Share

Bab 4

“Maaa, Mamaaa ...,” Suara Dareen terdengar sampai ke dalam kamar. Yeona semringah setelah mendengar suaminya pulang, dengan bahagia dia berlari ke arah pintu lalu membukanya.

Seketika bibir Yeona mengerut setelah melihat Dareen menggandeng, Arshinta, sahabatnya. Yeona terpaku di depan pintu.

Dareen dan Arshinta menatap Yeona. Arshinta malah memeluk lengan Dareen sebelah kiri.

Arshinta—wanita tinggi semampai, berambut lurus nan panjang sepinggang, bodi yang melingkuk bagai gitar spanyol, membuat Dareen tergoda.

“Apa maksud kalian?” Sentak Yeona lirih.

“Aku hamil anak, Dareen, dan kami akan segera menikah,” sahut Arshinta tersenyum sinis menatap Yeona.

Yeona terpaku menatap mereka, pandangannya kabur terganggu oleh air mata yang menggenang di kelopak mata.

Tangan Arshinta beralih merangkul pinggang Dareen, dia memanjakan diri dengan menempelkan kepalanya ke pundak Dareen.

Pemandangan itu membuat amarah Yeona menyala-nyala.

“Dasar kamu pelakor!” sentak Yeona berjalan cepat menuju Arshinta lalu mendorong bagian dadanya.

“Jangan kau sentuh dia!” Mata Dareen melotot menatap mata Yeona dengan telunjuk jari tepat di depan mata Yeona.

Dareen tidak mau Arshinta kenapa-kenapa karna ada janin di dalamnya.

Tak ada lagi yang bisa di katakan oleh Yeona selain mengeluarkan rasa sakitnya lewat air mata.

Yeona mengepal kedua tangannya dengan erat. Rambut lurusnya terurai sedikit melambai-lambai karna terkena angin sepoi-sepoi.

“Eeeeh, Anak, Mamaaa,” ucap Adenna sambil memeluk dan mencium Dareen, putranya.

“Eh, ini siapa?” tanya wanita paruh baya itu memandang Arshinta, tanpa menghiraukan Yeona.

Arshinta tersenyum manis memandang Adenna, dia menyalami dan mencium punggung tangan Adenna mencari perhatian penuh.

Adenna—istri pengusaha kaya raya di Jakarta Selatan, memiliki sifat yang tidak baik. Dia selalu saja menyalahkan Yeona karna sampai saat ini Yeona belum memberikan seorang cucu padanya.

Adenna memiliki tubuh sedang, berambut lurus sebahu, berkulit putih dan memakai kaca mata.

“Ma, kenalin ini Arshinta.” Dareen melirik ke arah Yeona dengan pandangan sinis. Tangannya merangkul pinggang Arshinta.

Hati Yeona terasa tercabik-cabik karna sepertinya orang-orang di sana tidak ada yang menghargainya.

Tak tahu kesurupan setan apa suaminya hingga dia bisa seperti ini.

“Mas! Kamu?” ucapan Yeona terhenti. Dia tak mampu melanjutkan lagi karna rasa pahit di dalam tenggorokan terasa amat sangat.

“Yeo, sudahlah, terima saja. Bukannya kamu tidak bisa memberi keturunan untuk Mama?” ucap Adenna santai tersenyum memandang Yeona berharap Yeona akan menerima Arshinta di rumah ini.

“Tapi, Ma-“

“Yeo, ini sudah keputusanku, lagian Arshinta juga sudah hamil anakku,” ucap Dareen sekilas memandang Yeona lalu mengalihkan pandangannya pada Adenna.

Dareen memancing Adenna supaya menerima Arshinta sebagai menantunya.

Wajah Adenna berseri mendengar dia akan mendapatkan seorang cucu dari putranya. Dia merentangkan tangan dan Arshinta berhambur ke pelukannya.

Melihat pemandangan itu, Yeona tak kuat. Dia terpaksa melangkahkan kaki mengarah ke kamar dengan air mata yang terus mengucur.

“Jadi kapan kalian menikah?” pertanyaan yang di lontarkan Adenna masih terdengar oleh Yeona saat dia sampai di pintu dapur.

“Secepatnya, Ma,” jawab Dareen.

Yeona masuk ke dalam kamar, dia menghempaskan tubuhnya di ranjang, menangis sesenggukan dengan tangan meremas tepi bantal.

Yeona menoleh ke arah meja rias, di sana sudah tersedia sebuah kotak kecil berwarna hitam berisi tes pack yang akan di berikan pada Dareen.

Tapi Yeona mengurungkan niatnya memberikan pada Dareen, karna semua itu hanya bisa menyakiti hatinya saja.

Dareen dan Yeona sudah menikah sejak tiga tahun yang lalu, tapi mereka belum di karuniai seorang anak. Sudah banyak usaha yang mereka lakukan tapi tetap tidak berhasil.

Sejak sebulan lalu Yeona merasa ada yang aneh dari tubuhnya. Cepat lelah, sering mual bahkan muntah. Dia pergi ke dokter sendirian untuk memeriksa keadaannya, dia kira hanya demam biasa tapi dokter menyatakan bahwa dia sudah mengandung janin berusia empat Minggu.

Yeona menatap pintu setelah mendengar hendel pintu bergerak. Dareen masuk dan duduk di sampingnya.

“Yeo, aku mohon. Kamu harusnya bisa mengerti, itu untuk kebaikan kita juga.”

“Apa kamu tidak menginginkan seorang anak?” lanjutnya.

Dareen memegang pundak sebelah kanan Yeona, tapi secepatnya Yeona mengelak. Merasa jijik dengan sentuhan suaminya.

“Sudah berapa lama kalian berhubungan?” tanya Yeona dengan nada datar. Sesekali Yeona mengusap air matanya.

“Sejaak, dua bulan lalu,” sahutnya sambil menghela nafas.

Seketika tangan Yeona mendorong kuat lengan Dareen, Dareen hanya diam tanpa kata. Dia memandang Yeona dengan rasa bersalah, tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa karna semua sudah terlanjur.

Di luar Arshinta bersama ibunya sedang berbincang, menceritakan tanggal dan tema pernikahan Dareen dan Arshinta.

“Pulangkan aku ke rumah ibu!” ucap Yeona ketus memandang Dareen dengan rasa penuh kebencian.

“Jadi kamu?”

“Itu keputusanku,” sahut Yeona.

Dareen tidak bisa menjawab apa-apa, seketika bayangan ibu Yeona terlihat di matanya.

Eun—wanita paruh baya yang selalu berdandan sederhana walaupun dia istri dari seorang pengusaha.

“Yeo, aku mohon rubahlah keputusanmu,” ujar Dareen dengan suara lembut merayu.

Yeona tak menghiraukan, dia beranjak dari duduknya berjalan ke arah lemari dengan tangan meraih kotak kecil di atas meja rias lalu mencampakkannya ke sudut ranjang supaya tidak terlihat oleh Dareen.

Yeona memilih menutupi semua ini dari Dareen karna percuma saja toh Dareen akan bahagia bersama istri barunya.

Dareen keluar kamar dengan rasa lesu karna dia menyesal telah melukai hati Yeona, wanita yang sudah susah payah untuk di dapatkan kala itu.

Kemeja yang lusuh dengan dasi yang mereng tak di hiraukannya lagi. Dia merasa bersalah karna tidak minta persetujuan dari Yeona sejak awal.

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu.

“Masuk!” Yeona menoleh ke arah pintu, Bik Asih berdiri di sana.

“Ada apa, Bik?” tanya Yeona memandang Asih sambil memegang sehelai pakaian yang baru saja dia ambil dari dalam lemari.

“Non, makan siang sudah selesai,” ucap Bik Asih dengan kepala menunduk.

Karna tak ada jawaban, perlahan Bik asih mengangkat kepalanya dan memandang wajah Yeona sembab akibat menangis.

“Non, kenapa?” tanya Bik Asih memberanikan diri berjalan ke dekat lemari di mana Yeona ada di sana.

“Aku, mau pergi dari sini, Bik,” sahutnya. Yeona meneruskan mengambil pakaian dan di letakkan di atas ranjang.

Tangannya memilah-milah pakaian yang akan di bawanya pulang ke rumah orang tuanya.

“Non, itu yang di luar-“

“Karna itulah aku memilih pergi, Bik,” Yeona memotong ucapan Asih dengan rasa kesal.

Tak pernah di bayangkan oleh Yeona, kenapa suaminya Setega itu. Padahal sejauh ini belum ada pertengkaran hebat di dalam rumah tangganya.

Memang mereka menginginkan seorang anak hadir di tengah-tengah mereka, tapi Dareen malah mengambil jalan yang salah.

“Non, tapi-“

“Bik, sudah tidak apa-apa, biar aku yang mengalah,” ucap Yeona. Dia sudah tidak bisa memilih pilihan lain karna percuma saja dia berada di rumah itu, pasti Mama mertuanya bakal lebih kejam memperlakukannya.

Adenna tidak pernah mengerti dengan perasaan Yeona, dia selalu memarahi Yeona, mencaci, bahkan memaki karna keinginannya untuk mendapatkan cucu belum terpenuhi.

Yeona mengeluarkan koper berukuran besar dari dalam lemari, wajahnya meringis keberatan. Tangan Bik Asih secepatnya membantu.

“Non, itu apa?” tanya Bik Asih memandang sebuah kotak kecil berisi tes pack yang di campakkannya di sudut ranjang.

“Tes pack, Bik,” sahutnya. Satu persatu baju di lipat dan di masukkan ke dalam koper.

Asih terperangah memandangnya, kala mengingat benda itulah yang di nanti-nanti keluarga ini. Asih memandang dengan mata membelalak dan kedua telapak tangannya menutup mulut.

Asih melangkah menuju sudut ranjang, tangannya akan meraih kotak kecil itu sambil gemetaran.

“Non, ini sungguhan?” tanya Asih memandang Yeona sambil memegang kotak kecil itu yang sudah terbuka.

“Iya, Bik.” Yeona menundukkan kepala menghadap Bik Asih.

“Non, Bibi akan bilang pada Tuan-“

“Jangan bik!” Yeona meraih lengan Asih yang sudah melangkah sampai di dekat pintu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status