Share

Part 4

"Tenang, Mbak. Jangan ngamuk sekarang. Lebih baik kita pulang, dan persiapkan kado terindah untuk pernikahan mereka," lirih Aish.

"Ayok, kita keluar dari sini. Mbak butuh waktu menenangkan diri." Aish menarikku menuju kasir, dan mengajakku pergi.

"Ah! tega sekali Mas Wisnu menghianatiku. Apa kurangku selama ini, hah? tega sekali kamu, Mas!" teriakku.

Aish sengaja mengajakku ke sebuah taman. Dia bilang, aku bebas mengekspresikan segala rasa sakit yang ada di hati pada tempat ini. Taman ini cukup luas, dengan pepohonan yang rindang. Cukup memberi ketenangan kepadaku. Untung saja, suasana tidak terlalu ramai, sehingga bebas berteriak. Meskipun, sesekali, ada beberapa orang yang menatap heran. Mungkin, dia pikir aku gila.

"Udah ngamuknya, Mbak?" tanya Aish enteng sambil duduk minum es teh.

"Ih, Aish, kamu kenapa tenang banget sih? harusnya ikut kesel dong. Mbakmu ini dikhianati, bahkan mau dipoligami. Edan, kamu malah setenang itu."

"Hahaha, terus aku harus apa, Mbak? ngamuk-ngamuk di sini, atau di depan Mas Wisnu? apa itu akan merubah keadaan?"

"Ya sudah, lebih baik, aku temui mereka. Kemudian, mencekik dua manusia pengkhianat itu," ucapku geram.

"Silahkan, setelah itu, Mbak akan dipenjara. Ditambah lagi, Allah akan membenci dan melaknat Mbak. Belum tentu juga mereka mati.  Yang ada, mereka malah hidup bahagia, sedangkan Mbak merana," jawab Aish sambil menyunggingkan senyum.

"Terus, Mbak harus apa?" 

Aku duduk di samping Aish. Hati ini sangat hancur. Separuh hidupku seakan pergi. Rasanya seperti hidup tapi mati.

"Harus bermain cantik."

"Maksudnya?"

"Buat mereka kapok dan jera, tentu dengan cara-cara gila tapi tidak di luar batas."

"Gimana caranya?" 

"Kita gagalkan saja pernikahan mereka."

"Tidak bisa." Suara bariton tiba-tiba mengagetkan kami.

"Pak Arka, kenapa ada di sini?"

"Dek Aish, yang menyuruhku datang ke sini, dan meminta bantuan."

Aku tatap Aish meminta jawaban. Kenapa dia suka sekali melibatkan Arka dalam masalah pribadiku. Apalagi, dia hanya orang asing. Aku masih tidak percaya.

"Iya Mbak, Aish nyuruh Mas Arka ke sini, takutnya Mbak nekat bunuh diri. Ngeri dong, Aish sendirian nenangin Mbak."

Sontoloyo, Adikku ini memang minus akhl*q. Bisa-bisanya menyangka aku akan bunuh diri. Padahal, anti bagiku melakukan jalan pintas yang dimurkai pencipta. Seberat apapun hidup, harus dihadapi.  Kesempatan tinggal di dunia hanya sekali, jadi jangan diakhiri karena alasan konyol.

"Apa maksudnya tidak bisa? aku yakin, jika datang kesana di waktu yang tepat, pernikahan mereka akan gagal."

"Info yang baru aku tahu, ternyata Aida dan Wijaya sudah menikah beberapa bulan lalu secara siri.  Besok, hanya akan melangsungkan resepsi."

Kaki lemas, badan seakan tidak bertulang. Fakta baru ini, cukup dahsyat mengguncang jiwaku.

"Apa? Mas Wisnu benar-benar edan." Aish menggelengkan kepala dengan raut murka.

"Tenang, kita bisa buat rencana untuk mengacaukan pernikahan mereka."

"Aish setuju, kita susun rencana secantik mungkin. Kehadiran Mas Arka dipihak kita, akan lebih memudahkan rencana ini."

Aish dan Arka saling melempar senyum. Sedangkan aku, tidak tahu harus berbuat apa. Mungkin, lebih baik mengikuti ide gila mereka. Aku percaya, apapun rencananya, pasti menguntungkan diriku.

******

Mentari menyambut resepsi pernikahan Mas Wisnu dengan ceria. Tidak ada tanda-tanda hujan akan datang. Namun, hujan buatan akan aku ciptakan. Anggap saja, lambang air mataku yang menangisi mereka. 

Arka sudah siap dengan mobil pemadam kebakaran yang telah disewa.Ada sekitar  dua unit mobil pemadam kebakaran sudah siap dikerahkan. Beruntung, Arka punya orang dalam di bagian petugas pemadam. Dia mau membantu kami, setelah aktingku yang sangat menyakinkan sebagai istri yang teraniaya. 

Aish, sudah siap di parkiran dengan pasukan preman yang kami sewa. Sekitar sepuluh orang preman, siap mengobrak-abrik acara hari ini.

Sedangkan aku, sudah ada di dalam kotak besar, yang dihias seperti kado pernikahan. Pihak Wedding organizer Kusumadewi akan memberitahukan bahwa kotak ini, merupakan hadiah dari orang yang tidak di kenal. Kemudian, akan di buka di panggung oleh pembawa acara yang sudah kami briefing.

Dari semalam, semuanya sudah dipersiapkan sebaik mungkin. Mas Wisnu dan Aida tidak akan melupakan momen ini dalam hidupnya.

"Mbak Elina, siap-siap, kotak besar beserta Anda di dalamnya, akan di bawa ke tempat resepsi." 

"Baik," jawabku melalui panggilan W******p.

"Nah ini dia, hadiah spesial dari seseorang di resepsi pernikahan Aa Wijaya dan teh Aida."

Suara tepuk tangan terdengar sangat meriah. Sayang, aku tidak bisa melihat ekspresi heran bercampur penasaran pada wajah Mas Wisnu dan Aida.

"Oke, silahkan, kedua mempelai pengantin untuk membuka pita kado ini. Yuh, kita panggil pengantinnya biar naik ke panggung. Ayok kita panggil."

"Pengantin ... sini dong ...."

"Pengantin ... sini dong ...," riuh para tamu undangan.

"Baik tamu undangan sekalian, pengantin kita, sudah ada di panggung. Mari kita hitung mundur, sebelum mereka membuka kadonya. Ayok bareng-bareng."

"Tiga."

"Dua."

"Satu. Silahkan dibuka!"

Brugh!

Saat pita ditarik, keempat sisi kotak tersebut terbuka. Bagian atas berupa kain langsung jatuh ke bawah menutupiku.

"Happy wedding, Mas Wisnu Hardana Wijaya dan Aida Anandita," ucapku sambil menampakan diri di depan mereka.

Mas Wisnu menggunakan jas putih yang sangat elegan. Aida mengenakan gaun putih dengan Payet mewah dan cantik. Rambutnya di sanggul, diberi mahkota yang menambah kecantikannya. 

Saat melihatku, tidak ada ekspresi bahagia seperti semula. Mereka hanya mematung. Bunga di tangan Aida terjatuh begitu saja. Bahkan,  Wajah Mas Wisnu mendadak pucat seperti mayat.

"Ko, bengong? oh iya, aku harus kenalan dulu. sore para tamu undangan, perkenalkan saya Elina Ayu karisma. Istri pertama dari Wisnu hardana Wijaya. Sekaligus sahabat Aida Annadita. Mereka berdua sudah mengkhianati saya. Menikah diam-diam, dan tanpa rasa malu, malah mengadakan resepsi pernikahan."

Bulir bening mengalir begitu saja. Aku hapus dengan kasar. Mereka harus lihat, bahwa aku kuat.

Sosok ibu mertua, ikut menatapku di kursi pelaminan. Ternyata Mas Wisnu dan Ibunya sudah sekongkol membohongiku. Entah setan mana yang merasuki mereka, sampai tega menghancurkan hati ini.

"Ih, Aida ternyata pelakor, gak nyangka," ujar tamu undangan.

"Gila, cantik-cantik jadi perebut suami orang."

"Mas tolong hentikan semua ini, aku malu," rengek Aida.

"Masih punya urat malu?"  tanyaku mengejek.

Mas Wisnu hanya membisu. Sorot matanya memancarkan kesedihan. Ah, dia masih bisa berakting seperti itu. Aku tidak akan luluh.

"Elina, tolong ikhlaskan pernikahanku dengan Mas Wisnu. Ini takdir, Elin," dalih Aida.

"Hahaha, kamu sudah tidak waras. Tenang, aku tidak akan lama di sini. Tidak Sudi melihat kalian. Silahkan saksikan pertunjukan yang sudah aku persiapkan sebagai kado pernikahan spesial dariku."

"Apa maksud kamu, Elin?" Aku hanya tersenyum jahat melihat wajah cemas Aida.

"Sekarang," intruksiku.

Aish langsung datang bersama gerombolan preman. Disusul tim pemadam membawa selang hydrant. Semua mata menatap tanpa berkedip. Pertunjukan spesial, akan dimulai.

 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Lismy Hayati Dicky
Kereennn... lanjut thor
goodnovel comment avatar
Ruqi Ruqiyah
hahahahaha kreeeennnnssss
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status