Share

Terluka

"Mana barangnya?" tanya Travis dengan nada dinginnya.

Sayangnya, keinginannya untuk menemui Sanjani harus ditunda beberapa saat.

Lelaki tampan itu kini sedang berada di sebuah club besar yang ada di kota ***** dia sedang melakukan transaksi ilegal berupa revolver versi terbatas dan keluaran terbaru dari Eagle Corp, sebuah perusahaan senjata yang ada di Amerika yang membuat senjata dari yang ilegal karena berbahaya sampai yang legal.

"Berikan dulu apa yang menjadi kesepakatan kita," ucap lawan bicaranya dengan menatap Travis di sertai seringai licik.

Prak!

Travis menepuk tangannya satu kali, dan muncullah orang bawahannya yang datang sambil membawa dua buah koper berukuran sedang yang isinya tentu saja emas dan ratusan lembar dolar.

"Milikmu. Sekarang serahkan senjata nya," ucap Travis dengan nada dingin. Telunjuk pemuda tampan itu menunjuk pada koper yang di bawa oleh bawahannya tadi.

Lelaki di depan Travis tersenyum menyeringai, dia mulai mengeluarkan senjata yang menjadi pertukaran diantara mereka. Tangannya mendorong senjata itu tepat di depan Travis, namun begitu dia sudah mengambil uang yang dijanjikan, dengan lihai tangan lelaki bernama Marko itu merebut kembali senjatanya dan langsung menembakkannya tepat ke arah Travis.

DOR!!

DOR!!

"Tangkap bajingan penghianat itu!!! Tuan Travis, anda baik baik saja?" Dion terlihat panik, dia yang memang berdiri tidak jauh dari Travis langsung dengan sigap menembakkan pelurunya tepat setelah Marko menembak Travis.

Travis meringis pelan namun bibirnya menyunggingkan senyuman, "Bajingan tengik itu ingin menipuku dengan trik murahannya. Sayang sekali tidak berhasil, lain kali belajarlah lagi agar kamu bisa menipu lebih baik lagi. Tapi kata lain kali itu tidak akan pernah terwujud karena kamu akan segera mengahadapi kematianmu."

Marko mundur perlahan dengan raut wajah ketakutan, satu tangannya tadi berhasil terkena peluru yang dilepaskan oleh Dion. Mata tuanya menatap was was pada Travis yang berjalan semakin dekat ke arahnya. Jika tahu begini dia tidak akan yang namanya main main dengan Travis. Dia benar benar tidak tahu siapa lawannya sampai sampai meremehkan seorang Travis Watanabe.

"T-tuan ... Mohon ampuni saya, tolong jangan bunuh saya tuan." Dengan tangan yang bergetar ketakutan dia memohon. Namun sekali lagi, Travis bukanlah tuhan ataupun orang baik yang akan mengampuni musuh yang sudah membuat luka di lengannya, walau hanya sedikit luka tetap tidak ada pengampunan.

Karena Travis adalah Iblis dan seorang penjahat. Prinsip hidupnya, Luka harus di balas kematian. Kematian paling mengerikan dan sadis akan dia berikan pada siapapun pemberi luka padanya.

Travis tertawa namun tawanya malah terdengar menyeramkan seolah itu adalah nyanyian penghantar menuju kematian secara cepat.

"Kamu dengar dia berbicara apa padaku Dion? Anjing ini memohon pada tuan yang sudah dia lukai." Travis melirik pada asisten pribadinya yang setia berdiri di sampingnya.

"Haruskah aku memaafkan nya Dion?" Travis bertanya dengan nada mengejek.

"Ya! Tuan tolong maafkan peliharaan mu ini yang sudah lancang menyerang mu. Tolong maafkan dan ampuni nyawa saya tuan."

Bukan Dion yang menjawab melainkan Marko yang langsung menyerobot perkataan Travis. Mendengar suara itu Travis langsung menatap tajam pada Marko, tanpa aba aba dia menyodorkan pistol yang dipegang olehnya tepat di atas kerongkongan Marko yang membuat tubuh pria itu menegang dengan mata yang membulat ketakutan.

"Anjing peliharaannya tidak berbicara kepada tuannya. Kamu berani sekali eh?"

Dengan pertanyaan seperti itu dari Travis langsung membuat Marko menutup mulutnya rapat rapat dan menggelengkan kepalanya. Travis menghela napas kasar lalu tiba tiba dia melemparkan pistol yang dipegangnya ke arah Dion.

"Lakukan dengan cepat Dion, saya tiba tiba malas melakukannya. Tapi saya tentu tidak bisa membebaskan anjing liar ini begitu saja,"

Dion menyeringai dengan pistol yang ada di dalam genggamannya, dengan gerakan super cepat peluru dalam pistol itu terlepas dan tepat mengenai ketiga titik pada tubuh Marko yang kini sudah tidak bernyawa dengan mata yang terbelalak.

"Hmm ... Bagus juga skill kamu Dion, sekarang meningkat 10% dari sebelumnya." Komentar Travis ketika bawahannya itu selesai menembak.

Dion hanya menanggapinya dengan tersenyum tipis, namun senyum itu seketika luntur saat melihat Travis yang meringis memegangi lengan yang sebelumnya terkena tembakan oleh Marko. Sialnya Dion tidak menyadari jika peluru yang digunakan Marko untuk menembak Travis itu telah di berikan racun yang efeknya lebih parah dari terkena tembakan biasa karena Travis bahkan sampai pingsan setelahnya menahan rasa sakitnya cukup lama.

"Kalian semua! Bereskan mayat Marko, yang lain ikut dengan saya. Kita harus ke rumah sakit untuk membawa tuan Travis," perintah Dion, yang lainnya mengangguk setuju.

Bawahan kepercayaan Travis itu segera membawa mobil yang di kendarainya menuju sebuah rumah sakit. Bersama dengan para bodyguard milik Travis dia turun dan memapah Travis yang sempat sadar tadi.

"Dia terkena tembakan, lakukan penanganan kepadanya dengan cepat! Karena racunnya akan semakin menyebar jika tidak ditangani dengan cepat." Dion menarik lengan seorang perawat yang kebetulan lewat.

Perawat wanita itu yang sedikit ketakutan ketika melihat penampilan Dion belum lagi penampilan lelaki yang di papah oleh oleh lelaki yang tadi menarik tangannya.

"A-astaga ... Apa yang terjadi," perawat itu berkata dengan gugup, dia lantas langsung berlari memanggil teman perawat laki laki untuk membawakan tempat tidur rumah sakit untuk membawa lelaki yang terluka di bagian lengannya itu.

"Bawa dia ke ruangan paling bagus di rumah sakit ini." ucap Dion setelah melihat Travis yang kini sudah di baringkan di tempat tidur.

"Anda harus mengurus biaya nya terlebih dahulu tuan." ucap perawat itu yang masih belum juga beranjak untuk membawa Travis ke sebuah kamar.

Dion berdecak kesal, dia menghampiri resepsionis lalu mengeluarkan blackcard miliknya, " Untuk ruangan VVIP dan satu lantai penuh di ruangan itu saya kosongkan. Cepat lakukan segera!" Perintah Dion pada yang berjaga dengan menodongkan pistol miliknya, dan ketika perawat lain sadar dengan hal itu segera dia mencoba menelpon polisi namun gerakannya diketahui oleh anak buah Dion yang lain hingga kini perawat itu ditodong oleh beberapa pistol yang membuat nyalinya menciut.

"Dengar, jangan bocorkan hal ini pada siapapun termasuk polisi sekalipun jika ingin nyawa kalian selamat. Sekarang lakukanlah tugas kalian sebagai penyelamat untuk menyelamatkan nyawa bos saya, sekarang juga!" Ucap Dion yang di susul oleh suara tembakan peluru yang berhasil lepas dan mengenai salah satu pot bunga yang ada di sana.

Disisi lain, Senjani yang tengah berada di ruangan nya itu terkejut saat tiba tiba pintunya di ketuk dengan brutal. Dia pun bangkit dari kursinya dan memakai jas dokter yang sebelumnya dia lepas.

"Dokter Senjani, tolong buka pintunya. Ada pasien untuk anda yang keadaannya sangat parah," ucap seseorang dari luar ruangan.

Ceklek!

Pintu pun dibuka oleh Senjani. "Ayo bergegas, di mana dokter lain? Kenapa tidak menanganinya lebih dulu?"

Sera yang ditanya sempat terdiam sebelum menjawab dengan jujur pada akhirnya, "Para dokter takut, karena ... Yang terluka ini sepertinya seseorang yang berpengaruh. Lantai kamar VVIP bahkan di kosongkan satu lantai penuh dan ... Dan juga mereka yang menjaga orang yang terluka ini membawa senjata api dokter. Para dokter lain takut untuk menanganinya karena mereka tidak mau nyawa mereka melayang ketika melayani orang penting itu."

Sera menjelaskan dengan hiperbola membuat Senjani hanya memutar bola matanya malas mendengarnya. 

"Ck! Sepenting apapun, dia tetap manusia, kan?"

Sera menahan senyum. Dia pun mengikuti Senjani ke ruang rawat pasien.

Hanya saja, Sanjani tampak terkesiap kala masuk ke ruangan itu....

'Sepertinya aku mengenalnya?'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status