Share

Pelukan Hangat

"Kita bahkan nggak kenal, tapi kamu malah minta dilamar? Mikir!" Duta mengetuk kepalanya dengan ujung telunjuk ketika mengucapkan kata terakhir.

"Oke. Aku paham banget kalau kamu bakal ngecap aku ini cewek gila atau apa pun itu, tapi aku benar-benar butuh bantuan kamu sekarang."

"Bantuan gimana?" tanya Duta dengan sengak.

"Yang tadi aku bilang, tolong lamar aku," jawab Rindu dengan posisi kedua tangan yang siaga, seolah siap menerkam Duta kalau berniat kabur.

"Astaga!" Duta terkekeh muak. "Hari ini mood-ku lagi kacau, jadi tolong jangan nambah-nambahin.

"Ini emang rumit banget, tapi sumpah, nggak ada waktu buat ngejelasin sampai kamu benar-benar ngerti."

"Ya udah, minta tolong sama yang lain aja!" Duta berbalik, tapi secepat kilat cewek gendut ini sudah berpindah ke depannya lagi.

"Nggak ada waktu buat nyari cowok lain. Tuh, lihat, di sekitar sini adanya kamu doang."

Duta ikut mengedarkan pandangan sambil berdecak.

"Aku janji, nanti aku jelasin semuanya. Tapi sekarang kamu benar-benar harus lamar aku dulu."

"Mana ada dilakuin dulu baru dijelasin?" Duta menghela napas kesabaran. Dia bahkan mulai bosan mendengar kata "melamar" itu. "Itu sama aja kamu mau bunuh aku, terus nanti jelasin kenapanya di akhirat. Gitu?" Cowok berahang tegas itu kembali berdecak. "Aneh!"

"Aku bayar, deh. Berapa pun yang kamu minta." Rindu mengeluarkan senjata terakhirnya. Biasanya orang lebih gampang diluluhkan dengan rupiah.

Mendengar kata "bayar", semacam ada logo dollar yang seketika menyala di kepala Duta. "Serius, berapa pun?" tanyanya memastikan dengan urat leher yang sudah kendur.

"Selama masih wajar," imbuh Rindu buru-buru. Karena, tatapan cowok yang lebih tinggu 15 centimeter darinya ini tiba-tiba berubah, seolah sedang merancang hal buruk dalam kepalanya.

"Tiga juta."

"Cuma tiga juta?"

Pangkal alis Duta bertaut. Siapa sebenarnya cewek ini, kenapa terkesan sangat meremehkan nominal tiga juta?

"Oke. Deal!" Rindu mengulurkan tangan sambil mengembangkan senyum. "Nanti tinggal pilih, mau ditransfer atau bayar cash."

Duta tidak langsung menyambut uluran tangan itu. Dia tampak menimbang. Dia masih berusaha menebak apa motif di balik permintaan aneh cewek ini. Dan dia tidak yakin akan benar-benar dibayar. Zaman sekarang penipu ada di mana-mana. Namun, dia tidak mungkin lagi melarikan diri setelah cewek ini menyepakati harga yang dia sebutkan. Maka, dia pun menjabat tangan cewek itu. Kalau Duta boleh sedikit berkomentar, senyumnya lumayan manis. Dia terlihat lebih "cewek" kalau tidak sepanik tadi.

"Sekalian kenalan, ya. Telanjur salaman soalnya. Aku Rindu."

Namanya unik. "Duta!"

"Oke, Dut—"

"Moon maap, kalau mau menggal nama orang jangan seenaknya, ya," sela Duta buru-buru.

Kening Rindu berkerut samar. "Terus, kalau bukan Dut, apa dong?"

"Ta. Kedengarannya lebih kece."

Rindu memutar bola mata malas sambil menggeleng samar. "Oke, Ta," Dia sengaja menekankan penggalan nama itu, "entah kamu hanya pura-pura atau emang belum pernah nonton videoku sama sekali. Aku ini Rindu, si youtuber spesialis mukbang dengan 4 juta subscribers."

Apa pentingnya buat aku???

"Saat ini aku dan tim lagi live. Mereka di sana." Rindu menunjuk ke arah teman-temannya. Devi masih terlihat sibuk mengulur waktu. Ajaib dan syukurnya, dia tidak pernah kehabisan topik. "Karena alasan tertentu, kamu harus lamar aku di live ini."

"Ha?" Duta seketika memekik. "Jadi bakal ditayangin dan ditonton banyak orang?"

"Kita udah deal. Artinya, kamu nggak boleh berubah pikiran."

Duta mendengkus. "Ini penipuan tipis-tipis!"

"Soal kamu harus ngapain aja, nanti dijelasin sama temanku." Rindu pun memanggil Tasya.

Tasya yang tadinya sibuk membalas komentar sampai jempolnya lecet, lekas menghampiri Rindu. "Gimana?" tanyanya setelah tiba di depan Rindu. Tatapan herannya sempat mengarah ke Duta sekian detik.

"Ini Duta, yang akan menggantikan Ari untuk melamarku."

"Ha?" Tasya sontak terbelalak. "Gimana gimana?" Dia menatap Rindu dan Duta bergantian.

"Dia akan pura-pura melamarku agar kita nggak kehilangan sumber penghasilan."

Tasya menarik Rindu menjauh sambil berkata pelan. "Kayaknya ini bukan ide yang bagus, deh. Urusannya bakal panjang, loh, bukan cuma untuk hari ini aja."

"Untuk besok-besok kita pikirin lagi nanti. Yang paling penting hari ini kita harus menyelamatkan diri dulu."

Tasya tampak sangsi.

"Udah, nggak usah banyak mikir. Sekarang kamu jelasin ke cowok itu dia harus ngapain aja. Jelasin seperti yang kamu jelasin ke Ari kemarin. Pastikan dia benar-benar paham. Aku langsung ke sana untuk siap-siap," Rindu menunjuk sebuah bangku, "sekalian ngode Beni dan Devi." Cewek berbadan bongsor itu pun langsung beranjak tanpa memberi Tasya kesempatan untuk menyanggah.

Mau tidak mau Tasya terpaksa mengikuti ide gila ini. Dia pun menghampiri Duta dan menjelaskan serinci mungkin apa-apa yang harus cowok itu lakukan.

Sekitar lima menit kemudian, kamera sudah kembali menyorot Rindu. Dia menyapa ulang penonton dan mengarang cerita penyebab dia hilang sekitar 20 menit tadi.

Kolom komentar riuh lagi. Mereka yang bela-belain nonton dari awal mulai tidak sabar.

Setelah mendapatkan kode dari Tasya, Duta pun melangkah memasuki frame. Entah apa yang Tuhan rencanakan untuk hidupnya hari ini. Niat menembak sang pujaan hati malah berakhir dengan syuting tidak jelas begini.

Di layar, Duta muncul dari sisi kiri. Rindu pun langsung berdiri menyambutnya. Sekarang mereka berdiri berhadap-hadapan dengan posisi menyamping dari arah penonton. Terlihat buket mawar merah yang disembunyikan Duta di balik punggungnya.

Setelah berbasa-basi ala kadarnya, Duta pun berlutut di depan Rindu, kemudian mengangkat buket bunganya. Tadinya dia memprotes adegan ini. Rasanya menggelikan. Namun, Tasya bersikeras agar adegan ala-ala film India itu tetap ada. Rasanya sulit dipercaya, saat ini Duta benar-benar melakukannya.

"Rin ... selama ini mungkin kamu masih nganggap aku sama aja kayak cowok lain, yang bakal ninggalin kamu setelah mendapatkan apa yang mereka mau." Duta menatap lurus ke mata Rindu.

Rasanya aneh, tapi tatapan itu membuat Rindu berdebar. Padahal ini cuma akting.

"Entah dengan cara apa aku harus nunjukin ketulusan yang nggak berwujud ini. Karena itu, aku nggak akan maksa kamu untuk percaya. Tapi, pelan-pelan aku akan terus belajar dan berjuang sebisaku untuk menjadi rumah bagi segala perasaanmu. Pulanglah padaku dalam keadaan apa pun. Nggak peduli apa yang terjadi di luar sana, aku akan selalu ada untukmu."

Tanpa sadar Rindu berkaca-kaca. Ini salah. Salah besar! Meskipun kalimat itu terdengar sangat tulus, jelas-jelas Duta hanya berakting. Andai yang berlutut di depannya saat ini adalah Ari.

"Rindu, maukah kamu menjadi ratu di hatiku?" Duta mengangkat bunganya lebih tinggi. Tatapannya tetap fokus, seolah tidak ada kepura-puraan di sana.

Begonya, Rindu malah terbawa suasana. Air mata harunya tergelincir begitu saja. terlebih saat dia mengangguk dan menerima buket bunga itu.

Masih dalam posisi berlutut, Duta merogoh sakunya untuk mengambil sesuatu.

Rindu bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan cowok ini. Seharusnya dia sudah berdiri dan Devi akan mengambil alih untuk closing.

Rindu seketika membekap mulutnya ketika Duta membuka kotak kecil itu dan menunjukkan isinya. Bukan hanya Rindu yang kaget, teman-temannya juga. Tasya bahkan sampai tepuk tangan sambil loncat-loncat. Berkat inisiatif Duta, adegan ini jauh lebih sempurna dari bayangannya.

Perlahan Duta berdiri, lalu menyematkan cincin itu di jari manis Rindu. Rindu kembali kaget ketika cowok itu tiba-tiba memeluknya. Dia sempat kikuk dan bingung harus merespons seperti apa. Namun, berkat arahan dari Tasya, akhirnya dia balas melingkarkan tangannya di punggung cowok hitam manis itu.

Detak jantung Rindu meningkat berkali-kali lipat.

Tuhan ... kenapa pelukannya begitu hangat?

***

[Bersambung]

Wah, kelanjutannya bakal gimana, nih?

Rindu pake baper segala lagi. 🤦🏻‍♂️😁

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status