Share

Cincin Penyelamat

Duta tak pernah menyangka, kalimat yang dia persiapkan untuk Tiwi, akhirnya malah diucapkan untuk cewek lain. Dia memang melakukan sedikit penyesuaian berdasarkan arahan Tasya, tapi inti kalimat yang baru saja dia ucapkan di depan Rindu adalah bongkahan perasaan yang sudah lama tertanam di dasar hatinya. Sayangnya, Tiwi tidak memberinya kesempatan sedikit pun. Seserius itu dia menganggap Duta tidak pantas untuknya.

Setelah mendapat kode dari Tasya, Duta pun melerai pelukannya. Sisanya diambil alih oleh Devi untuk closing dan menebar bibit-bibit penasaran agar pemirsa mereka tetap setia dan tidak sabar menunggu video-video selanjutnya.

"Sori. Aku terpaksa meluk biar lebih meyakinkan. Aku emang totalitas banget kalau lagi kerja." Duta tidak mengada-ada. Baginya, tiga juta adalah angka yang sangat fantastis untuk pekerjaan segampang ini.

Rindu mengusap tengkuk, bingung harus membalas apa. Akhirnya dia hanya nyengir, seolah barisan giginya bisa mewakili untuk berkata, "nggak apa-apa".

"Gila! Gila! Gila!" Seheboh itu Tasya menghampiri Duta dan Rindu. "Sumpah, yang tadi itu keren banget. Aku aja sampai lupa kalau kalian cuma akting. Gimana penonton ya?" Tasya tepuk tangan sendiri, benar-benar puas dengan hasilnya.

Sambil pura-pura merapikan rambutnya, diam-diam Rindu menyeka air matanya, sebelum Tasya mengomentarinya.

"Kamu emang sering tampil di depan kamera, ya?" Telunjuk Tasya mengacung ke arah Duta.

Duta langsung menggeleng.

"Kok, bisa sebagus tadi aktingnya?"

"Kayak gitu doang siapa pun bisa kali."

"Yang tadi itu susah, loh. Urusannya langsung sama hati soalnya."

"Mau sama hati, sama jantung, sama usus, terserah. Intinya tugasku sudah selesai. Artinya, saatnya aku menerima bayaran." Duta menatap Tasya dan Rindu bergantian sambil menaikturunkan kedua alisnya.

"Ta, kita bisa ngobrol dulu nggak?" tanya Tasya pelan-pelan. Sebagai pengarah video-video Rindu selama ini, dia tahu betul, bahwa di balik suksesnya lamaran dadakan ini ada masalah besar yang menanti.

Netizen tentu saja tidak akan puas hanya sampai di sini. Selayaknya pasangan pada umumnya yang sudah melalui proses lamaran secara personal, tentu ada kebersamaan lanjutan. Netizen pasti bertanya-tanya kalau Duta tidak pernah muncul lagi di video-video selanjutnya. Ada yang lebih gawat dari semua itu; Tristan dan timnya. Tentu saja mereka akan memantau apa-apa yang akan terjadi selanjutnya. Karena untuk menang, Rindu tidak cukup hanya dilamar oleh seseorang, tapi harus benar-benar sampai menikah. Karena kalau tidak, siapa pun akan berspekulasi bahwa lamaran tadi hanya settingan. Meski memang begitu adanya, Rindu dan tim harus melakukan sesuatu. Atau mereka akan kehilangan semuanya.

"Mau ngobrol apa lagi?" Duta balik bertanya sambil bersedekap. "Bukannya semuanya udah beres?"

"Yang tadi itu sebenarnya baru awal." Tasya berkata sehati-hati mungkin. "Kita butuh banget bantuan kamu untuk jangka panjang."

"Jangka panjang?" Nada tidak terima membuat suara Duta terdengar lebih lantang. "Jangan ngaco deh. Aku mau ngelakuin yang tadi aja udah syukur banget."

"Tapi, Ta—"

"Mending tiga jutanya dibayar sekarang, deh. Aku ada urusan lain."

Tasya masih ingin berusaha menahan, tapi Rindu menghadapkan telapak tangannya, isyarat agar sebaiknya temannya itu diam.

"Kamu mau cash atau ditransfer?" tanya Rindu kemudian.

"Transfer aja."

Rindu pun mengeluarkan ponselnya dan langsung login ke aplikasi M-banking-nya. "Input nomor rekening kamu di sini," katanya kemudian sambil menyodorkan ponselnya ke Duta.

Duta meraih ponsel berwarna gold itu dan mengetik nomor rekeningnya dengan cepat.

Setelah Rindu menerima kembali ponselnya, dia pun melanjutkan transaksinya.

"Yah, kayaknya lagi gangguan, deh. Buffering mulu dari tadi," keluh Rindu beberapa saat kemudian. Dia menghadapkan layar ponselnya ke Duta.

"Jangan coba-coba ngibulin aku, ya!" Duta melayangkan tatapan peringatan, sebelum membungkuk untuk melihat tampilan ponsel itu lebih jelas.

"Gini aja, deh, aku minta nomor WA kamu, nanti aku kirim bukti SS-nya kalau udah berhasil," tawar Rindu sambil menyodorkan ponselnya lagi.

Duta tidak langsung menerimanya. Tampangnya masih sewaspada itu.

"Aku pasti trasnfer, kok." Rindu berusaha meyakinkan, sambil menyodorkan ponselnya lebih dekat.

Sebenarnya memang akan lebih aman kalau Duta menunggu sampai transaksinya berhasil. Namun, dia masih ada urusan lain. Lagian, kesannya juga rada gimana gitu kalau dia bersikeras bertahan di sana sebelum menerima uangnya. Maka, dia pun kembali meraih ponsel itu dan mengetik nomornya di papan kontak.

Setelah mengembalikan ponsel Rindu, Duta mengeluarkan ponselnya. Tanpa permisi dia memotret Rindu. Karena dadakan, ekspresi Rindu sangat lucu di foto itu. Pas saat mulutnya terbuka hendak protes.

"Eh, ngapain foto-foto?" Rindu berusaha menghalangi kamera dengan telapak tangan, tapi sudah terlambat.

"Buat pegangan," jawab Duta dengan santai sambil mengantongi kembali ponselnya. "Awas aja kalau nggak ditransfer, aku laporin ke polisi!"

"Iyya. Nggak percaya amat!"

Setelah menekankan tatapan peringatan sekali lagi, Duta pun berbalik dan pergi begitu saja.

"Yah ... kok, dibiarin pergi, sih?" keluh Tasya.

"Emang kamu bisa nahan dia?"

Tasya mengerucutkan bibir. "Terus gimana, dong? Nanti malam kita bakal rayain ulang tahun kamu sesuai agenda. Masa cowok yang ceritanya udah jadi calon suami kamu itu nggak hadir?"

Rindu menjatuhkan tubuhnya di bangku beton begitu saja. Omongan Tasya membuat kepalanya mendadak berat. Apa salah dan dosanya sampai Tuhan harus membuat semuanya jadi rumit begini?

"Gimana kalau kita cari cowok lain aja?"

"Kamu pikir yang akan nonton tayangan kita anak TK, yang masih bisa dibego-begoin?" sanggah Rindu dengan nada lemas sambil bertopang dagu.

"Kamu, sih, main nangkap cowok sembarangan."

"Emang kalau nggak kayak tadi, kamu punya solusi lain?"

"Tapi setidaknya nggak harus bunuh diri kayak gini juga. Hari ini emang berhasil kita lalui, tapi besok-besok?"

Rindu seolah memeras otaknya, berusaha keras menemukan solusi.

"Nggak ada cara lain. Kita harus bujuk Duta untuk terlibat di permainan yang telanjur dimulai ini." Tasya meninju telapak tangannya sendiri, seolah yang barusan dikatakannya memang satu-satunya jalan keluar.

"Harusnya emang gitu. Tapi kamu lihat sendiri, kan, tadi cowok itu kayak gimana?"

"Rada nyebelin, sih. Tapi lumayan cakep."

Rindu memutar bola mata sambil berdecak. "Astaga! Sempat-sempatnya kamu menilai wajahnya." Namun setelah berkata begitu, tanpa diminta otaknya malah menayangkan wajah Duta yang sudah terekam cukup baik. Cowok itu punya sepasang mata yang memikat. Tatapannya teduh dan membius. Tasya tidak mengada-ada, Duta memang lumayan cakep. Di balik bentukannya yang rada menyebalkan itu, dia punya pesona tersendiri.

"Eh, yang tadi itu dialognya kamu ajarin atau dia ngarang sendiri?" tanya Devi sambil menyolek lengan Tasya. Dia dan Beni baru bergabung.

"Dia ngarang sendiri."

"Tapi, kok, bisa sedalam itu, ya?"

Tasya hanya mengedik.

"Terus, cincinnya dapat dari mana?"

Mendengar pertanyaan itu, punggung Rindu menegak seketika. Dia langsung mengangkat tangan kirinya. Senyumnya pun mengembang setelah melihat cincin emas itu benar-benar masih melingkar di jari manisnya. Sepertinya cincin ini bisa menyelamatkannya sekali lagi.

***

[Bersambung]

Wah, Rindu punya rencana apa, nih? 🤭🤭🤭

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status