Akhirnya, hari presentasi itu tiba, dan dengan jantung yang berdegup kencang, pemuda itu terus saja bolak-balik di depan ruang presentasi di mana klien sudah menunggu, sementara dirinya juga menunggu untuk dipanggil oleh managernya.
"Teguh, silakan masuk." Manager memanggil Teguh untuk masuk, dan wajah yang sejak tadi menyiratkan kegugupan itu langsung berganti dengan wajah penuh wibawa.
"Selamat siang, semuanya," sapa Teguh bersikap seperti orang yang sudah terbiasa berhadapan dengan klien, karena dia sudah mempelajari semua teknik itu dari Youtube dan G****e.
Teguh menyuruh notulen menyalakan layar projektor, sedangkan Teguh mengambil laser untuk menunjuk setiap pokok bahasan produk yang hendak dia jelaskan. Teguh menunjukkan sikap luwes, membuat managernya tersenyum dengan awal pembukaan yang baik dari pemuda itu.
"Baik, kita mulai saja dari jenis dan bahan produk yang akan kami tawarkan dalam ...."
Ceklek
Suara pintu dibuka membuat semua yang ada di ruangan itu menoleh karena seoramg lelaki paruh baya tiba-tiba saja datang. Semua orang itu mengangguk dan tersenyum kepada seseorang yang merupakan Direktur Utama dari perusahaan itu, sementara Teguh membuka mulutnya, terkejut dengan siapa yang dia lihat karena merasa kenal.
"Silakan, lanjutkan presentasinya." Lelaki yang berusia lebih dari setengah abad itu duduk dengan tenang di kursi kebesaran.
Sejenak, Teguh merasa dunianya serasa berputar, dia mengingat jika lelaki paruh baya yang dia lihat di hadapannya adalah orang tua yang kehilangan uang saat di terminal.
"Teguh, cepat lanjutkan!" bisik managernya membuat Teguh terperanjat dan meminta maaf, lalu melanjutkan presentasi dengan baik, dan membuat klien terkesan hingga memutuskan untuk menerima kerja sama dengan perusahaan tempat Teguh bekerja.
Teguh mengucap syukur, kerja kerasnya terbalaskan, dan tanpa Teguh tahu bahwa setelah ini dia akan naik jabatan.
"Terima kasih, Teguh, kamu sudah melakukan yang terbaik. Tingkatkan lagi." managernya mengajak Teguh berjabat tangan.
"Sama-sama, Pak, saya senang kalau bisa memberi kontribusi baik untuk perusahaan." Teguh menoleh pada Brian yang menghampirinya setelah mengantarkan para klien keluar dari ruangan.
"Hmmm ... Bapak ini ...." Teguh bersalaman dengan Brian yang menyentuh pundaknya.
"Teguh, perkenalkan ini Pak Brian, Direktur di perusahaan utama sekaligus pemilik perusahaan dan semua cabangnya," ujar sang manager membuat Teguh membuka mulutnya tak percaya.
"Sa-saya Teguh, Pak." Teguh kembali menyalami Brian dengan membungkukkan badannya.
"Ya, saya tahu, kita sudah saling kenal, kan?" Brian tersenyum lebar dan meminta manager membiarkan dirinya dan pemuda itu berbincang di ruangan tersebut berdua saja.
"Bapak apa kabar? Waktu itu, Bapak sampai dengan selamat, kan?" tanya Teguh membuat Brian terkekeh.
"Alhamdulillah, saya sampai dengan selamat dan itu semua berkat kamu, Teguh. Kamu malaikat penolongku." Brian menatap Teguh yang menggeleng.
"Sudah seharusnya bagi sesama manusia yang membutuhkan, kita saling membantu, Pak." Teguh menunduk, dia masih tak menyangka jika orang yang dia tolong adalah seorang direktur.
"Betul, padahal saat itu saya tahu kalau uangmu hanya 300 ribu, tapi demi membantu saya yang kebingungan, karena semua uang saya ada di dalam dompet yang hilang itu, kamu merelakan sebagian besar uangmu untuk diberikan kepada saya. Kamu memang pemuda yang luar biasa." Brian tersenyum penuh haru.
"Saya ikhlas, Pak, dan alhamdulillah saya juga bisa sampai di Jakarta dan mendapatkan pekerjaan di perusahaan ini," sahut Teguh membuat Brian mengangguk.
"Terima kasih, ya, Teguh. Saya akan selalu ingat jasa kamu itu. Jadi, saya mohon terima ini untuk kamu gunakan keperluan sehari-hari." Brian menyodorkan sebuah kartu berwarna hitam kepada Teguh.
"Apa ini? Saya ikhlas, Pak, jangan seperti ini," tolak Teguh merasa tak enak.
"Tidak, kamu harus menerima ini sebagai tanda bahwa saya menghargai semua kebaikan kamu. Dan sebagai bonus karena kamu sudah membuat klien meloloskan proyek kita, saya akan mengangkat kamu menjadi direktur di perusahaan utama."
Mendengar hal itu, Teguh langsung mengusap wajahnya seraya mengucap syukur yang tak terkira. Setelah menerima black card yang biasanya isinya lebih dari tiga digit uang, kini dirinya diangkat menjadi direktur di perusahaan utama hanya berawal dari sedekah sebesar dua ratus ribu saja.
"Terima kasih, Pak, saya tidak menyangka akan menerima karunia sebanyak ini," ucap Teguh seraya menangis penuh haru.
"Sama-sama. Barang siapa yang menanam kebaikan, maka akan memanen kebaikan pula. Oh ya, ini kartu nama saya. Nanti malam, saya tunggu kamu di alamat ini untuk makan malam di rumah saya. Saya tunggu, ya!" ajak Brian dan Teguh menerima kartu nama itu, juga menerima tawaran makan malam di rumah Brian.
*
Dengan menggunakan kemeja bertangan panjang, Teguh memenuhi undangan makan malam di rumah Brian, yang membuat pemuda itu terpana saking mewahnya rumah tersebut. Baru saja masuk, Teguh sudah disambut oleh pelayan dan dipersilakan masuk lalu diantar ke ruang makan di mana Brian dan keluarganya sudah menunggu.
"Selamat malam," sapa Teguh membuat Brian dan keluarganya menoleh ke arah Teguh yang baru datang.
"Loh, Teguh?" ujar seorang gadis yang ternyata adalah Clara.
"Clara? Kamu ...."
"Ini rumahku," kata Clara membuat Brian tersenyum atas keterkejutan yang ditunjukkan Teguh dan putrinya.
"Duduklah, kita ngobrol sambil makan, ya."
Teguh duduk di seberang Clara karena meja makan di rumah Brian sangat besar dan panjang seperti meja makan ala-ala di kerajaan.
"Ini dia, Pa, Ma, lelaki yang menolongku dari Tomi dan selingkuhannya waktu di mall." Clara memberitahu kedua orang tuanya dengan antusias.
"Iya, yang kemarin kamu ceritakan itu dan ternyata bekerja di perusahaan Papa, kan?" sahut ibunya.
"Iya, aku tidak menyangka Papa mengundang kamu makan malam ke sini, katanya kamu malaikat penolong Papa, Guh!" timpal Clara ceria.
"Benar, jadi ini yang sudah menolong suami saya? Terima kasih, ya, suami saya ini memang sering ngeyel, sudah saya beritahu jangan bepergian memakai kereta api atau bus, tapi keukeuh karena katanya suka. Kalau sudah kena musibah seperti waktu itu kan susah sendiri," kata istri Brian.
"Tidak sendiri, kan ada Teguh yang menolong."
Mereka semua tertawa dan obrolan mengalir begitu saja dalam suasana yang hangat. Sesekali, Teguh dan Clara saling tatap walaupun hanya sekejap membuat Brian dan istrinya saling senggol. Kebetulan ini benar-benar membuat Teguh tak percaya karena selain dipertemukan dengan Brian, dia juga dipertemukan dengan Clara, gadis ceria yang sejak pertama kali melihatnya sudah membuat Teguh suka.
"Ehm ... Teguh tinggal di mana sekarang?" tanya Brian.
"Saya tinggal di rumah sodara saya, Mas Rusli namanya, sedangkan orang tua saya tinggal di kampung."
"Mereka kerja apa?" tanya Clara penasaran.
"Ah, mereka hanya seorang petani, Clara." Teguh menunduk sedih merindukan orang tuanya.
"Aku suka petani, mereka adalah salah satu profesi yang memberi kontribusi besar bagi negara." Clara tersenyum menunjukkan barisan giginya yang rapi.
"Ya, meskipun nasib mereka tidak sebaik kontribusi mereka, tapi tak apa, yang penting berkah," sahut Teguh dengan hati legawa.
"Aku mau ketemu sama orang tua kamu, Teguh. Kebetulan aku kuliah di jurusan Pertanian, aku mau melakukan penelitian dengan didampingi orang tua kamu di kampung!" pinta Clara.
"Ah, kamu itu mau penelitian atau mau pendekatan?" goda sang ibu membuat Clara tersipu malu.
Malam sebelumnya, sebelum Teguh berangkat ke rumah Brian atas undangan makan malam, dia memberitahukan kepada Mas-nya bahwa dia diangkat menjadi direktur di perusahaan utama. Rusli yang mendengar itu langsung bersujud syukur, begitu juga Mbak Aji istrinya, dia sangat senang karena selain memberitahukan kabar bahagia itu, Teguh juga memberi mereka sejumlah uang."Ini banyak sekali, Teguh!" ujar Mbak Aji dengan mata yang berembun."Terima saja, ya, Mbak. Teguh sangat berterima kasih karena sudah diizinkan tinggal di sini, jadi rezeki yang Teguh terima juga rezeki kalian," balas Teguh.Dia lalu menelpon kedua orang tuanya di kampung, memberitahukan semua pencapaiannya, dan tak lupa juga mengirim uang pada mereka. "Alhamdulillah, Nak. Keputusanmu merantau ke Jakarta ternyata tidak salah. Sekarang, jaga kepercayaan majikan kamu baik-baik, terus belajar, dan bekerja keras. Ibu yakin, kamu bisa membuktikan pada teman-temanmu yang selalu menghinamu di sini bahwa kamu bisa sukses di atas ker
Hari pertama sebagai Direktur Utama, Teguh merubah penampilannya, karena semenjak kejadian di hari ulang tahun Putri, dia merasa harus merubah standar dirinya supaya tidak melulu dihina orang lain. Dengan menggunakan jas hitam, dalaman kemeja merah maroon, dan sepatu yang mengkilat, Teguh berjalan dengan penuh wibawa dan langsung diberi hormat oleh para karyawannya.Teguh menerima banyak tugas hari ini, dari mulai laporan berkas yang mesti ia periksa, proses tanda tangan penyerahan jabatan, sampai jadwal pertemuan yang dalam satu minggu ini akan full. Teguh dikejar deadline mulai sekarang.Beruntung, ada Pak Wicak yang merupakan orang kepercayaan Brian dan ditugaskan mendampingi Teguh untuk terus mempelajari tugasnya sebagai direktur, sehingga Teguh tidak terlalu pusing dengan segala hal yang baru dia temui saat ini."Maaf kalau saya banyak tanya, ya, Pak," ucap Teguh pada Pak Wicak."Saya sebenarnya merasa belum siap dengan jabatan ini, akan tetapi saya juga tidak bisa bisa melewatk
Masalah Rendi membuat Teguh semakin terpukul dan belajar bahwa dirinya harus mensejajarkan diri dengan para karyawan yang merupakan bawahannya. Teguh tidak mau selalu disebut direktur modal dua ratus ribu, sehingga dia memutuskan untuk memulai masa kuliahnya meskipun kini sangat sibuk dengan urusan kantor.Satu bulan kemudian, Teguh masuk kuliah dan mengambil kelas karyawan supaya waktunya lebih fleksibel. Dia menjalani masa ospek atau orientasi mahasiswa bersama seluruh mahasiswa dari semua kelas seangkatannya, dan bisa bertemu dengan kakak-kakak tingkatnya. Termasuk Clara.Entah kebetulan macam apa karena gadis itu selalu ada dalam setiap moment-nya. Atau mungkin, Tuhan memang sengaja membuat setiap garis kehidupannya bertumpu pada gadis bernama Clara? Teguh merasa senang, dia memiliki teman yang sudah dikenal sebelumnya di kampus elit ini."Teguh!" panggil Clara melambaikan tangannya. Seperti biasa, dia datang bersama perawatnya karena masih belum mampu berjalan akibat kecelakaan y
Jam pulang kampus pun tiba, mereka sampai di gerbang kampus, ternyata sang supir sudah menunggu mereka, Teguh dan Clara pun, bergegas ke arah mobil. Ketika baru masuk kedalam mobil Teguh merenung belum pernah, memakai Black Cardnya, dan dia, kepikiran saran dari Aldo, untuk mempunya mobil sendiri, sekarang dia merasakan, jika setiap hari pulang pergi sama Clara dia tidak enak.“Mau langsung pulang atau ke mana?,” tanya sang sopir, membuyarkan lamunan Teguh,“kita ke Mal dulu, Pak.” Jawab Clara ,karena Teguh tidak segera memberikan respon, jadi Clara yang berinisiatif menjawab pertanyaan sang sopir.“Baik, Non” jawab sang sopirSetelah mendengar jawaban sang sopir, Clara memerhatikan Teguh , dia melihat seperti ada sesuatu yang membuatnya bingung, dia memutuskan untuk bertanya.“kamu, kenapa Guh?” tanya Clara kepada Teguh.“Em ... tidak apa-apa.” Jawab Teguh dengan di akhiri senyuman.“jangan berbohong, dari tadi kamu melamun, pasti ada yang di pikirkan,” jawab Clara, kemudian memberan
Seusai dengan Clara, Teguh, langsung menuju ke kantor untuk menjalankan tugasnya.Tak terasa, jam sudah menunjukan waktunya pulang, Teguh bergegas membereskan pekerjaanya, dan berjalan keluar menghampiri Aldo, yang terlihat masih sibuk." Do, aku pulang dulu ya," ucap Teguh kepada Aldo. Aldo, yang mendengar suara Teguh, bergegas menghampirinya."Tuan, sebaiknya saya antar Tuan saja," ucap Aldo kepada Teguh.Aldo ingin mengantarkan Teguh, namun di tolak, Teguh memilih pulang sendiri, menggunakan taksi.Teguh, keluar dari kantor, dan menghampiri taksi, yang mangkal di dekat kantor. Namun ketika sudah memasuki jalan raya, keadaan sore itu macet. Teguh, tidak memusingkan kemacetan itu, dia melihat kanan kiri, ketika sedang asyik memandang kanan kiri, Teguh, melihat sebuah Showroom, bertuliskan BMW. Teguh, meminta sopir taksi untuk menepi, dan Teguh turun.Teguh masuk ke dalam Showroom dan di sambut pramuniaga di sana."Selamat datang, Tuan , ada yang bisa di bantu," sapa Pramuniaga terse
Setelah masuk kedalam mobil, Teguh menginjak pedal gas dengan pelan, namun wanita disampingnya, masih meneteskan air matanya. Teguh memberanikan diri bertanya, dan setelah beberapa percakapan, Teguh tahu wanita itu, bernama Aqilla. Aqilla menceritakan kenapa dia menangis, alasanya berkat pernjualan itu, dia bisa membawa ibunya berobat, karena sakit. Teguh mulai merasa kasihan terhadap wanita itu."Hem … jadi itu, alasan kamu, maaf dimana ayah kamu, apakah kamu tidak punya adik, atau kaka?" tanya Teguh, kepada Aqilla, dengan hati-hati takut menyakiti hatinya"Saya, cuma berdua dengan Ibu saya , saya anak tunggal, ayah saya meninggal, sejak saya smp karena kecelakaan kerja." Jawab Aqilla, yang kembali meneteskan air matanya."Ya sudah, mari kita temui ibu kamu, dan bawa kerumah sakit saja, masalah pa Erga biar saya yang mengurus," ucapan Teguh. Membuat Aqilla, semakin meneteskan air matanya semakin kencang, dia tidak berdaya dengan pemuda di sampingnya 'Terimakasih, Tuhan, Engkau perte
Malam itu pun tiba, Teguh datang ke mansion Brian. Tentunya disana Brian sudah menunggu, Teguh juga di sambut dengan baik disana."Guh, bagaimana kabar kamu," tanya Brian kepada Teguh." Saya, baik, Pak , bagaimana dengan Pak Brian?" Balas Teguh kepada Brian , kemudian Brian tersenyum.Pak Brian bukanya menjawab, tapi malah tersenyum, dan meminta Teguh untuk duduk."Sini, duduk, nak … ,ada yang perlu saya sampaikan." Ujar Brian kepada Teguh, dengan ekspresi yang serius, karena ada hal penting yang ingin Brian beritahu kepada Teguh.Teguh, patuh dan duduk. Namun hal yang mmebuat teguh sedikit tidak tenang, bagaimana Clara juga ada disana, dengan penampilan yang luar biasa."Teguh, saya, sebenarnya ingin memberitahukan, bahwa kamu … kamu harus segera bersiap, untuk menggantikan saya, untuk mengambil alih mengelola Wiratama Group" Ucap Brian, dengan memandang Teguh dengan serius, ini termasuk hal yang tiba-tiba.Jelas, Teguh yang mendengar ini di buat sangat kaget, diangkatnya dia menjadi
Keesokan harinya, Teguh, seperti biasa pergi ke kampus, dan seperti biasa memarkirkan mobilnya di Mall dekat kampus. Dia berjalan masuk ke kelasnya, dan teman - temanya sudah menunggunya. "Widih si tampan, sudah datang he … he …." ujar Ardi teman Teguh , merekapun duduk dan berbincang seputar mata kuliah hari ini, karena di mata kuliah kali ini dosenya terkenal killer dan tidak ada toleransi.Seusai kelas kuliah, mereka menuju ke kantin, untuk mengisi perut, namun kali ini Teguh, yang mentlaktir mereka, sontak teman-temanya pun merasa senang.Selesai makan, mereka kembali ke kelas, dan melanjutkan kelasnya, Teguh berjalan ke kelas kelas dan melihat Indri, berjalan keluar kelas. "Aku duluan ya." Ucap Teguh kepada teman-temanya.Teguh kemudian menuju kearah Indri "Indri" Panggil Teguh, seraya berjalan, Indri yang mendengar orang memanggilnya, dia menoleh ke arah itu , dan dia melihat Teguh berjalan kearahnya. "Eh Guh, ada apa," tanya Indri kepada Teguh."Enggak, pulang bareng yok, s