Share

BAB 5 Senior Yang Songong

Masalah Rendi membuat Teguh semakin terpukul dan belajar bahwa dirinya harus mensejajarkan diri dengan para karyawan yang merupakan bawahannya. Teguh tidak mau selalu disebut direktur modal dua ratus ribu, sehingga dia memutuskan untuk memulai masa kuliahnya meskipun kini sangat sibuk dengan urusan kantor.

Satu bulan kemudian, Teguh masuk kuliah dan mengambil kelas karyawan supaya waktunya lebih fleksibel. Dia menjalani masa ospek atau orientasi mahasiswa bersama seluruh mahasiswa dari semua kelas seangkatannya, dan bisa bertemu dengan kakak-kakak tingkatnya. Termasuk Clara.

Entah kebetulan macam apa karena gadis itu selalu ada dalam setiap moment-nya. Atau mungkin, Tuhan memang sengaja membuat setiap garis kehidupannya bertumpu pada gadis bernama Clara? Teguh merasa senang, dia memiliki teman yang sudah dikenal sebelumnya di kampus elit ini.

"Teguh!" panggil Clara melambaikan tangannya. Seperti biasa, dia datang bersama perawatnya karena masih belum mampu berjalan akibat kecelakaan yang menimpanya beberapa bulan yang lalu.

"Clara?" Teguh balik memanggil nama Clara dengan wajah penuh keterkejutan.

"Kamu ternyata kuliah di sini juga?" tambahnya lagi.

"Iya, Aldo sengaja kali daftarin kamu di kampus yang sama dengan aku," kekeh Clara membuat Teguh tersipu. Clara memang selalu blak-blakan kalau bicara sehingga seringkali membuat Teguh GR.

"Dia tidak bilang kalau kamu kuliah di sini juga sih. Berarti aku adik tingkat kamu dong, ya?" kata Teguh tersenyum lebar.

"Ya, di kantor kamu memang direktur, tapi di sini kamu adik kelas aku." Clara tertawa.

"Sssstt ... nanti ada yang dengar. Kamu jangan bilang sama siapa pun kalau aku direktur di perusahaan Papamu, ya, aku malu. Di sini, aku mahasiswa, sama seperti yang lainnya."

Clara mengangguk seraya tersenyum, dia lalu mengajak Teguh berkeliling kampus selagi ospek belum dimulai. Teguh mengikuti Clara yang melajukan kursi rodanya dan sesekali membantu gadis itu jika kesulitan, sementara perawat disuruh menunggu di mobil saja.

Sesekali, Clara melirik pemuda di sampingnya, merasa lucu karena Teguh memakai baju yang sederhana, kaos putih polos, celana olahraga, dan papan nama yang menggantung di lehernya.

"Kamu seperti anak SMA yang mau MOPD, Guh." Clara tergelak.

"Tugasnya harus seperti ini, aku juga sedikit kurang percaya diri." Teguh tertawa malu seraya menggaruk pipinya.

"Lucu kok, wajah kamu memang baby face, masih cocok jadi anak SMA," celetuk Clara dan Teguh menunduk dengan debar jantungnya yang semakin tak tentu irama.

Di saat itu pula, panggilan bagi mahasiswa baru supaya berkumpul di lapangan menggema di seantero kampus. Teguh langsung bergegas, dia berpamitan pada Clara. Namun, seorang mahasiswa anggota senat tiba-tiba datang dan memarahi Teguh yang tidak langsung berlari saat dipanggil panitia ke lapangan.

"Hey, anak baru! Cepat, jadi mahasiswa itu gesit, bukan malah godain kating!" bentak mahasiswa yang seangkatan dengan Clara itu.

"Hey, dia temanku!" ujar Clara pada Robin yang merupakan teman satu kelasnya.

"Apa aku tidak salah dengar, Clara? Kamu memiliki teman seperti ini?" selorohnya sembari memandang Teguh dengan tatapan mengejek.

"Tak apa, Clara, memang aku yang salah. Aku pergi dulu, ya!" pamit Teguh seraya berlari dan Clara merasa bersalah.

Robin mengusap kepala Clara sekilas lalu pergi menyusul ke lapangan. Lelaki itu adalah anggota senat yang terkenal songong dan menyukai Clara sejak lama, akan tetapi gadis itu tak pernah membalas cintanya.

***

"Yang barusan telat, ke depan!" teriak Robin pada Teguh yang langsung menelan saliva, dia sangat tegang dengan situasi ospek yang ternyata tidak menyenangkan seperti yang dia kira.

"Push up 100 kali, mulai!"

Teguh melakukan perintah kakak tingkatnya, sedangkan peserta ospek yang lain hanya menunduk ketakutan, karena Robin menunjukkan sikap arogan hanya karena salah satu calon mahasiswa terlambat beberapa menit saja.

Clara yang melihat dari kejauhan semakin cemas dan geram pada sosok Robin yang selalu songong dan seenaknya, Clara bahkan menyuruh temannya yang sama-sama panitia ospek untuk menegur Robini supaya tidak kelewatan.

"Susah, Robin kalau ditegur malah suka balik marah," balas temannya itu.

Teguh sudah sangat kelelahan, terik matahari membuat rasa lelahnya bertambah berkali-kali lipat. Namun, Robin malah tersenyum puas, dia memberi tugas pada calon mahasiswa lain dan membiarkan Teguh yang sudah sangat lemah.

"Kalian silakan minta tanda tangan minimal sepuluh dosen sesuai dengan jurusan dan fakultas kalian. Kalian sudah memiliki daftarnya, kan?" titah Robin dan mereka langsung berhamburan ke ruang dosen, ada juga yang sampai masuk ke kelas karena beberapa dosen sedang mengajar mata kuliah.

"Hey, siapa nama kamu?!" tanya Robin dengan membentak.

"Teguh, Kak. Sudah selesai, apa saya langsung minta tanda tangan dosen juga seperti yang lainnya?"

Robin lalu menoleh ke arag koridor di mana Clara terus saja menatap Teguh. Hal itu membuat Robin merasa cemburu dan ingin melampiaskannya pada Teguh.

"Tidak, tidak! Kamu lari sebanyak 10 putaran keliling lapangan, baru minta tanda tangan!" perintah Robin.

"Tapi, saya takut nanti tidak sempat mengerjakan tugas lain, Kak. Saya juga perlu berkenalan dengan para dosen seperti calon mahasiswa lainnya." Teguh melawan, tapi dengan cara baik-baik.

"Berani melawan kamu, hah?!" teriak Robin membuat Teguh merasa jika lelaki itu sengaja mempermainkannya.

Padahal, Teguh hanya terlambat dua menit saja saat memasuki lapangan, tapi hukuman yang dia terima sangat tidak sepadan. Ini terlalu berlebihan.

"Saya hanya terlambat dua menit, Kak, apa hukuman yang Anda berikan tidak terlalu berlebihan? Saya juga harus mengerjakan tugas lain yang sama dengan calon mahasiswa lainnya. Kalau saya lari sepuluh putaran, maka waktu saya tidak akan cukup."

"Dasar anak baru sok bijak!" bentak Robin lagi dan hampir saja memukul Teguh, tapi ditahan oleh temannya.

Namun, emosi Robin yang sudah kesal sedari tadi sudah tidak bisa ditahan lagi, dia malah mengajak duel kepada Teguh yang langsung menolak karena baginya, hal ini bisa diselesaikan dengan baik-baik.

"Kamu pergi saja sana, jangan diladeni si Robin ini!" titah panitia lain yang menahan Robin.

Teguh akhirnya lari menghampiri Clara yang memanggilnya, akan tetapi Robin malah mengejarnya lalu memukul Teguh dari belakang membuat pemuda itu tersungkur.

"Teguh!" pekik Clara ingin membantu, akan tetapi sulit karena dia pun tak berdaya, hanya bisa duduk di kursi roda.

"Kemari kamu, kita duel di sini sekarang juga. Di hadapan Clara." Robin menatap Clara yang mengerutkan dahinya.

"Kamu ini apa-apaan sih, Rob? Teguh salah apa sama kamu sampai kamu seliar ini? Seharusnya kamu menunjukkan wibawa kamu sebagai panitia!" tegur Clara.

"Dari awal, dia sudah menyebalkan, Clara!" sahut Robin.

"Menyebalkan apa? Dia mengikuti semua peraturan. Kalau mau, salahkan aku saja karena aku yang membuat dia terlambat." Clara membela Teguh.

"Sudah, Clara, ini bukan salah siapa-siapa, ini salah dia yang arogan sebagai panitia."

Mendengar Teguh yang berbicara seperti itu, Robin semakin geram, dan kali ini dia benar-benar akan membuat perhitungan pada Teguh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status