Share

Bab 0003

Saat hari masih pagi, seorang kurir dari jasa paket sudah tiba di rumah Ari. Sebuah paket yang ditujukan untuk Dania telah tiba dan diterima dengan baik.

“Apa itu? Dari siapa?” Reisa yang tidak bisa menutupi rasa penasarannya melontarkan pertanyaan bertubi-tubi.

Tidak langsung menjawab, Dania yang juga penasaran lebih memilih untuk membuka paket itu terlebih dahulu. Betapa terkejutnya mereka saat mendapati isi paket berupa ponsel canggih keluaran terbaru. Saat Dania masih tertegun menatap benda yang berada dalam genggamannya, Reisa mengambil secarik kertas yang terjatuh di lantai.

“Semoga bermanfaat, Sangga.” Reisa membaca tulisan yang berada di kertas itu. “Siapa Sangga?” sambungnya dengan tatapan tajam yang menyiratkan rasa penasaran.

“Dia yang menolongku kemarin,” jawab Dania, bangkit dari tempat tidurnya.

Dania bergegas mengambil ponselnya yang masih tersimpan di dalam tas. Tanpa banyak bicara Dania mulai memindahkan kartunya ke ponsel baru.

“Beruntung sekali kamu … sudah ditolong, masih dibeliin HP baru.” Reisa mengucapkannya sambil menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan rasa iri dan kesal dengan keberuntungan Dania. Bukan hanya selamat dari tabrak lari, tetapi Dania juga bertemu dengan baik yang sepertinya kaya.

“Kamu mau berada di posisiku, ditabrak lalu ditinggal begitu saja dalam keadaan terluka?” Pertanyaan Dania terdengar seperti sebuah tantangan, dan Reisa pun hanya terdiam tidak memberi jawaban. “Semoga mereka segera tertangkap dan mendapat balasan yang setimpal,” sambung Dania dengan suara terdengar penuh dendam dan amarah.

Reisa menjadi gelisah dan tampak tidak nyaman setelah mendengar ucapan Dania. Baginya keluar dari kamar Dania adalah pilihan yang terbaik untuk saat ini. Tapi melihat Dania tersenyum seperti sedang berbunga-bunga saat memainkan ponselnya membuat Reisa teringat sesuatu.

“Nia, jangan khianati Kak Dion! Dia sangat mencintaimu.”

Tentu apa yang diucapkan Reisa hanya sebuah kebohongan, dia tidak ingin rencana keluarganya harus berantakan dengan kehadiran pria lain dalam hidup Dania. Sedangkan Dania hanya tersenyum menyeringai saat melihat kepalsuan dari ekspresi dan sorot mata Reisa.

Tidak ada niat untuk mengkhianati Dion, meskipun pria itu selama ini telah menjalin hubungan dengan Reisa di belakangnya. Dania hanya ingin berpisah dari Dion secepatnya, dan saat ini dia sedang mencari alasan yang paling tepat.

“Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Dia lelaki yang baik, selama ini Kak Dion telah banyak membantumu.” Dengan tatapan mata yang sendu dan suara yang mendayu, Reisa berusaha meyakinkan Dania.

“Aku tahu itu, sebagai kekasihnya tentu aku lebih mengenal Kak Dion dari pada dirimu,” ujar Dania, menutupi jika dirinya sudah mengetahui pengkhianatan Dion dan Reisa.

Lega? Ternyata tidak, hati Reisa justru terasa semakin meradang saat Dania menyebut Dion kekasihnya. Tidak ingin semakin merasakan sakit, Reisa bergegas meninggalkan kamar Dania.

Sepeninggal Reisa, Dania langsung mencari kartu nama Sangga. Setelah memastikan ponsel barunya sudah bisa digunakan, Dania segera menghubungi Sangga.

Sudah berulang kali Dania mencoba untuk menghubungi Sangga tetapi tidak diangkat juga, bahkan beberapa panggilan terakhir sengaja ditolak. Tidak habis akal, Dania mengirimkan pesan, berharap Sangga mengetahui jika dirinya yang menghubungi.

***

Di tempat yang berbeda, di sebuah unit apartemen mewah, tidur Sangga tampak terganggu oleh suara dering ponsel yang meraung-raung. Melihat deretan angka yang merupakan nomor tidak dikenal membuat Sangga enggan mengangkatnya dan memilih untuk mematikannya. Saat akan meletakkan ponsel ke nakas, terdengar notifikasi pesan yang membuat Sangga penasaran untuk membukanya.

“Terima kasih ponsel barunya.” Dari pesan yang baru dibacanya, Sangganya tahu pengirim pesan itu ada Dania. Saat Sangga akan membalas pesan, tampaknya Dania sudah menghubunginya lebih dahulu.

“Halo!” Sangga menjawab panggilan dari Dania, pria itu kembali merebahkan tubuhnya sambil memijit pelipisnya. Kantuknya belum terpuaskan, karena semalam ada banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan.

“Om Sangga bisa mengantarku menemui Singgih Sugandhi?” Tanpa basa-basi, dari seberang Dania langsung melontarkan pertanyaan.

“Tentu bisa.”

“Nanti siang?”

Sangga mendengus kasar, tidak ingin mengecewakan Dania, tetapi hari ini jadwalnya sangat padat.

“Kalau tidak bisa, Om Sangga bisa memberi tahu alamatnya saja. Nanti aku yang akan menemuinya sendiri.”

Sangga segera bangkit dari tidurnya, bukan marah justru senyum tersungging di bibirnya. Ingatan akan sosok Rania kembali terlintas di benak Sangga, ternyata sifat Dania begitu mirip dengan ibunya.

“Bagaimana kalau menunggu keadaanmu lebih baik. Aku takut ….”

“Aku baik-baik saja,” sergah Dania. “Badanku terasa kaku kalau tidak ngapa-ngapain.”

“Baiklah.” Sangga merasa tidak bisa menolak keinginan Dania.

Setelah memastikan waktu dan tempat pertemuan mereka, perbincangan melalui ponsel itu berakhir. Sangga segera menghubungi asisten pribadinya untuk menghandle pekerjaannya hari ini, dan juga mengatur ulang jadwal pertemuan dengan beberapa klien.

Keluar bersama Dania yang usianya terpaut jauh darinya, Sangga memilih menggunakan pakaian yang bergaya kasual untuk mengimbangi. Kemeja lengan panjang berpotongan slim fit, dipadu dengan celana chinos, dan sepasang sneakers, membuat Sangga terlihat lebih muda dari usianya.

Sangga memarkirkan mobilnya di depan minimarket paling dekat dengan rumah Ari. Di sanalah dia janji akan menjemput Dania. Tidak lama menunggu, tampak Dania keluar dari mini market sambil membawa kresek. Sangga bergegas keluar dari mobilnya bermaksud untuk memberi tahu keberadaannya kepada Dania.

Senyum yang terlihat dipaksakan dan langkah yang tertatih menunjukkan jika keadaan Dania belum benar-benar sehat. Sangga mendekati Dania, membantu gadis itu membawa belanjaannya dan membimbingnya melangkah ke mobil. Layaknya pria sejati Sangga membukakan pintu untuk Dania.

“Terima kasih, Om! Maaf merepotkan Om Sangga terus,” ucap Dania sesaat setelah Sangga duduk di sampingnya, tepatnya di belakang kemudi.

Sangga menoleh ke arah Dania. Senyum mengembang di bibirnya saat tatap mata mereka saling bertaut, kenangan masa lalu kembali melintas di benak Sangga menimbulkan desir halus di dadanya. Tidak jauh berbeda dengan Dania, setelah mengetahui hubungannya dengan Dion selama ini hanyalah sebuah rekayasa gadis itu merasa nyaman saat bersama dengan Sangga.

“Kita langsung ke sana?” tanya Sangga tidak ingin membuang waktu.

“Ya,” jawab singkat Dania dengan gugup karena masih tertegun dengan penampilan Sangga yang berbeda dengan saat pertama mereka bertemu.

Sangga bergegas melajukan mobilnya ke tempat yang mereka tuju. Selama perjalanannya kedua hanya diam, suasana terlihat sangat canggung karena mereka memang baru sebatas saling mengenal nama saja.

Dania yang terlihat sangat memaksakan keadaannya untuk segera bertemu dengan Singgih Sugandhi menimbulkan dugaan-dugaan di benak Sangga. Pria itu yakin, segala sesuatu yang berhubungan Singgih Sugandhi adalah sesuatu yang serius.

Setelah melintasi jalan raya yang sudah mulai padat, akhirnya Dania dan Sangga sampai juga di kantor Singgih Sugandhi. Sebelumnya Sangga sudah membuat janji bertemu atas nama Dania, hingga kedatangan mereka langsung disambut dan diarahkan menuju ruangan sang pengacara.

“Dania!” Singgih langsung menyambut kedatangan Dania dengan pelukan hangat layaknya seorang ayah kepada putrinya. “Akhirnya kau datang juga. Sudah lama, Om menantikan kedatanganmu.”

Dania hanya terdiam tidak tahu harus berbua apa, karena ini adalah pertemuan pertamanya dengan Singgih. Dania berusaha menekan rasa canggung dan gugup yang menghinggapinya, ada banyak penjelasan yang dia butuhkan dari pria yang berprofesi sebagai pengacara itu.

Setelah mengurai pelukan, pandangan Singgih beralih ke Sangga yang berdiri di samping Dania. Menyadari tatap mata Singgi seolah mempertanyakan jati dirinya, Sangga segera mengulurkan tangan.

“Sangga,” ucapnya memperkenalkan diri.

“Sangga Adityawarman?” tanya Singgih untuk memastikan jika pria yang saat ini berdiri di hadapannya adalah pria yang sama dengan yang ada dalam pikirannya.

“Pak Singgih kenal dengan Om Sangga?” Pandangan Dania silih berganti pada dua pria dewasa di depannya.

“Jadi benar, kau adalah Sangga Adityawarman?” Dania dan Sangga menganggukkan kepala hamper bersamaan. “Aku tidak menyangka, dulu kau menjadi ojeknya Rania, dan sekarang kau jadi ojek untuk anaknya,” ujar Singgih sambil menepuk pundak Sangga.

Ucapan Singgih membuat Dania yakin jika Sangga memang benar-benar teman sang mama. Dania berharap Sangga dan Singgih akan membantunya melepaskan diri dari keluarga Ari dan juga Dion.

“Oh iya, ngomong-ngomong berapa anakmu sekarang?”

Sangga yang tiba-tiba ditodong pertanyaan oleh Singgih hanya terdiam. Pria dewasa itu tampak semakin gugup saat tatapan mata Dania yang tertuju kepadanya seolah melontarkan pertanyaan yang sama.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status