang terlihat cool dan akh, susah aku jelaskan."El," serunya, membuatku sedikit terkejut."Ah, iya." Aku tersenyum kaku, mendadak canggung dan sedikit gemetar.Kedua lelaki di belakangnya tiba- tiba mengibarkan sebuah poster besar yang bertuliskan."Menikahlah denganku ELEANOR."Aku tercengang, melihat semua itu. Kedua lelaki itu tersenyum, melihatku yang kebingungan.Kemudian, Ayah menyerahkan bucket bunga mawar itu kepadaku."El, saya tidak pernah main- main dalam hal perasaan, dan saya harap, kamu pun begitu," pintanya dengan lembut.Aku menyambut bucket mawar itu sembari tersenyum."Menikah, apakah ini serius juga?" tanyaku memastikan."Tentu saja." Ayah kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam jasnya. Kotak kecil berwar
Bab31"Seminggu setelah kejadian itu, Delima datang ke rumah orang tua saya, dan mengatakan bahwa saya membunuh suaminya. Delima menceritakan semuanya dengan detail. Dia juga memperlihatkan foto proses pemakaman suaminya dan bukti cctv, bahwa saya lah orang yang mendorong suaminya jatuh ke kolam renang."Ayah menundukkan wajah dan terus mengusapnya. "Semua hancur seketika. Apalagi, Delima mengancam akan memenjarakan saya, Ayah saya langsung syok dan terkena serangan jantung. Ibu histeris, dan mengusir saya dari rumah."Aku sekarang paham, hal inilah yang rupanya membuat Ayah tidak berani menemui Ibunya."Paman, sekaligus pengacara keluarga kami membantu saya untuk berbicara dengan Delima secara kekeluargaan. Hingga akhirnya menemui kata kesepakatan. Saya harus menikahi Delima, untuk menggantikan sang suami sebagai tulang punggung keluarganya.""Apakah ini tidak terasa aneh? Dari mana Ibu Delima tahu alamat rumah orang tua Ayah? Dan mengapa harus menikahinya, padahal kan cukup memberi
Bab32"Apakah kamu meragukan saya?" Ayah bertanya balik padaku."Tentu saja," jawabku cepat tanpa ragu. Ayah mengernyit, ekspresi wajahnya menuntut jawaban jelas."Saya lelaki matang yang tidak suka bermain perasaan.""Tapi bermain hati." Aku menimpali. "Ayah ingin menjadikan aku istri kedua? Wanita simpanan Ayah kan?"Lelaki itu terdiam. "Jika memang itu yang Ayah mau, maaf aku tidak bisa. Karena apa? Posisiku lemah, kapanpun Ayah bisa menyingkirkanku dari kehidupan Ayah, seperti Mas Andre yang membuangku begitu saja.""Saya tidak sejahat itu.""Aku tidak semudah itu untuk percaya," tegasku juga. "Kita akan menikah secara sah, di mata hukum dan agama.""Oh, dengan meminta izin Ibu Delima? Ayah yakin?" "Bukan, kita tidak perlu meminta izinya. Karena saya dan Delima, hingga detik ini, hanya menikah siri.""Apa?" Aku terkejut mendengar penuturan Ayah."5 tahun pernikahan, hanya nikah siri? Sungguh penuh kejutan, Ayah."Lelaki itu mengusap rambutnya sembari menunduk."Faktanya meman
Bab333 mobil di belakang mobil Erina. Aku mematung dengan heran, kemudian gadis cantik itu keluar dengan tersenyum sumringah.Aku masih bingung dan hanya tersenyum kecil menyambut kedatangannya."Kak Elea, terimakasih ...." Begitulah ucapannya, yang membuat aku semakin bingung.Aku masih kaku, bahkan tanpa kusadari, kini Ibu Helena juga tiba- tiba memelukku. Mereka ini kenapa sih? "Sayang, terimakasih sudah mau menerima anak Ibu."Hah? Jadi, rupanya Ayah serius dan sudah memberitahu keluarganya."El ...." Terdengar suara berat menyebut namaku. Ibu Helena melepaskan pelukannya sembari tersenyum manis.Aku melihat ke arah suara yang menyebut namaku tadi.Lelaki itu sangat tampan sekali hari ini, bukan hanya tampan, rapi dan mempesona. Di tambah dengan tuxedo putih, membalut tubuhnya, juga celana putih menutupi kaki panjangnya. Astaga Ayah, mengapa lelaki matang sepertimu masih sangat tampan begini? "El," serunya lagi, membuyarkan lamunanku."Ah iya."Semua tersenyum, ketika mataku m
Bab34 "Wah, ini ya, Bu? Cantik sekali." Aku kagum, melihat baju pengantin yang akan aku kenakan. "Iya sayang, kamu suka nggak?" tanya Ibu Helena sembari memeluk lenganku. "Suka sekali, Bu. Ya Allah, terimakasih, Bu." Ibu Helena tersenyum. "Ayo cobain, Nak." Aku pun mulai mencoba baju pengantin itu dengan binar bahagia. Di bantu pegawai Butik, aku mengenakan baju pengantin berwarna putih indah dan mewah itu. Kain sutra charmeuse, membuat gaun pengantin ini sangat nyaman, mewah dan elegan. Ah, aku sangat suka sekali. "Ayo kita keluar, biar nyonya Zubair melihat hasilnya dengan sempurna, Anda cantik sekali, Nona." Aku tersenyum, ketika pegawai perempuan itu memujiku. "Terimakasih, Mbak." Pegawai cantik itu tersenyum dan menuntunku keluar dari ruang ganti. "Ya ampun ...." Erina membekap mulutnya dengan mata membesar, ketika melihatku. Apaan coba. "Cantik banget kamu, sayang." Ibu Helena mendekat sembari tersenyum bahagia melihatku. "Ah Ibu, terimakasih," sahutku tak kalah se
Bab35Di dalam kamar, aku merasa canggung, dengan perasaan sedikit gelisah, menunggu Ayah selesai mandi.Aku merebahkan diri, dengan perasaan sungguh deg- deg'an. Ya Allah, kok gini banget rasanya, ya. Aku merasa seperti pertama kali menikah, perasaan yang sungguh sulit kuartikan.Apalagi saat terdengar pintu kamar mandi terbuka, perasaanku semakin tidak karuan.Aroma sabun menguar di indera penciumanku.Kututup mata, kucoba menetralkan perasaan gugup yang sangat berlebihan sekali rasanya."El," panggilnya sembari duduk, mendekat ke arahku berbaring. Aku menoleh, sosok tampan itu semakin membuatku salah tingkah.Wajahnya bersih, rambutnya masih terlihat basah dan aroma maskulin tubuhnya, seakan menghipnotisku."Capek?" tanyanya, ketika tatapan mata kami bertemu."I--iya ...." Dengan gugup aku menjawab. Ayah tersenyum manis padaku."Kamu gugup?" tanya Ayah lagi, sembari memegangi tanganku yang sedikit bergetar."El nervous, Ayah."Lelaki itu terkekeh. "Kok sama," sahutnya. Aku pun ikut