Share

Perjalanan Waktu

Malam itu pun berlanjut. Ditemani hangatnya secangkir teh serta bercengkrama satu sama lain. Menyampaikan rasa, keluh, kesah, angan, tujuan bahkan pencapaian. Semua menjadi satu pada malam itu. Malam yang tidak pernah aku duga, malam yang tidak pernah aku dambakan serta malam yang tidak pernah aku ada didalamnya.

Di tengah jalannya malam itu, tiba-tiba, akasha berceletuk

"Eh dip, kapan mau jadian sama bunga? Sayang aja sih kalo kamu gak jadian sama dia. Bayangin aja dip, dia itu nih jago public speaking, good looking, pretty, terus detail sama hal-hal kecil yang bahkan mungkin kamu gak kepikiran sebelumnya. Paket lengkap banget kan?" Ia pun tertawa terkekeh-kekeh setelahnya.

Aku hanya diam, tidak tahu bagaimana cara menanggapinya, mungkin dengan senyuman itu akan menjawab segalanya.

"Iya gimana ya sha, aku juga gak tau sih sebenernya. Cuman, aku lagi memantaskan diri aja. Aku gak mau nanti siapapun yang jadi pasangan aku kecewa. Makanya, aku sebaiknya memantaskan diri aku dulu sebelum aku berani confess ke orang. Berat sih, tapi itu jalan yang aku tempuh".

Mendengar itu, Bunga tiba-tiba pergi ke kamar mandi. Entah apa yang aku pikir saat itu, namun aku beranggapan bahwa dia baik-baik saja dan memang ingin pergi ke kamar mandi.

Namun disisi lain, aku heran, kenapa ia harus pergi saat aku baru selesai bicara, kenapa tidak sebelum itu? Kenapa tidak setelah Akasha bicara lalu ia pergi. Terbesit di kepalaku bahwa aku harus memastikan ia baik-baik saja dan tidak terluka akibat perkataanku tadi. Mengingat bahwa perempuan itu sensitif, apalagi jika itu Bunga. Ia adalah wanita paling peka yang pernah aku temui, ia dapat menyeimbangkan lawan bicaranya, selain itu ia juga pandai membaca perasaan seseorang walaupun hanya lewat sebatas chat saja.

Tidak lama, ia pun keluar dari kamar mandi. Aku tidak melihat tanda-tanda yang mengkhawatirkan dari dia. Namun untuk memastikannya, aku lantas bertanya kepadanya

"Bunga, kamu tidak apa-apa kan? Ada yang salah?" Tanyaku. 

"Eh, gapapa kok, aku emang pengen ke kamar mandi aja tadi, hehehe. Maaf ya kalo udah buat kamu khawatir". 

Mendengar hal itu, lantas aku pun merasa lega, walau jawabannya tidak memuaskan, setidaknya dia masih menjawab pertanyaan yang mungkin tidak logis tadi. Alhasil, aku pun mempersilahkan ia duduk di sampingku, sama seperti tadi.

Kami ber-empat terus berbincang hingga larut malam. Alhasil, karena terlalu malam, bunga dan akasha tidak berani untuk pulang, sebab kemarin baru saja ada berita tentang penculikan wanita di tengah malam. Memang pelakunya langsung ditangkap saat itu juga, karena kebetulan tempat wanita tersebut diculik tidak jauh dari petugas polisi yang sedang berpatroli. Akhirnya, Kusuma, Bunga dan Akasha memutuskan untuk bermalam di asramaku. 

Kusuma tidur di sofa, begitipun aku. Sedangkan Akasha dan Bunga tidur di kasur. Kusuma langsung tertidur pulas di sofa, begitupun dengan akasha yang kulihat dari jauh. Namun tidak dengan bunga, yang masih termenung diatas kasur, memikirkan sesuatu yang selalu mengganggu pikirannya. Lantas akupun memberanikan diri untuk bertanya tentang keadaannya.

"Bunga, kamu gapapa? Kenapa termenung dari tadi? Ada yang kamu pikirkan? Atau ada cerita yang ingin diceritakan?" Tanyaku.

"Eh, gak kok mas, aku gapapa, cuman sakit kepala aja tiba-tiba, gak tau kenapa". 

Mendengar hal itu, aku pun langsung bergegas mengambil kotak P3K yang terletak di bawah meja belajarku. Aku langsung mengambil obat sakit kepala yang ada disitu.

"Nih, obatnya, coba kamu minum, siapa tahu sakit kepalanya hilang. Oh iya sebentar ya, aku mau ambil airnya dulu". Aku langsung mengambil gelas beserta air di  dapur. Tak lama aku pun kembali ke hadapan Bunga. "Nih, di minum obatnya, biar kamu bisa tidur. Besok kan harus kuliah lagi". Sahutku. "Ehmm, gapapa kok mas. Mas dateng kesini dan nanyain kondisi aja udah buat aku agak mendingan". Ia pun tersenyum kepadaku.  Hal itu membuat hatiku berdebar semakin kencang. Imajinasi dan pikiran liar pun mulai mengelilingi kepalaku. Namun lagi, aku cepat-cepat menghilangkan pikiran itu dari kepalaku.

Akhirnya, ia pun meminum obat yang telah aku berikan. Cukup lega rasanya dapat memberikan sedikit perhatian kepadanya. Mengingat, ia adalah orang yang cukup mudah terkena stress. Dan aku sebagai calon pendampingnya, harus selalu siap sedia untuk selalu ada untuknya. Setidaknya imajinasiku yang satu ini bekerja dengan baik sekarang. Tak lama, aku pun langsung menyuruhnya untuk beristirahat. Lantas saat ia sudah terbaring, aku langsung menarik selimut untuknya. Ia tersenyum dan berterimakasih kepadaku.

Aku langsung pergi ke sofa untuk mengistirahatkan badanku yang lelah. Namun, tidak lama setelah aku tidur, di saat aku masih setengah sadar dan tidak. Aku bermimpi bahwa aku didatangi oleh seorang bidadari yang lantas bidadari itu mencium keningku. Aku menghiraukannya karena aku pikir itu adalah mimpi belaka.

(Mentari Cerah, Secerah Aku dan Masa Depan Bersama Dia)

Pagi yang cerah itu berhasil membangunkanku dari mimpi indah. Matahari telah mencium wajahku dengan sinarnya. Agaknya, hari ini akan lebih hangat di banding kemarin. Aku melihat bunga dan akasha telah bersiap untuk berangkat, namun tidak dengan kusuma. Aku pun lantas langsung membangunkan kusuma dan segera bersiap untuk berangkat kuliah. Kami memutuskan untuk berangkat bersama pagi itu.

Seperti biasa, pagi itu aku sarapan terlebih dahulu. Namun kali ini istimewa, ternyata aku sudah dibuatkan sarapan oleh calon dewiku, Bunga. Ia membuatkan sarapan yang memang terlihat biasa, namun menjadi istimewa ketika di racik oleh bunga. Aku memakannya dengan lahap. Melihatku seperti itu, lantas Bunga pun bertanya 

"Emang enak banget ya?  Suka kan?"

Tanya bunga sembari berseri memamerkan gigi indahnya. 

"Enak banget, apalagi kalo Bunga yang masak, pastinya aku abisin semua".

Gumamku sembari mengunyah sarapanku yang masih penuh di mulut. Bunga pun tersenyum lebar, kukira ini adalah pertanda baik bagi awal hubunganku dengan dia.

Setelah selesai semua, kamipun langsung bergegas berangkat menuju kampus. Kebetulan kampus kami ber-empat sama, yah hanya beda fakultas dan jurusan saja. Selama perjalanan, kami berbincang-bincang serta tertawa bersama. Mungkin orang di sekitar kami menganggapnya gila, namun aku menganggap ini adalah sebuah kebahagiaan yang tiada tara. Bisa berangkat dengan wanita idaman serta menggandeng tangannya. UPS, MENGGANDENG TANGAN?! Apa aku sudah gila?! Hahaha. Tidak, tentu aku tidak gila, namun memang itu yang tengah kualami sekarang. Ia menggandeng tanganku. Ingat, bukan aku yang menggandengnya, tapi dia.

Ia memang tidak pernah ragu dalam melakukan sesuatu. Semua yang ia lakukan pastinya sudah dalam perhitungan yang matang. Untungnya kusuma dan akasha tidak menghiraukan apa yang terjadi antara aku dan bunga. Mereka dengan asyiknya bercengkrama layaknya sepasang kekasih yang sedang dimabuk oleh asmara. Apa aku seperti itu? Nampaknya tidak. Aku masih menjaga jarak dengan Bunga. Mengingat, untuk mendapatkannya adalah salah satu hal tersulit selain mendapatkan pekerjaan.

Menurutku, Bunga adalah salah satu takdir terindah yang pernah diberikan Tuhan kepadaku. Bukan hanya karena parasnya. Namun personality dan juga how she's mind work. Itulah yang benar-benar membuatku kagum. Mungkin memilikinya bukan hanya impianku. Namun memilikinya adalah impian semua laki-laki yang kenal dengannya. Benar-benar membuatku terpana sampai aku bisa melangkah sejauh ini.

Sebenarnya aku sudah kenal Bunga sejak lama. Kami berteman sejak masih SMP, aku mengenalnya melalui dunia maya, dan kebetulan jarak tempat tinggal kita tidak terlalu jauh. Aku saat itu tinggal di Tangerang dan ia tinggal di Jakarta. Walaupun kami berbeda sekolah pada saat SMP. Akhirnya aku memberanikan diri untuk bersekolah di Jakarta, tepatnya saat SMA. Aku dan Bunga berkomitmen untuk bisa satu sekolah. Dan akhirnya, Tuhan merestui dan mengabulkan doa kami. Akhirnya pada saat SMA kami pun satu sekolah, bahkan lebih bagus lagi, satu kelas! 

Ia dan aku selalu bersama, karena memang kebetulan kami pun mempunyai hobi yang sama. Namun pada saat aku memutuskan untuk masuk OSIS, ia lebih memilih untuk masuk MPK. Akan tetapi itupun tidak bertahan lama. Ia tidak kuat dan lebih memilih fokus di bidang lain. Yah walaupun akhirnya aku hanya sendiri di OSIS-MPK. Setidaknya kami sekelas dan bisa sering bertemu satu sama lain.

Pada saat itu, belum terbesit sama sekali bahwa aku menyukainya. Aku dan dia hanya sebatas sahabat saja. Tidak lebih. Terlebih lagi, pada saat itu aku masih fokus dengan organisasi yang aku ikuti. Akan tetapi, walaupun Bunga tidak ikut organisasi yang sama denganku, ia selalu mensupportku dan selalu memberikan suggestion kepadaku. Sampai pada akhirnya, aku berhasil menjadi Ketua OSIS di sekolahku. Tentunya itu adalah prestasi yang sangat aku banggakan. Mengingat menjadi ketua OSIS di sekolahku bukanlah hal yang mudah. 

Ia sangat bangga kepadaku. Semua pencapaian yang aku dapatkan tidak terlepas dari support orang tuaku dan dia Bunga. Bisa di bilang, ia adalah salah satu orang yang paling berpengaruh dalam hidupku. Dia selalu ada, baik saat aku terpuruk dan juga saat aku berada di atas. Tentunya hal itu yang membuatku semakin bangga memiliki dia. Namun semenjak aku menjadi ketua OSIS. Aku jarang sekali menemani dia, bahkan untuk menemani dia, walaupun itu hanya sekadar jajan ke kantin, aku jarang sekali, karena aku lebih sering dipanggil guru dan kepala sekolah untuk membahas agenda sekolah kedepannya.

Meskipun begitu, Bunga tidak pernah berhenti mensupportku dan selalu mendukungku apapun itu. Pernah saat itu aku bingung, karena di satu sisi aku harus bertemu dengan kepala sekolah yang memintaku secara dadakan pergi ke hotel untuk menghadiri suatu acara dari pemerintah dan di sisi lain, aku sudah berjanji kepada Bunga untuk menemani dia mengerjakan tugas bersama di perpustakaan. Aku sempat bingung dan bertanya kepada Bunga, 

"Bunga, gimana nih, aku di suruh ke hotel ada acara katanya, mana dadakan banget lagi. Di kasih tahunya baru tadi. Gimana?"Ucapku. 

Ia menjawab "Ehmm yaudah deh gapapa, kamu ikut aja acara kesana, disuruh kepala sekolah juga kan. Kalo di tolak kan gak sopan, mana kamu ketua OSIS. Yaudah gapapa, nanti aja kita ngerjainnya di rumah kamu pulang sekolah, oke?" 

Ucap Bunga dengan tenang sembari memberikan senyuman manisnya.

Aku awalnya agak ragu, karena aku takut mengecewakan Bunga, namun Bunga mencoba meyakinkanku beberapa kali. Dan ya, akhirnya aku pergi juga ke acara itu meninggalkan ia sendirian di perpustakaan. Sedih rasanya, tapi karena tugas, aku tidak bisa mengelak dengan alasan apapun. Jika beralasan pun, kemungkinan alasanku tidak logis.

Tidak terasa, aku pun menghabiskan 4 jam dalam acara tersebut. Aku mendapatkan pengalaman yang tidak pernah kuduga sebelumya. Pengalaman yang mungkin tidak bisa dirasakan oleh semua orang yaitu menjadi Duta Anti-Pungli Jawa Barat. Sebuah pengalaman yang tidak biasa dan pertama kali dalam hidupku. Aku merasa, aku sangat beruntung karena bisa mendapatkan kesempatan ini. Sementara teman-teman ku tidak bisa atau tidak dapat merasakan hal ini secara nyata dan langsung.

Setelah pulang dari acara itu, aku langsung kembali ke sekolah dan kebetulan bel pulang sudah berbunyi. Tentu saja aku pikir ini waktu yang sangat tepat. Sebab aku melewatkan mata pelajaran terakhir yang biasanya membosankan dan sudah tidak ada semangat untuk mengikutinya dengan maksimal.

Aku melihat Bunga sedang duduk sendirian sembari menatap layar ponselnya. Aku pun langsung memanggilnya, 

"Bunga! Ayo kita ke rumahku, kita kerjain bareng-bareng tugasnya. Aku nanti bakal minta mamah aku buat masakan yang enak". Ucapku dari dari kelas.

"Ohh, kamu udah balik? Ayo kita langsung ke rumah kamu aja. Aku udah lama gak ketemu sama mamah kamu nih hehehe". 

Perkataan Bunga tadi seolah menyiratkan hal yang tidak pernah aku hiraukan, bahkan mungkin sampai sekarang.

Akhirnya kami berdua pun langsung pergi ke rumahku untuk mengerjakan tugas. Sesampainya di rumah, seperti biasa, mamahku menyambut anaknya yang baru pulang. Serta tidak lupa untuk menyambut teman yang sudah sering sekali kubawa ke rumah, bahkan mamahku sudah menganggap Bunga seperti anaknya sendiri. Mungkin karena seringnya aku bawa Bunga ke rumah.

Apa kalian tidak heran melihat sepasang insan yang berbeda gender mempunyai hubungan yang hanya sebatas sahabat? Bukan aku saja, bahkan mamahku saja heran. Pernah pada suatu waktu, mamahku bertanya apakah aku dan dia mempunyai hubungan. Aku jawab saja tidak. Karena memang pada saat itu, aku benar-benar tidak mempunyai perasaan apapun terhadapnya. Dan aku hanya menganggap dia sebagai teman, tidak lebih.

(Masa Kelam, Gelap, Takut, dan Hopeless)

Pada masa-masa SMA, pastinya siswa SMA akan mengalami masa-masa dimana mereka akan galau menentukan langkah selanjutnya setelah tamat SMA. Mungkin sebagian besar dari kita ada yang ingin kuliah, kerja atau bahkan membuka usaha. Tentu saja masa-masa ini adalah masa-masa paling mengerikan untuk anak SMA. Mereka akan galau, ikut TO sana-sini, daftar kuliah sana-sini bahkan melamar kerja sana-sini.

Tentunya ini menjadi momok menakutkan. Namun aku dan Bunga berhasil melalui masa-masa itu. Masa-masa dimana aku dan Bunga sama-sama ketakutan dan juga hopeless. Sebelum aku dapat berkuliah di Inggris, aku tidak terpikirkan sama sekali bahwa akan akan melanjutkan studi di luar negeri. Karena memang pada saat itu, tujuan utamaku adalah dapat lulus di SNMPTN. Begitu juga dengan Bunga, posisi kami tidak jauh berbeda. Aku berada di peringkat 7 sedangkan Bunga satu tingkat dibawahku yaitu 8. Memang peringkat tidak akan menentukan lolos atau tidaknya kami. Namun setidaknya dengan posisi itu, kami mengetahui kadar kemampuan serta total nilai kami berdua dibandingkan dengan siswa lain.

Pada saat itu, aku memilih jurusan Filsafat di UI sedangkan Bunga memilih jurusan Kedokteran di UI. Memang aku akui, bahwa aku murtad dari jurusanku yaitu IPA. Tapi mau bagaimana lagi, aku memang sangat menyukai filsafat. Bahkan aku mengoleksi beberapa buku karya para filsuf besar di era Yunani hingga peradaban Islam. Aku benar-benar bertaruh pada saat itu, karena aku tahu kemungkinan besar aku tidak akan lolos. Dan pada saat pengumuman, benar saja, aku gagal masuk di SNMPTN. Walaupun aku sempat merasa down saat mengetahui kabar itu. Namun hal itu tidak lebih mengejutkan dibandingkan mendengar sahabat terbaiku, Bunga yang gagal masuk kedokteran UI. Tentunya ini menjadi pukulan yang sangat berat baginya. 

Akan tetapi, aku mengatakan kepada Bunga bahwa SNMPTN bukanlah segalanya. Kita harus mencoba segala kemungkinan yang ada. Dan benar saja, memang takdir yang sudah dituliskan untuk kita oleh Tuhan adalah yang paling baik. Kebetulan, pemerintah Inggris sedang membuka kesempatan untuk dapat berkuliah di sana bagi pelajar Indonesia yang baru lulus SMA. Dan tanpa pikir panjang, karena aku dan Bunga juga sudah mempunyai sertifikat IELTS. 

Dan tanpa berharap apa-apa, karena pada saat itu yang mendaftar juga sangat banyak, namun hasilnya, kami berdua lolos dan mengalahkan ribuan pendaftar lainnya. Kebetulan kuota yang disediakan oleh pemerintah Inggris saat itu hanya 40 orang saja. Aku berada di peringkat 15 sedangkan Bunga berada di peringkat 13. Namun itu bukan masalah besar bagiku, yang terpenting adalah aku lulus beasiswa dan bisa berangkat ke Inggris.

26 Agustus 2016 adalah hari dimana aku, Bunga serta penerima beasiswa lainnya berangkat ke Inggris. Tentunya ini adalah hal yang berat bagi sebagian orang, tak terkecuali aku dan Bunga yang akhirnya harus terpisah jauh dengan orang tua. Orang tua Bunga menitipkan anaknya kepadaku. Tentu aku pikir hal itu terlalu berlebihan, mengingat aku hanyalah temannya. Namun demi menyenangkan hati kedua orang tuanya, aku pun meng-iyakan apa yang dikehendaki oleh orang tuanya.

Selama di perjalanan, tidak ada yang istimewa. Walaupun aku duduk dengan Bunga, namun tidak ada hal yang istimewa yang terjadi diantara kita berdua. Namun, ada satu hal ketika Bunga menanyakan hal ini kepadaku. 

"Mas, aku pernah kepikiran gimana kalau kita keliling dunia bareng terus nanti ditemenin sama keluarga kecil kita".

DEB. Kaget bukan kepalang aku mendengar kata-kata itu keluar dari seseorang yang sudah kuanggap sebagai saudara sendiri. Disitu, aku hanya terdiam dan tidak tahu harus menjawab apa.

"Mas, jawab dong, komen apa kek, jangan diem aja". Ucap Bunga dengan nada yang agak ketus.

 "I-iya deh, nanti aku pikir lagi tapi". Jawabku dengan gugup. 

"Ah, mas mah kelamaan mikirnya. Orang tinggal jalanin aja". Sahut Bunga dengan nada yang sama. 

Aku diam seribu bahasa. Tiba-tiba, muncul banyak pikiran dalam benak ku. Kenapa dia tiba-tiba memanggilku "mas", kenapa dia tiba-tiba bicara tentang berkeliling dunia bersamaku, kenapa dia tiba-tiba menyebutkan keluarga kecil. Semua pertanyaan itu masih membekas di pikiranku, dan pertanyaan-pertanyaan itulah sampai saat ini, aku masih dibuat ragu oleh sikapnya yang berubah.

Bukan berubah ke arah yang negatif, namun berubah dengan cara dia memperlakukanku. Aku rasa sangat berbeda. Benar-benar berbeda. Bunga yang dulu tidak pernah se-peduli ini sebelumnya. Ia cenderung cuek namun tetap perhatian. Akan tetapi semua hal itu berubah. Ia tidak cuek. Bahkan ia lebih perhatian dibanding sebelumnya. Rasanya kupikir, ia tidak bisa jauh dariku.

Manjanya pun bertambah. Entah apa yang membuat ia begitu, namun itu hal yang ku rasakan sekarang ini. Ia lebih manja kepadaku dan juga ia ingin aku tetap berada di sampingnya. Tentu saja hal ini ganjil, mengingat aku dan dia hanyalah sebatas sahabat dan tidak mempunyai hubungan apapun. Namun seperti benang takdir telah membawa kami sampai seperti ini. 

Aku berpikir bahwa ia tidak ingin menunjukan sikap-sikap ini kepadaku sewaktu di Indonesia. Ia mungkin lebih nyaman mengutarakannya pada saat ia jauh dari kedua orang tuanya. Yah, ini hanya prasangkaku saja, bisa salah dan juga bisa benar. Yang tahu pasti tentu hanya dia. Aku hanya bisa membuat prasangka saja.

(Kamis 14 Mei 2017)

Setelah kami berpisah karena menuju  fakultasnya masing-masing. Aku melihat bunga termenung, diam sejenak. Aku pun penasaran dan mencoba menghampirinya. Aku bertanya kepada Bunga.

"Bunga, kamu kenapa? Sakit? Kelihatannya kok lesu gitu?" Ucapku dengan nada lembut.

"Gak kok mas, aku gapapa. Aku baik-baik aja. Cuma ya nanti sore abis selesai kelas, mas mau nemenin aku gak?" Tanyanya.

"Ehmm, kayanya bisa deh. Soalnya aku juga lagi gak ada kegiatan hari ini. Yaudah nanti sore ya ketemu disini lagi." Ucapku sembari mengusap kepalanya.

Ia sontak langsung memelukku dengan erat. Aku yang awalnya ragu untuk memeluknya balik pun meyakinkan diri, dan akhirnya kami berpelukan cukup lama. Setelah cukup, akhirnya Bunga pun jalan dengan rasa girang ke kelasnya. Aku cukup aneh melihat tingkah Bunga yang seperti itu.

Aku berpikir bahwa nanti sore, Bunga akan pergi membawaku ke suatu tempat untuk membelikan kado kepada seseorang. Kenapa aku bisa berkata seperti itu? Itu sebab, aku mendengar cerita dari Akasha bahwa Bunga sedang menyukai seseorang. Namun memang tidak jelas siapa dia. Karena kabarnya, Bunga menyukai teman yang sudah lama menemaninya.

Aku disitu berpikir bahwa itu adalah sahabat SD nya atau mungkin tetangganya yang sudah menjadi teman main Bunga sejak kecil. Di situ, aku masih belum berpikiran bahwa ia menyukaiku. Aku juga tidak pernah berpikiran seperti itu dan mungkin tidak akan pernah hingga suatu saat, ada kejadian yang menyadarkanku akan hal itu.

(Senja Dalam Dekapan Sendu)

Sore hari pun tiba. Hawa dingin mulai menusuk tulang hingga menggetarkan ubun-ubun. Untungnya, aku memakai jaket yang cukup tebal untuk menghalau udara dingin yang mungkin bisa saja membuatku beku. Aku menunggu Bunga di tempat yang sudah di janjikan. Tidak lama kemudian, Bunga pun datang menghampiriku, dan lagi, ia memelukku dengan erat. Aku pun sontak langsung memeluknya balik. 

"Mas, kita ke London Square ya. Aku mau beliin kamu sesuatu." Gumamnya dengan raut wajah yang gembira.

"Hah? Hadiah? Untukku? Tapi kenapa? Aku bahkan tidak meminta apapun sebelumnya."Jawabku dengan jantung yang berdebar dan muka yang hampir memerah.

"Iyalah, emangnya mas pikir aku mau beliin hadiah buat siapa? Aku kan cuman deketnya sama kamu doang, hehehe." Kembali ia jawab dengan nada yang sangat lembut hingga membuat perasaanku mencair seperti balok es di tengah padang pasir.

Aku pun lantas meng-iyakan apa yang diinginkan olehnya. Mengingat, aku adalah sahabat baiknya sejak dulu dan aku tidak mungkin menolak ajakannya itu. Selama perjalanan, kami hanya terdiam, sesekali bersuara jika ada sesuatu yang menggugah selera saja. Tidak banyak yang dapatku komentari tentang pemandangan di sekitar. Hanya menjawab seperlunya saja, tidak lebih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status