"Tenang, Mbak. Jangan ngamuk sekarang. Lebih baik kita pulang, dan persiapkan kado terindah untuk pernikahan mereka," lirih Aish.
"Ayok, kita keluar dari sini. Mbak butuh waktu menenangkan diri." Aish menarikku menuju kasir, dan mengajakku pergi."Ah! tega sekali Mas Wisnu menghianatiku. Apa kurangku selama ini, hah? tega sekali kamu, Mas!" teriakku.Aish sengaja mengajakku ke sebuah taman. Dia bilang, aku bebas mengekspresikan segala rasa sakit yang ada di hati pada tempat ini. Taman ini cukup luas, dengan pepohonan yang rindang. Cukup memberi ketenangan kepadaku. Untung saja, suasana tidak terlalu ramai, sehingga bebas berteriak. Meskipun, sesekali, ada beberapa orang yang menatap heran. Mungkin, dia pikir aku gila.
"Udah ngamuknya, Mbak?" tanya Aish enteng sambil duduk minum es teh.
"Ih, Aish, kamu kenapa tenang banget sih? harusnya ikut kesel dong. Mbakmu ini dikhianati, bahkan mau dipoligami. Edan, kamu malah setenang itu."
"Hahaha, terus aku harus apa, Mbak? ngamuk-ngamuk di sini, atau di depan Mas Wisnu? apa itu akan merubah keadaan?"
"Ya sudah, lebih baik, aku temui mereka. Kemudian, mencekik dua manusia pengkhianat itu," ucapku geram."Silahkan, setelah itu, Mbak akan dipenjara. Ditambah lagi, Allah akan membenci dan melaknat Mbak. Belum tentu juga mereka mati. Yang ada, mereka malah hidup bahagia, sedangkan Mbak merana," jawab Aish sambil menyunggingkan senyum.
"Terus, Mbak harus apa?"
Aku duduk di samping Aish. Hati ini sangat hancur. Separuh hidupku seakan pergi. Rasanya seperti hidup tapi mati.
"Harus bermain cantik."
"Maksudnya?"
"Buat mereka kapok dan jera, tentu dengan cara-cara gila tapi tidak di luar batas."
"Gimana caranya?"
"Kita gagalkan saja pernikahan mereka."
"Tidak bisa." Suara bariton tiba-tiba mengagetkan kami.
"Pak Arka, kenapa ada di sini?"
"Dek Aish, yang menyuruhku datang ke sini, dan meminta bantuan."
Aku tatap Aish meminta jawaban. Kenapa dia suka sekali melibatkan Arka dalam masalah pribadiku. Apalagi, dia hanya orang asing. Aku masih tidak percaya.
"Iya Mbak, Aish nyuruh Mas Arka ke sini, takutnya Mbak nekat bunuh diri. Ngeri dong, Aish sendirian nenangin Mbak."
Sontoloyo, Adikku ini memang minus akhl*q. Bisa-bisanya menyangka aku akan bunuh diri. Padahal, anti bagiku melakukan jalan pintas yang dimurkai pencipta. Seberat apapun hidup, harus dihadapi. Kesempatan tinggal di dunia hanya sekali, jadi jangan diakhiri karena alasan konyol.
"Apa maksudnya tidak bisa? aku yakin, jika datang kesana di waktu yang tepat, pernikahan mereka akan gagal."
"Info yang baru aku tahu, ternyata Aida dan Wijaya sudah menikah beberapa bulan lalu secara siri. Besok, hanya akan melangsungkan resepsi."
Kaki lemas, badan seakan tidak bertulang. Fakta baru ini, cukup dahsyat mengguncang jiwaku."Apa? Mas Wisnu benar-benar edan." Aish menggelengkan kepala dengan raut murka.
"Tenang, kita bisa buat rencana untuk mengacaukan pernikahan mereka.""Aish setuju, kita susun rencana secantik mungkin. Kehadiran Mas Arka dipihak kita, akan lebih memudahkan rencana ini."
Aish dan Arka saling melempar senyum. Sedangkan aku, tidak tahu harus berbuat apa. Mungkin, lebih baik mengikuti ide gila mereka. Aku percaya, apapun rencananya, pasti menguntungkan diriku.
******
Mentari menyambut resepsi pernikahan Mas Wisnu dengan ceria. Tidak ada tanda-tanda hujan akan datang. Namun, hujan buatan akan aku ciptakan. Anggap saja, lambang air mataku yang menangisi mereka.Arka sudah siap dengan mobil pemadam kebakaran yang telah disewa.Ada sekitar dua unit mobil pemadam kebakaran sudah siap dikerahkan. Beruntung, Arka punya orang dalam di bagian petugas pemadam. Dia mau membantu kami, setelah aktingku yang sangat menyakinkan sebagai istri yang teraniaya.
Aish, sudah siap di parkiran dengan pasukan preman yang kami sewa. Sekitar sepuluh orang preman, siap mengobrak-abrik acara hari ini.Sedangkan aku, sudah ada di dalam kotak besar, yang dihias seperti kado pernikahan. Pihak Wedding organizer Kusumadewi akan memberitahukan bahwa kotak ini, merupakan hadiah dari orang yang tidak di kenal. Kemudian, akan di buka di panggung oleh pembawa acara yang sudah kami briefing.
Dari semalam, semuanya sudah dipersiapkan sebaik mungkin. Mas Wisnu dan Aida tidak akan melupakan momen ini dalam hidupnya.
"Mbak Elina, siap-siap, kotak besar beserta Anda di dalamnya, akan di bawa ke tempat resepsi.""Baik," jawabku melalui panggilan W******p.
"Nah ini dia, hadiah spesial dari seseorang di resepsi pernikahan Aa Wijaya dan teh Aida."
Suara tepuk tangan terdengar sangat meriah. Sayang, aku tidak bisa melihat ekspresi heran bercampur penasaran pada wajah Mas Wisnu dan Aida.
"Oke, silahkan, kedua mempelai pengantin untuk membuka pita kado ini. Yuh, kita panggil pengantinnya biar naik ke panggung. Ayok kita panggil."
"Pengantin ... sini dong ...."
"Pengantin ... sini dong ...," riuh para tamu undangan.
"Baik tamu undangan sekalian, pengantin kita, sudah ada di panggung. Mari kita hitung mundur, sebelum mereka membuka kadonya. Ayok bareng-bareng."
"Tiga."
"Dua."
"Satu. Silahkan dibuka!"
Brugh!
Saat pita ditarik, keempat sisi kotak tersebut terbuka. Bagian atas berupa kain langsung jatuh ke bawah menutupiku.
"Happy wedding, Mas Wisnu Hardana Wijaya dan Aida Anandita," ucapku sambil menampakan diri di depan mereka.Mas Wisnu menggunakan jas putih yang sangat elegan. Aida mengenakan gaun putih dengan Payet mewah dan cantik. Rambutnya di sanggul, diberi mahkota yang menambah kecantikannya.Saat melihatku, tidak ada ekspresi bahagia seperti semula. Mereka hanya mematung. Bunga di tangan Aida terjatuh begitu saja. Bahkan, Wajah Mas Wisnu mendadak pucat seperti mayat.
"Ko, bengong? oh iya, aku harus kenalan dulu. sore para tamu undangan, perkenalkan saya Elina Ayu karisma. Istri pertama dari Wisnu hardana Wijaya. Sekaligus sahabat Aida Annadita. Mereka berdua sudah mengkhianati saya. Menikah diam-diam, dan tanpa rasa malu, malah mengadakan resepsi pernikahan."
Bulir bening mengalir begitu saja. Aku hapus dengan kasar. Mereka harus lihat, bahwa aku kuat.
Sosok ibu mertua, ikut menatapku di kursi pelaminan. Ternyata Mas Wisnu dan Ibunya sudah sekongkol membohongiku. Entah setan mana yang merasuki mereka, sampai tega menghancurkan hati ini.
"Ih, Aida ternyata pelakor, gak nyangka," ujar tamu undangan.
"Gila, cantik-cantik jadi perebut suami orang."
"Mas tolong hentikan semua ini, aku malu," rengek Aida.
"Masih punya urat malu?" tanyaku mengejek.
Mas Wisnu hanya membisu. Sorot matanya memancarkan kesedihan. Ah, dia masih bisa berakting seperti itu. Aku tidak akan luluh.
"Elina, tolong ikhlaskan pernikahanku dengan Mas Wisnu. Ini takdir, Elin," dalih Aida.
"Hahaha, kamu sudah tidak waras. Tenang, aku tidak akan lama di sini. Tidak Sudi melihat kalian. Silahkan saksikan pertunjukan yang sudah aku persiapkan sebagai kado pernikahan spesial dariku."
"Apa maksud kamu, Elin?" Aku hanya tersenyum jahat melihat wajah cemas Aida.
"Sekarang," intruksiku.
Aish langsung datang bersama gerombolan preman. Disusul tim pemadam membawa selang hydrant. Semua mata menatap tanpa berkedip. Pertunjukan spesial, akan dimulai.
"Sekarang," intruksiku. Aish langsung datang bersama gerombolan preman. Disusul tim pemadam membawa selang hydrant. Semua mata menatap tanpa berkedip. Pertunjukan spesial, akan dimulai. "Serang!" teriak Aish. "Apa-apaan, ini?" tanya Aida panik. Brak! Brak! Para preman langsung mengubrak-abrik meja, kursi dan merusak pelaminan serta hiasan pesta lainnya. Sedangkan para pemadam, menyemprotkan air berkekuatan tinggi. Menyiram para tamu undangan dan keluarga Mas Wisnu di pelaminan. Satu petugas lainnya, khusus menyiram Aida dan Mas Wisnu. "Arrgh!" Para tamu undangan berhamburan keluar tempat resepsi. "Arrgh! gila kamu Elina!" teriak Aida histeris saat terkena semprotan air. Aku sengaja menepi ke tempat yang aman dari penyemprotan. Menjauh dari mereka. Rasanya Puas melihat kericuhan ini. Ide Aish dan Arka memang luar biasa. Dibandingkan harus bersikap kriminal dengan cara mencekik atau mengancam mereka, lebih baik, mengacaukan acaranya dengan perbuatan konyol seperti ini. Tidak aka
"Oh, tentang uang itu. Tidak usah dikembalikan." Aku mengernyitkan dahi, mencerna ucapan Arka. Lalu, menatap Aish meminta pendapat atas kebingunganku. Aish hanya tersenyum santai. "Maksud anda gimana, yah? Maaf Pak, Anda pikir saya tidak mampu membayarnya? Saya bisa bayar sendiri. Jadi, Bapak gak usah repot-repot membayarkannya. Tolong, diterima. Jangan macam-macam," hardikku. "Bukan gitu maksud saya, Mbak Elin. Tolong jangan salah paham." "Terus maksud Bapak apa?" tanyaku dengan intonasi tinggi. "Saya tidak ingin, uangnya dikembalikan karena ingin menjalin kerja sama sama Mbak Elin. Jadi, anggap saja, uang itu modal awal saya." Kepalaku makin oleng mendengar penjelasan Arka. Sebenernya apa yang dia mau? ribet dan berbelit-belit. "Aduh, Mbak Elin Lola banget. Jadi, Mas Arka mau colab bisnis di bidang restoran sama Mbak Elin," papar Aish geregetan. "Kerja sama? Anda tahu dari mana saya punya bisnis restoran?" "Aish yang cerita. Saya jadi tertarik menjadi panter bisnis anda. Keb
"Mbak Elin!""Astagfirulloh, kenapa sih, teriak-teriak."Suara cetar Aish menyadarkanku dari lamunan. Kembali ke rumah, malah mengingatkanku pada memori indah selama enam tahun ini, bersama Mas Wisnu."Lagian ngelamun Mulu. Mulai di perjalanan, sampai di rumah, masih aja ngelamun. Tenang ajah, Mas Wisnu pasti pulang," tegur Aish.Sejak siang, sampai malam ini, bayangan Mas Wisnu dan kejadian kemarin, masih terekam jelas di ingatan. Rasanya seperti mimpi. Aku ingin bangun dari mimpi buruk ini, akan tetapi, semuanya memang sudah terjadi. Bukan khayalan apalagi bunga tidur."Apa iya, Aish?""Iya. Dia kelihatannya masih sayang sama Mbak. Tapi kenapa mendua, yah? sepertinya, ada misteri yang harus kita pecahkan, Mbak.""Misteri?""Iya. Dari ucapan dan tatapan Mas Wisnu sama Ibunya, Aish yakin, ada yang tidak beres tentang pernikahan Mas Wisnu dan Aida.""Hal yang tidak beres apa, Aish?""Ya, mana Aish tahu. Ini baru dugaan. Mangkanya, kita cari tahu.""Bener juga, sih. Terus Mbak harus apa
Aku hanya bisa geleng-geleng mendengar pengakuan Aish. Dia sangat cerdas. Meskipun, rasa tidak tega sangat kuat kepada Mas Wisnu."Aish, apa tidak bahaya? kenapa Mas Wisnu yang dikasih obat pencahar. Harusnya si Aida.""Aish sengaja melakukan itu, agar Mbak bisa caper sama Mas Wisnu. Biar dia sadar, kalau Mbak adalah perempuan yang sangat tulus mencintainya. Ya meskipun, pada waktu yang tepat, Aish berharap kalian bercerai."Perkataan Aish menampar hatiku. Cepat atau lambat, perasaan ini harus sirna. Aku sendiri tidak yakin, bisa kuat saat dipoligami. Walaupun Mas Wisnu berusaha adil, tetap saja, masalah hati tidak bisa dikontrol. Mas Wisnu akan sulit untuk berbuat sama rata menyikapi perasaanku dan Aida."Terus Mbak harus Apa?""Aduh, nanya mulu. Untung punya adik yang kesabarannya seluas sungai Amazon. Nih, kasih obat ini sama Mas Wisnu. Sebelumnya, bawakan teh hangat sama biskuit buat mengganjal perutnya yang kosong.""Ide luar biasa.""Iya dong, siapa dulu dalangnya, Aish.""Hahah
"Neng, Aida kenapa?" Aku hanya menautkan alis tanda tak tahu."Pergi kamu, Setan!""Ayok, kita liat."Drama apalagi yang dibuat madu baruku? pagi-pagi sudah bikin rusuh aja. Terpaksa, aku mengekor di belakang Mas Wisnu. Penasaran dengan apa yang menimpa Aida, sampai berteriak ketakutan."Ada ap-" Mas Wisnu tidak meneruskan ucapannya.Matanya mebelalak menatap Aida. Mas Wisnu menggeleng heran ke arah gundik yang biasanya nampak cantik, berubah bak nenek lampir. Senyum tipis, tersungging di bibirku. Di dalam hati, aku bersorak bahagia memperhatikan ekspresi kepanikan di wajah Aida."Mas, parasku jadi seram gini. Pasti perbuatan Elina. Dasar perempuan gila."Aida menghampirku, siap melayangkan tamparan. Tangan Mas Wisnu, sigap menangkisnya. "Jangan sembarangan nuduh. Dari tadi, Elina bersamaku. Harusnya aku yang nanya, ngapain kamu coret-coret muka gitu.""Aku juga gak tahu, Mas. Pas bangun udah gini.""Mangkannya kalau tidur jangan kaya kebo," cibirku."Diam kamu. Pasti kamu 'kan yan
"Mas, aku juga mau dibelikan Mobil." Aida menerobos masuk. Emosi memicunya lupa diri. Hatiku bersorak girang memandang kecemburuan dari mukanya. "Ada yang ngintip, nih," sindirku. "Mas, kamu harus adil. Aku juga mau dibelikan mobil dan uang 500 juta. Masa Elina doang, aku lebih berhak. Kamu tau 'kan aku yang akan memberi keturunan untukmu?" "Maksud kamu?" tanyaku. Sudah beberapa kali, Aida mengungkapkan kata yang mengisyaratkan bahwa dia tengah mengandung darah daging Mas Wisnu. Apa Aida hamil? tak mungkin secepat itu. "Tidak Neng. Aida memang suka aneh." "Pokoknya, Mas harus memperlakukanku sama rata dengan Elin" "Baik-baik, aku akan adil." "Nah, gitu dong." Kesian sekali Mas Wisnu. Kalau begini, bisa jatuh miskin dia. Namun, biar terjadi seperti ini. Aku senang melihatnya. Mas Wisnu akan merasakan resiko punya dua istri. Satu saja tidak habis, dan ribet, malah nambah lagi. "Mas, aku juga mau dibelikan berlian, yah. Malu dong, pemilik restoran gak punya perhiasan." "Per
POV Wisnu"Nikahi Aida, Wisnu," perintah Ibu saat aku berkunjung ke Bandung."Tidak Bu. Wisnu sudah bilang, balas Budi gak harus menikahinya. Wisnu siap menanggung hidup Aida. Memberinya uang tiap bulan. Asal, tidak menikah dengannya.""Gak bisa Wisnu. Itu permintaan terakhir Pak Reno. Dia ingin kamu menjaga Aida.""Aku bisa menjaganya, tanpa harus menikah dengannya, Bu!" bentakku geram."Tolong, Wisnu, menikahlah dengan Aida, agar kamu bisa punya anak. Lihatlah, sudah enam tahu pernikahan, kalian belum mempunyai anak.""Belum rezeki, Bu. Kami sama-sama subur. Jadi, jangan beri alasan apapun. Sampai kapan pun, Wisnu tidak akan mempoligami Elina. Wisnu sangat mencintainya.""Wisnu, mau ke mana?""Aku mau kembali ke Jakarta.""Wisnu, jangan pergi. Temani Ibu!" teriak Ibu tak aku hiraukan.Aku berlalu pergi dari rumah Ibu. Sungguh, permintaannya diluar akal sehat. Aku sangat mencintai Elina. Perempuan paling sempurna di mataku.Sekuat tenaga, aku tolak permintaan gila dari Ibu. Tak akan
Pov Elina"Tidak, aku tidak mau, Mas. Aku ingin periksa ke Dokter Mawar saja. Dia sahabat kita, pasti memberi pelayanan terbaik," sanggah Aida panik"Halah, kamu takut 'kan? lihat tuh, gundikmu, Mas. Kebakaran jenggot takut ketahuan." Dia pikir aku bodoh dan bisa masuk perangkapnya? oh tidak, semudah itu. Aku sudah bisa membaca kelakuan pelakor model Aida. Sekarang, dia panik karena permainannya sendiri."Diam! biar aku yang menentukan!" bentak Mas Wisnu.Hatiku dongkol kepada Mas Wisnu. Hanya karena istri keduanya, dia membentakku. Tak ada penawar bagi lukaku ini. Tekad semakin bulat untuk menggugat ceria. Modal usaha sudah aku kantongi. Soal aset rumah, aku tak berminat menguasainya.Harta bukan penentu sebuah kebahagian. Hal terpenting, aku punya modal untuk memulai hidup baru tanpa Mas Wisnu. Dibandingkan terus bertahan tapi tersakiti. Uang masih bisa aku cari sendiri. Namun, kebahagian dan kesehatan mental tidak bisa dibeli materi. Buat apa aku berhasil mengeruk harta Mas Wisnu