Share

Bab 2 Siapa Pak Brian?

Akhirnya, hari presentasi itu tiba, dan dengan jantung yang berdegup kencang, pemuda itu terus saja bolak-balik di depan ruang presentasi di mana klien sudah menunggu, sementara dirinya juga menunggu untuk dipanggil oleh managernya.

"Teguh, silakan masuk." Manager memanggil Teguh untuk masuk, dan wajah yang sejak tadi menyiratkan kegugupan itu langsung berganti dengan wajah penuh wibawa.

"Selamat siang, semuanya," sapa Teguh bersikap seperti orang yang sudah terbiasa berhadapan dengan klien, karena dia sudah mempelajari semua teknik itu dari Youtube dan G****e.

Teguh menyuruh notulen menyalakan layar projektor, sedangkan Teguh mengambil laser untuk menunjuk setiap pokok bahasan produk yang hendak dia jelaskan. Teguh menunjukkan sikap luwes, membuat managernya tersenyum dengan awal pembukaan yang baik dari pemuda itu.

"Baik, kita mulai saja dari jenis dan bahan produk yang akan kami tawarkan dalam ...."

Ceklek

Suara pintu dibuka membuat semua yang ada di ruangan itu menoleh karena seoramg lelaki paruh baya tiba-tiba saja datang. Semua orang itu mengangguk dan tersenyum kepada seseorang yang merupakan Direktur Utama dari perusahaan itu, sementara Teguh membuka mulutnya, terkejut dengan siapa yang dia lihat karena merasa kenal.

"Silakan, lanjutkan presentasinya." Lelaki yang berusia lebih dari setengah abad itu duduk dengan tenang di kursi kebesaran.

Sejenak, Teguh merasa dunianya serasa berputar, dia mengingat jika lelaki paruh baya yang dia lihat di hadapannya adalah orang tua yang kehilangan uang saat di terminal.

"Teguh, cepat lanjutkan!" bisik managernya membuat Teguh terperanjat dan meminta maaf, lalu melanjutkan presentasi dengan baik, dan membuat klien terkesan hingga memutuskan untuk menerima kerja sama dengan perusahaan tempat Teguh bekerja.

Teguh mengucap syukur, kerja kerasnya terbalaskan, dan tanpa Teguh tahu bahwa setelah ini dia akan naik jabatan.

"Terima kasih, Teguh, kamu sudah melakukan yang terbaik. Tingkatkan lagi." managernya mengajak Teguh berjabat tangan.

"Sama-sama, Pak, saya senang kalau bisa memberi kontribusi baik untuk perusahaan." Teguh menoleh pada Brian yang menghampirinya setelah mengantarkan para klien keluar dari ruangan.

"Hmmm ... Bapak ini ...." Teguh bersalaman dengan Brian yang menyentuh pundaknya.

"Teguh, perkenalkan ini Pak Brian, Direktur di perusahaan utama sekaligus pemilik perusahaan dan semua cabangnya," ujar sang manager membuat Teguh membuka mulutnya tak percaya.

"Sa-saya Teguh, Pak." Teguh kembali menyalami Brian dengan membungkukkan badannya.

"Ya, saya tahu, kita sudah saling kenal, kan?" Brian tersenyum lebar dan meminta manager membiarkan dirinya dan pemuda itu berbincang di ruangan tersebut berdua saja.

"Bapak apa kabar? Waktu itu, Bapak sampai dengan selamat, kan?" tanya Teguh membuat Brian terkekeh.

"Alhamdulillah, saya sampai dengan selamat dan itu semua berkat kamu, Teguh. Kamu malaikat penolongku." Brian menatap Teguh yang menggeleng.

"Sudah seharusnya bagi sesama manusia yang membutuhkan, kita saling membantu, Pak." Teguh menunduk, dia masih tak menyangka jika orang yang dia tolong adalah seorang direktur.

"Betul, padahal saat itu saya tahu kalau uangmu hanya 300 ribu, tapi demi membantu saya yang kebingungan, karena semua uang saya ada di dalam dompet yang hilang itu, kamu merelakan sebagian besar uangmu untuk diberikan kepada saya. Kamu memang pemuda yang luar biasa." Brian tersenyum penuh haru.

"Saya ikhlas, Pak, dan alhamdulillah saya juga bisa sampai di Jakarta dan mendapatkan pekerjaan di perusahaan ini," sahut Teguh membuat Brian mengangguk.

"Terima kasih, ya, Teguh. Saya akan selalu ingat jasa kamu itu. Jadi, saya mohon terima ini untuk kamu gunakan keperluan sehari-hari." Brian menyodorkan sebuah kartu berwarna hitam kepada Teguh.

"Apa ini? Saya ikhlas, Pak, jangan seperti ini," tolak Teguh merasa tak enak.

"Tidak, kamu harus menerima ini sebagai tanda bahwa saya menghargai semua kebaikan kamu. Dan sebagai bonus karena kamu sudah membuat klien meloloskan proyek kita, saya akan mengangkat kamu menjadi direktur di perusahaan utama."

Mendengar hal itu, Teguh langsung mengusap wajahnya seraya mengucap syukur yang tak terkira. Setelah menerima black card yang biasanya isinya lebih dari tiga digit uang, kini dirinya diangkat menjadi direktur di perusahaan utama hanya berawal dari sedekah sebesar dua ratus ribu saja.

"Terima kasih, Pak, saya tidak menyangka akan menerima karunia sebanyak ini," ucap Teguh seraya menangis penuh haru.

"Sama-sama. Barang siapa yang menanam kebaikan, maka akan memanen kebaikan pula. Oh ya, ini kartu nama saya. Nanti malam, saya tunggu kamu di alamat ini untuk makan malam di rumah saya. Saya tunggu, ya!" ajak Brian dan Teguh menerima kartu nama itu, juga menerima tawaran makan malam di rumah Brian.

*

Dengan menggunakan kemeja bertangan panjang, Teguh memenuhi undangan makan malam di rumah Brian, yang membuat pemuda itu terpana saking mewahnya rumah tersebut. Baru saja masuk, Teguh sudah disambut oleh pelayan dan dipersilakan masuk lalu diantar ke ruang makan di mana Brian dan keluarganya sudah menunggu.

"Selamat malam," sapa Teguh membuat Brian dan keluarganya menoleh ke arah Teguh yang baru datang.

"Loh, Teguh?" ujar seorang gadis yang ternyata adalah Clara.

"Clara? Kamu ...."

"Ini rumahku," kata Clara membuat Brian tersenyum atas keterkejutan yang ditunjukkan Teguh dan putrinya.

"Duduklah, kita ngobrol sambil makan, ya."

Teguh duduk di seberang Clara karena meja makan di rumah Brian sangat besar dan panjang seperti meja makan ala-ala di kerajaan.

"Ini dia, Pa, Ma, lelaki yang menolongku dari Tomi dan selingkuhannya waktu di mall." Clara memberitahu kedua orang tuanya dengan antusias.

"Iya, yang kemarin kamu ceritakan itu dan ternyata bekerja di perusahaan Papa, kan?" sahut ibunya.

"Iya, aku tidak menyangka Papa mengundang kamu makan malam ke sini, katanya kamu malaikat penolong Papa, Guh!" timpal Clara ceria.

"Benar, jadi ini yang sudah menolong suami saya? Terima kasih, ya, suami saya ini memang sering ngeyel, sudah saya beritahu jangan bepergian memakai kereta api atau bus, tapi keukeuh karena katanya suka. Kalau sudah kena musibah seperti waktu itu kan susah sendiri," kata istri Brian.

"Tidak sendiri, kan ada Teguh yang menolong."

Mereka semua tertawa dan obrolan mengalir begitu saja dalam suasana yang hangat. Sesekali, Teguh dan Clara saling tatap walaupun hanya sekejap membuat Brian dan istrinya saling senggol. Kebetulan ini benar-benar membuat Teguh tak percaya karena selain dipertemukan dengan Brian, dia juga dipertemukan dengan Clara, gadis ceria yang sejak pertama kali melihatnya sudah membuat Teguh suka.

"Ehm ... Teguh tinggal di mana sekarang?" tanya Brian.

"Saya tinggal di rumah sodara saya, Mas Rusli namanya, sedangkan orang tua saya tinggal di kampung."

"Mereka kerja apa?" tanya Clara penasaran.

"Ah, mereka hanya seorang petani, Clara." Teguh menunduk sedih merindukan orang tuanya.

"Aku suka petani, mereka adalah salah satu profesi yang memberi kontribusi besar bagi negara." Clara tersenyum menunjukkan barisan giginya yang rapi.

"Ya, meskipun nasib mereka tidak sebaik kontribusi mereka, tapi tak apa, yang penting berkah," sahut Teguh dengan hati legawa.

"Aku mau ketemu sama orang tua kamu, Teguh. Kebetulan aku kuliah di jurusan Pertanian, aku mau melakukan penelitian dengan didampingi orang tua kamu di kampung!" pinta Clara.

"Ah, kamu itu mau penelitian atau mau pendekatan?" goda sang ibu membuat Clara tersipu malu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status