Bab35Di dalam kamar, aku merasa canggung, dengan perasaan sedikit gelisah, menunggu Ayah selesai mandi.Aku merebahkan diri, dengan perasaan sungguh deg- deg'an. Ya Allah, kok gini banget rasanya, ya. Aku merasa seperti pertama kali menikah, perasaan yang sungguh sulit kuartikan.Apalagi saat terdengar pintu kamar mandi terbuka, perasaanku semakin tidak karuan.Aroma sabun menguar di indera penciumanku.Kututup mata, kucoba menetralkan perasaan gugup yang sangat berlebihan sekali rasanya."El," panggilnya sembari duduk, mendekat ke arahku berbaring. Aku menoleh, sosok tampan itu semakin membuatku salah tingkah.Wajahnya bersih, rambutnya masih terlihat basah dan aroma maskulin tubuhnya, seakan menghipnotisku."Capek?" tanyanya, ketika tatapan mata kami bertemu."I--iya ...." Dengan gugup aku menjawab. Ayah tersenyum manis padaku."Kamu gugup?" tanya Ayah lagi, sembari memegangi tanganku yang sedikit bergetar."El nervous, Ayah."Lelaki itu terkekeh. "Kok sama," sahutnya. Aku pun ikut
Bab36"Hahaha, ada- ada saja," kata mas Arya sembari menggeleng."Ibu, astaga ...." Aku melemah, pilu memandangi isi koper."Masa aku pake ini doang sih," gumamku dalam hati, memandangi beberapa lembar lingeri berbagai warna dan gaya. Aku melirik mas Arya yang masih tertawa terbahak, karena tingkah Ibunya yang memasukkan semua ke koperku pakaian seperti ini."Mas, masa aku pake ini doang?" protesku. "Ya mau bagaimana lagi, kan adanya cuma itu," sahutnya terkekeh."Ih, apaan sih, Mas." Wajahku masam."Sudah ah, ayo sini, istirahat dulu ...." Mas Arya menepuk kasur di sampingnya, memintaku untuk beristirahat."El pengen mandi dulu, Mas. Rasanya gerah ini, masa langsung ke tempat tidur aja.""Yasudah, ayo mandi bareng," ajaknya, membuatku langsung merasa malu."Ayo ...." "Mandi duluan aja sih, Mas ....""Yaudah, mas mandi duluan," katanya. Aku tidak menyahut, masih delema dengan pakaian di depanku. Hingga 10 menit berlalu, mas Arya telah selesai dengan ritual mandinya."Mas, El giman
Bab37Erina kembali menghubungi kami. Aku pun langsung menjawab panggilan telepon itu, dengan perasaan sedikit deg-deg'an."Assalamuallaikum, Kak.""Walaikumsallam, Er. Gimana- gimana, ayo cerita," pintaku sedikit tak sabar."Hahaha, sabar dong, pengantin baru ciee ....""Er, serius. Itu kapan sih, dia datang ngapain?""Ya begitulah, nangis- nangis kehilangan suaminya," kata Erina terkekeh."Erina, serius atuh!" kataku lagi gemas."Hehe, iya deh iya. Jadi gini, dia datang pagi tadi nangis- nangis gitu di depan pagar. Ibu awalnya nggak mau tuh bukain, tapi nggak enak sama tetangga, akhirnya pagar dibuka dan Tante Delima di persilahkan masuk.""Terus ....""Ya, malang sekali nasibnya, mata angkuhnya itu melihat foto pernikahan kalian, yang Ibu pasang di ruang tamu. Foto itu lumayan besar dan, tante Delima syok melihatnya, hahahaha .....""Serius, baru 5 hari pernikahan, Ibu dah pasang foto pernikahan kami? Masya Allah ...." timpal mas Arya, yang juga mendengar jelas dengan cerita Erina.
Bab38Begitu banyak rupanya panggilan masuk yang tidak terjawab di ponsel Arya dari Delima.Di dalam taksi, berkali- kali Arya menghela napas berat. Hatinya sedikit gelisah, mengingat pesan terakhir Delima yang penuh dengan ancaman. Meninggalkan Elea begitu saja di depan rumah Ibunya. Ada perasaan sesal di hati Arya, tapi dia juga harus segera menemui Delima.Di depan rumahnya yang cukup mewah, taksi berhenti. Arya membayar ongkos dan segera keluar dari taksi tersebut.Satpam menyapanya dan membukakan pagar."Nyonya barusan keluar," seru Satpam memberitahu. Langkah Arya terhenti, ketika mendengar ucapan Satpam."Kemana katanya?" Satpam menggeleng. "Saya tidak tahu, Tuan. Tadi Nyonya keluar bersama tuan Andre dan istri barunya."Apa maksud Delima ini, Arya sudah buru- buru pulang ke rumah, dia malah keluar. Arya merasa sedikit kesal dan berlalu masuk ke dalam rumah saja.Di dalam rumah, Arya di sambut Bi Ijah."Tuan," sapa Bi Ijah tersenyum. Arya membalas tersenyum kecil."Tuan, apa
Bab39Setelah berkenalan dengan Asisten rumah tangga Ibu Helena, yang baru datang dari kampung, aku pun masuk ke dalam rumah.Di dalam rumah, Ibu Helena menyambut kedatanganku dengan senyuman."Bagaimana kabarnya, Ibu rindu banget sama kamu," ungkapnya sembari memelukku.Allah, alhamdulilah, kini aku bisa merasakan cinta seorang Ibu, selain almarhumah Ibu panti."Alhamdulilah baik, Bu." Ibu Helena mengurai pelukan dan membawaku ke meja makan, setelah meminta Bi Siti membawakan koperku ke kamar."Suami kamu langsung pergi ya, El?""Iya, Bu. Buru- buru tadi," jawabku apa adanya."Biarlah, mungkin wanita itu sedang melayangkan ancaman lagi.""Dari semua cerita mas Arya, Ibu Delima itu memang suka mengancam ya, Bu?" tanyaku memastikan."Ya begitulah, dia gila. Kemarin saja di sini nangis- nangis begitu. Ibu sampe pusing dibuatnya.""Wajar sih, Bu." Aku menunduk. "Wanita mana yang tidak patah hati, mengetahui suaminya menikah lagi.""Alah biarin, dia sendiri dzolim begitu sama orang. Sudah
Bab40"Ayah, lagian apa yang Ayah harapkan dari wanita sisa ini? Dia bahkan mandul, Yah," kata Ibu Delima, sembari menatap remeh ke arahku."Mas, kenapa Ibu Delima selalu mengejekku," lirihku sengaja. Haha, biar makin panas."El sudahlah, jangan kamu dengarkan dia. Kamu sudah makan?" tanya mas Arya padaku, bahkan kedua tangannya dia tangkupkan di wajahku. Ah, so sweetnya suamiku ini."Ayah ...." Ibu Delima berteriak. "Ceraikan dia, kumohon," pinta Ibu Delima, dan berniat menarik mas Arya yang sedang memelukku."Pulang sekarang!" bentak mas Arya sembari menepis kasar tangan Ibu Delima."Ayah jangan kasar," seru mas Andre, tak terima Ibunya diperlakukan begitu."Kenapa protes? Bukankah kamu biasa melakukan hal itu pada Elea," jawab mas Arya dengan tatapan dingin."Elea itu dulunya istriku, tanggung jawabku, wajar aku mendidik dia seperti itu, karena Elea ini sedikit bodoh," hina mas Andre sambil menatap marah padaku."Nah, begitu juga dengan Ibumu! Paham kan?" tekan Ayah menatap tajam
Bab41"Bu," sapa Andre, ketika melihat Ibunya duduk di taman mini, yang tidak jauh dari teras rumah mewah mereka.Delima tidak menyahut, wanita itu terus memandangi pintu gerbang rumahnya, berharap Arya sang suami tercinta akan pulang. Sudah cukup lama dirinya di tinggal, ada perasaan rindu yang menyelimuti hatinya."Bu, ayo sarapan, jangan seperti ini, Andre mohon," pinta Andre dengan lembut, dan ikut duduk di samping Delima."Dia masih belum pulang juga, sudah seminggu, kapan Ayahmu akan pulang," lirih Delima. Andre bisa merasakan sakit hati Ibunya itu, tapi dia pun tidak bisa berbuat banyak saat ini."Bu, jangan terlalu mikirin Ayah, dia tega nyakitin perasaan Ibu. Dengan menyiksa diri seperti ini, apakah dia akan perduli? Nyatanya laki- laki itu lebih memilih tinggal bersama wanitanya," desah Andre, ada semburan kemarahan di wajahnya.Marah bercampur cemburu. Nyaris setiap malam, dirinya gelisah memikirkan Elea, yang kini resmi menjadi istri kedua Ayah sambungnya."Entah dimana ka
Bab42"Bu," panggil Delia, mendekati mertuanya itu. Dengan wajah lesu, mata sembab, Delima menoleh ke arah Delia."Bu, kita shopping, yuk. Mana tau dengan begitu, perasaan Ibu bisa sedikit tenang," usul Delia dengan tersenyum, kemudian duduk disisi kiri Delima."Ibu nggak kepengen, Del. Ibu hanya ingin Ayah, selama kami menikah, kami tidak pernah seperti ini." Wajah Delima tertunduk, kesedihan begitu dalam dia rasakan."Huh, rasanya kesal sekali jika mengingat wajah angkuh wanita itu, lama- lama kita santet saja sekalian," celetuk Delia asal.Delima yang tadinya menunduk, menoleh ke Delia dan menegakkan kembali kepalanya."Santet? Apakah ada Dukun yang bisa?" tanya Delima penasaran. Dalam hatinya, jika memang ada Dukun yang bisa melakukan hal itu, maka Delima akan lakukan apapun, agar sang suami kembali ke pelukannya."Itu, emmm ...." Delia tampak ragu. "Kenapa?" kejar Delima tak sabar."Delia kurang tau, Bu. Tapi kalau yang bisa ngasih pelet ada.""Biasanya kan Dukun bisa semua.""