Share

Aku Bersamanya

Tidak lama kemudian, makanan kami pun sampai. Kedua menu yang kami pesan memanglah sama. Hanya minumannya saja yang berbeda. Bunga memesan jus, sedangkan aku memesan teh. Kami pun terus bersantap ria sembari mengobrolkan hal-hal yang tidak penting.

Memang terkadang, menjalani hubungan dengan pasangan tidak melulu soal keseriusan dan masa depan. Aku akui bahwa aku lelah dengan semua itu. Jadi alangkah baiknya jika aku berbicara hal-hal yang ringan saja. Tentunya hal itu akan membuat suasana lebih cair dan hubungan kami berdua semakin erat.

Selang 1 jam 30 menit kami berada di restoran tersebut, akhirnya akupun pulang dengan keadaan senang dan kenyang. Hati terisi, perutpun terisi. Huft, sungguh hari yang sangat membahagiakan sepanjang hidupku. Nampaknya, memang tidak salah lagi, Bunga ini memang jodohku. 

Karena setiap kali aku dekat dengannya, aku merasa ada hal yang berbeda, bukan rasa pertemanan atau persahabatan, aku merasakan hal yang sekiranya cocok bila disandingkan dengan pasangan hidup. Dalam hati, aku berkata kepada diri sendiri bahwa aku memutuskan untuk menghabiskan sisa hidupku bersamanya.

Aku yang akan menahkodai bahtera rumah tangga. Menghempas rintangan dan ombak kehidupan. Melawan prahara yang memanaskan dua insan yang bernama pasangan, dan membangun sebuah rumah kecil, untuk keluarga tersayang. 

Indah memang bila dibayangkan.

"Hidup bukan hanya soal kerja, karir dan uang. Namun hidup adalah tentang rasa dan kasih sayang."

-Max Helgaar

(Kembali ke Rumah, Diam Tanpa Tujuan Namun Pikiran Menuju Pada Satu Tujuan)

Aku kembali. Hanya selayang pandang. Aku kembali menatapnya. Kebetulan, ia katanya ingin menginap di asramaku barang semalam. Aku awalnya berpikir untuk menolaknya, namun rasanya tidak etis jika menyuruh dia pulang. Lagipula, wajahnya juga terlihat sangat lelah setelah melakukan perjalanan yang panjang.

Akhirnya aku memperbolehkan Bunga untuk menginap di asramaku. Tentunya, aku tidak akan se-ranjang dengannya. Aku akan tidur di sofa, sedangkan ia tidur di kasurku. Ya memang seharusnya seperti itu, karena pria harus rela berkorban dengan wanitanya.

Baru saja aku sampai di depan pintu, ia langsung menyender di bahuku. Nampaknya ia sangat mengantuk. Aku kasihan melihatnya, akhirnya aku pun menggendong Bunga ke tempat tidur. Aku meninggalkan barang-barang di depan pintu untuk sementara.

Setelah aku rebahkan ia di tempat tidur, aku kembali menatapnya. Ia sangat manis, sayang jika ada lelaki yang berani menduakan atau menyia-nyiakan hati semurni Bunga ini. Aku berjanji pada diri sendiri untuk tidak pernah menyia-nyiakan Bunga dan akan terus bersamanya hingga renta nanti.

Menjaga keharmonisan dalam hubungan memang tidak mudah, namun bagaimanapun, aku dan dia harus bisa mempertahankannya dengan cara menurunkan ego masing-masing, saling mengerti dan juga saling mencairkan suasana sehingga tercipta suasana yang hangat dan juga menyenangkan.

Aku pun kembali untuk mengambil barang-barang yang kutinggalkan di depan pintu. Setelah selesai membereskannya, aku langsung menghempaskan tubuhku di sofa yang empuk. Aku tak tahan lagi, badanku rasanya remuk semua.

Mungkin karena jadwalku hari ini sangat padat, mulai dari berbelanja, menjemput Bunga hingga jalan-jalan bersama Bunga. Aku tidak akan menyangka bahwa hari ini akan begitu padat. Padahal kemarin, hanya satu rencana yang kurencanakan untuk hari ini yaitu, berbelanja.

Namun hal yang tak terduga terjadi, aku harus menjemput Bunga yang tiba-tiba mengabariku kalau dia pulang hari ini. Melelahkan, namun sekaligus menyenangkan. Menurutku tidak masalah jika aku lelah, asal lelahku untuk-nya.

Aku kembali menatap tempat tidurku yang kini mungkin di tiduri oleh calon istriku di masa depan. Memang, membayangkan masa depan sangat indah, namun pada akhirnya kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya.

Aku sangat ingin meminang-nya. Dan itu sudah menjadi salah satu dari rencanaku kedepannya. Sungguh indah memang, namun tidak dapat kupungkiri, bahwa ada satu bayangan yang masih kutakuti sampai kini. Mertua.

Walaupun orang tuaku dan orang tua Bunga sudah sangat dekat dan juga sering berkunjung satu sama lain, namun aku tetap masih takut. Karena kami berdua memang benar-benar murni bersahabat, tidak ada saling suka satu sama lain. Itu yang aku pikirkan sekarang. Mungkin orang tuaku dan dia akan kaget karena kami mempunyai hubungan setelah lepas sekolah dan tinggal di Inggris.

Aku takut orang tuaku dan dia memikirkan hal yang tidak-tidak. Mereka mungkin akan berpikir aku menikah dengan Bunga karena married by accident mengingat aku dan Bunga tinggal di negara barat yang notabene pergaulannya sangat bebas.

Dan mungkin mereka berpikir bahwa aku dan Bunga sudah terkena pengaruh itu dan melakukan hal yang tidak seharusnya kulakukan dengan Bunga. Namun, karena tekadku sudah bulat, aku harus membuktikannya dan menghadapi segala rintangan yang ada.

Lagipula, aku tidak sendiri, Bunga juga mencintaiku. Jadi setidaknya, aku bisa berjuang bersama-sama, aku, bunga, kami, akan memperjuangkan ini nantinya. Apapun rintangannya, kami berdua pasti bisa hadapi.

Tidak lama, aku terlelap, mungkin sekitar 30 menit dan aku tiba-tiba terbangun. Entah kenapa, aku hanya terbangun begitu saja. Saat terbangun, aku melihat ada suara dari dapur, lantas aku pun melihat ke arah tempat tidur, dan kulihat Bunga tidak ada. Pikirku, pasti Bunga sedang ada di dapur.

Dan saat aku pergi ke dapur, benar saja, Bunga sedang mengoprek-oprek sesuatu.

"Sayang, kamu lagi ngapain?" Tanyaku keheranan.

"Ohh mas udah bangun..hehehe...maaf ya kalau berisik.."

"Eh gapapa kok, justru aku bingung, kamu lagi ngapain ini?"

"Ini mas, aku lagi buat cemilan buat kita. Kebetulan aku mau nyoba resep yang baru aku dapet, jadi aku mau bikin deh buat cemilan kita malam ini."

"Wait, ini kamu dapat bahan-bahannya darimana? Perasaan aku gak nyetok ini semua deh..."

"Ohh bahan-bahannya aku tadi beli lewat online, ya kebetulan juga kan, jadi aku sekalian bikin deh. Mas cobain ya nanti, kalau enak bilang, aku mau coba jual ke teman-teman aku kalau enak."

"Oke deh. Eh sini, mau aku bantuin gak?"

"Boleh mas, kapan lagi kan kita masak bareng-bareng..."

"Iya ya, udah kaya suami istri aja hahaha."

"Gapapa mas, kan kita latihan dulu sebelum benerannya hehehe..."

Aku sontak terdiam sejenak. Aku rasa ingin sinyal yang sangat bagus. Baiklah, aku akan berjuang, bantu aku ya teman-teman. Cukup doa dari kalian saja..

Aku pun membantunya memasak. Sangat menyenangkan ternyata, dan memang akupun sudah terbiasa membantu ibuku memasak dulu sebelum kuliah dan masih tinggal di Indonesia. Kami memasak sambil mengobrol hal-hal yang bisa melepaskan penat dan beban pikiran.

Kami benar-benar terhanyut dalam suasana yang begitu cair malam itu. Setelah kurasa tugasku sudah selesai akupun bertanya lagi kepada Bunga.

"Sayang, abis ini diapain lagi?"

"Hmm bentar deh mas, aku bingung. Aku cek buku resep dulu ya hehehe."

"Ohh okee, yaudah cek dulu aja, daripada salah kan hahaha."

"Iya mas, aku takut gagal nih...kalau gagal gimana ya mas?"

"Iya gapapa, namanya juga nyoba kan, terus juga kamu baru pertama kali bikin kue kaya gini kan? Kalau gagal ya gapapa, namanya juga masih belajar."

"Tapi aku takut buntet mas kuenya, aku harap sih rasanya masih enak walaupun bentuknya gak jelas..."

"Iya gapapa kok, aku yang makan semuanya nanti hahaha."

"Ih kamu mah, aku tuh pengen perfect gitu bentuk kuenya sama rasanya juga harus enak. Makanya aku gak mau gagal..."

"Bunga, kalau kamu berhasil buat kue untuk pertama kalinya, ya itu bagus. Tapi kalau kamu gagal ya itu gak masalah sama sekali. Namanya juga belajar, ada yang langsung bisa ada yang butuh proses dulu."

"Hmm iya deh mas..."

"Hahaha oke.."

Kami terus membuat kue hingga kira-kira 1 jam lebih. Huft, perutku sudah melakukan demonstrasi dari tadi sebenarnya, namun aku tidak enak kepada Bunga karena dia belum selesai membuat kuenya. Padahal aku yakin dia juga lapar.

Namun nampaknya ia sangat serius, wajar saja ia ingin kuenya berhasil dan tidak kurang sama sekali. Ia benar-benar seorang perfeksionis sejati! Sedari masih sekolah dulu, ia memang sudah begitu sejak dulu, dan aku tidak heran.

Karena aku lelah, aku akhirnya meminta izin kepada Bunga untuk istirahat sebentar. Namun aku tidak begitu saja melanggang dari Bunga, aku memikirkan bahwa Bunga pasti lapar, jadi aku putuskan untuk mengambil makanan yang ada di kulkas.

Untungnya masih ada makanan yang tersisa di kulkas. Dan untungnya mereka belum basi. Aku lantas langsung bergegas mengambil makanan dan pergi kembali ke hadapan Bunga. Aku lihat Bunga tengah menghias kue yang sudah jadi di atas loyang.

"Sayang, nih makan dulu, kamu pasti laper kan..."

"Eh mas, aku belum selesai nih, aku selesain dulu ya baru makan."

"Gak bisa, kamu udah laper daritadi, aku tau kok, ada bunyi soalnya hahaha. Nih aku suapin aja.."

"Hah?Gak usah mas, gapapa..nanti aja aku makannya."

"Bunga, gak boleh maksain gitu, sini buka mulutnya..."

Akhirnya aku berhasil membujuk bunga untuk membuka mulutnya dan makan-makanan yang kubawa dari kulkas. 

"Hmm, makasih ya mas, kamu perhatian banget."

"Hahaha, iyalah pasti, gak mungkin aku gak perhatian sama kamu..."

"Ehmm tapi...perhatiannya ke aku aja, gak boleh ke yang lain ya."

"Eh iyalah, masa aku perhatian juga ke yang lain. Kalau perhatian sebagai temen gapapa kan?"

"Iya sewajarnya aja mas, gak usah berlebihan kaya orang pacaran."

"Iya deh siap mandan!"

"Ihh gemes deh."

Ia pun mencubit pipiku dengan volume yang kencang sekali.

"Aduh sakit bunga, kamu mah gemesnya keterlaluan.."

"Aku gemes banget sama kamu tahu gak? Deket sama cewe mulu heran."

"Hah? Kapan? Dimana? Sama siapa?"

"Emangnya aku gak tahu, kemarin tuh aku dikasih tahu sama temen aku kalau kamu lagi berduaan sama cewe di perpustakaan."

"Hmm, perasaan aku cuman ngobrol sama penjaga perpustakaan deh. Iya emang masih muda sih orangnya, mungkin sepantaran sama aku, tapi aku serius, cuman ngobrol biasa doang."

"Masa?"

"Serius sayang, aku cuman minjem buku doang deh sama dia, kaya biasa kan..."

"Hmmm..."

"Beneran Bunga..."

"Iya deh iya aku percaya..."

"Iya mungkin karena penjaga perpustakaannya masih muda kali ya aku dikira selingkuh sama dia. Tapi beneran, dia juga udah punya pacar kok."

"Hmm iya iya.."

"Jangan ngambek dong Bunga..."

Lantas aku langsung memeluknya dengan erat...

"Mas berat ih, aku lagi ngehias kue nih..."

"Aku cuman meluk kamu doang kok, lagian itu juga kuenya sebentar lagi selesai kan..."

"Iya deh iya.."

Tidak lama kemudian, kuenya pun jadi.

"Yeayy udah selesai mas, aku foto dulu ya, baru nanti di makan.."

"Okee..."

Cekrek...cekrek...cekrek...

Setelah puas memotret kue buatannya, ia pun langsung membawa kuenya ke meja makan yang terletak tidak jauh dari dapur. Ia pun memanggilku yang sedang duduk santai di sofa sembari memainkan ponsel.

"Mas ayo sini, aku udah siapin dinner sama dessert nya nih..."

"Oh iya sebentar, aku lagi WA-an sama client..."

"Client? Kamu ada proyek apa mas?"

"Oh ini, aku kan jadi freelance copywriter sama translator gitu kan, ini client aku minta beberapa request."

"Oh gitu, yaudah mas, tinggalin dulu, makan dulu ini, katanya mau dinner kan..."

"Iya iya, ini mau udahan....sebentar ya..."

"Okee..."

Setelah selesai, aku pun langsung menyantap dinner dengan sangat romantis dengannya. Ya, memang mungkin tidak se-romantis pasangan lain. Namun aku rasa, ini cukup romantis bagi kami berdua. Aku sudah cukup bahagia dengan apa yang kupunya sekarang.

Aku sangat bahagia, aku harap ini bertahan dalam jangka waktu yang lama. Aku tidak ingin siapapun menghancurkan kebahagiaan yang ku punya sekarang. Aku cukup bahagia sekarang, setidaknya. 

"Setiap kali kita hancur, disitulah kita kembali membangun. Maka, bangunlah dengan lebih kokoh dan lebih kuat."

-Max Helgaar

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status