Share

Bab 6 - Aku Tidak Butuh Kamu!

Sejak dulu, Lara sangat benci dengan Alex. Setelah sekian tahun berlalu, rasa benci itu masih sama besarnya.

Lara tidak salah dengar saat Alex baru saja mengatakan agar Lara kembali ke rumahnya sebagai syarat dia akan menjadi pendonor untuk Shenina.

"Ibu tolong putuskan segera ya, anak anda butuh pertolongan dengan cepat. Kantong darah yang kami berikan untuknya itu kantong darah terakhir yang kami punya di rumah sakit ini."

Dokter yang tadi bicara dengan Lara undur diri. Menyisakan dirinya yang berhadapan empat mata dengan lelaki yang paling dia benci di dunia ini.

Alex menunggu jawaban Lara yang tersembunyi dalam diam, dia tak juga bicara, mereka diselubungi bisu meski kesibukan rumah sakit berlalu-lalang tanpa henti.

Lara hengkang meninggalkan Alex, akan dia cari sendiri golongan darah yang sama dengan Shenina. Dia tidak membutuhkan bantuan lelaki arogan itu.

Namun, langkah gelisahnya terhenti saat dia mendengar Alex yang berujar, "Putuskan Lara, kamu yang memegang hidup dan mati Shenina sekarang."

Lara pelahan memutar tubuhnya pada Alex. Mata mereka kembali bertemu dengan keadaan yang berbanding terbalik. Alex yang berbicara dengan penuh kemenangan, sedangkan Lara yang berselimut gelisah.

"Aku tidak memberimu syarat yang sulit kok. Aku hanya minta kamu kembali padaku daripada hidup di luar dan—"

PLAK!

Tangan Lara melayang menampar pipi sebelah kiri Alex hingga lelaki itu berpaling dengan cepat.

Suara pertemuan tangan dan pipi itu menggema mengambil alih perhatian semua orang yang ada di sana selama sepersekian detik.

Lara tidak peduli, dia abai pada seluruh pandangan miring yang dialamatkan padanya dan mengatakan, "Tutup mulutmu!" 

Alex tak menjawabnya.

"Pergilah, Alex! Jangan ganggu kami!"

Alex menghela napasnya, mengunci manik mata Lara saat bertanya, "Kamu akan egois dengan menolak bantuanku?"

"Kamu tidak menawarkan bantuan, Alex. Kamu mencari kesempatan di atas penderitaan orang lain. Di atas penderitaanku."

"Ini kesepakatan, Lara. Kalau kamu mau kembali ke rumahku, aku akan serahkan berapapun banyak darah yang dibutuhkan oleh Shenina."

"Kenapa?" tanya Lara dengan tawa lirih yang mengandung jelaga hati.

"Kenapa?" tanya Alex balik dengan kedua alis yang nyaris bertemu. 

"Kenapa kamu peduli denganku dan Shenina? Kamu cukup tidak perlu bersikap baik karena kamu tidak pernah melakukan itu sejak awal, Alex!"

Alex tampak menggertakkan rahangnya. Menatap pipi Lara yang basah membuatnya sedikit banyak tahu jika penderitaan yang dia pikul di kedua bahu kecilnya ini tidak main-main.

"Aku tidak membutuhkan bantuanmu, Alex. Pergi kamu dari sini! PERGI!"

Jeritannya menyiratkan kebencian yang bergejolak. Lara mendorong dada Alex menggunakan kedua tangannya dengan keras. Membuat tubuh kekar lelaki itu satu langkah terhuyung ke belakang.

"Aku tidak sudi menerima darahmu! Aku tidak butuh bantuanmu, jadi sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi, sampai kapanpun!"

Alex masih bergeming. Kedua netranya menerpa sayu pada Lara yang kedua pipinya masih dipenuhi oleh cairan bening, air matanya.

Lara memalingkan wajahnya, dia tidak mau melihat Alex barang hanya sekejap.

Tidak ingin menimbulkam kegaduhan yang lebih besar, Alex perlahan pergi dari hadapan Lara. Dia pergi dengan langkah yang terasa gamang.

Sedangkan Lara dipenuhi kebencian yang besar saat dia memandang punggung bidangnya yang menghilang di tikungan.

Lara menyeka air matanya, dia mengambil ponsel dari dalam tasnya sebelum sebuah panggilan tiba di telinganya

"Lara."

Lara mengangkat wajahnya, pada seorang lelaki yang masih mengenakan jas dokternya. Dia sedang menggulung stetoskop saat berjalan mendekat pada Lara.

"Dokter Karel?" sapa Lara dengan tersenyum pahit 

"Maaf aku masih di ruang operasi pas kamu telepon tadi. Bagaimana Shenina? Apa dia baik-baik saja?"

Lara lebih dulu menggeleng, baru saja air matanya dia seka, tapi sekarang kembali terjatuh.

"Tidak, dia butuh donor darah golongan O rhesus negatif. Apa Dokter Karel golongan darahnya sama dengan Shen?"

Karel dengan kecewa menjawab Lara, "Maaf. Bukan, Lara. Tapi coba aku tanyakan ke teman-temanku ya?"

"Baik, terima kasih."

Karel berjalan dengan gegas menjauhi Lara. Hanya lelaki itu harapan Lara satu-satunya untuk mendapatkan donor darah yang sama dengan Shenina.

Entah sudah berapa banyak kebaikan yang dilakukan olehnya, rasanya Lara tidak bisa menguraikannya satu demi satu.

Lelaki itulah yang menolong Lara saat dia diusir dari rumah Alex. Lelaki itu yang menemukan Lara jatuh pingsan di atas jalur pedestrian dengan keadaan memucat diguyur air hujan.

Selepas Lara meninggalkannya di halte sore hari itu, Karel yang khawatir diam-diam mengikuti Lara. Kekhawatirannya terbukti benar tatkala dia melihat Lara keluar dari rumah Alex dan pingsan di pinggir jalan.

Dari Karel, Lara menata ulang hidupnya. Dia bekerja di apotek milik Karel, berjuang mengumpulkan tabungan untuk kelahiran anak-anaknya.

Lara melalui waktu yang sulit dengan membesarkan anak kembarnya, Shenina dan Neo. Dia bekerja, menitipkan anak-anaknya di tempat penitipan hingga dia pulang. Semua dia lakukan untuk memberi mereka hidup yang baik.

Saat kebahagiaan mulai tertata, tak dia sangka hari seperti ini akan datang. Pertemuannya dengan Alex adalah hal yang tidak pernah dia harapkan.

Lara tak akan kembali padanya apalagi membiarkan darah lelaki angkuh itu mengalir untuk Shenina.

Kedatangannya tidak akan membawa perubahan hidup bagi Lara, atau pun memperbaiki hati yang telah dia patahkan tak hanya sekali.

Lara duduk dengan habis tenaga di kursi tunggu IGD, menutup wajahnya dengan kedua tangannya, dia harap Karel berhasil. Tidak ada harapan lain selain Karel.

Dari sudut lain tempat, Alex menyaksikan Lara yang kembali terisak. Kedua bahunya berguncang, hal yang dulu berulang kali dilihat oleh Alex dan dia tak peduli. Kenyataan yang tak sama seperti yang dia rasakan sekarang ini. 

Rasa bersalah yang dia pikul kembali mengambil alih. Alex berpikir, memang ini sedikit terlambat. Tapi, apa tidak bisa dia memperbaikinya?

Meski Lara mengelak jujur siapa ayah anak gadis mungil itu, Alex yakin itu adalah anaknya. 

Alex yakin itu adalah benih yang dia tanamkan untuk Lara, kehamilan yang tidak dia akui dan Alex malah menuduhnya berbohong.

Alex menunduk, memandang telapak tangannya. Tangan itulah yang dulu mengusir Lara pergi tanpa peri kemanusiaan. 

"Kenapa aku dulu bisa seperti itu?" sesalnya penuh sesak, hatinya kini dipenuhi oleh retakan.

Dia tercenung selama beberapa saat. Kepalanya pening menyadari dia ditolak oleh Lara. 

Namun, dia tidak menyerah, dia tidak akan melakukan kesalahan lagi kali ini.

Alex beranjak, kakinya dia bawa menyusuri sepanjang koridor yang mengantarnya pada dokter yang tadi menangani Shenina. 

"Dokter?" sapanya ragu-ragu.

Dokter lelaki tersebut memutar kepalanya pada kedatangan Alex.

"Bapak yang tadi dengan ibunya Shenina?"

"Iya."

"Ada perlu apa?"

Alex memiringkan kepalanya sekilas ke kiri sebelum menjawab, 

"Saya mau mendonorkan darah untuk pasien bernama Shenina tadi. Tapi, tolong jangan bilang pada ibunya kalau saya yang jadi pendonor. Rahasiakan ini darinya!"

 

Comments (47)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
Lara kenapa kmu g nikah aja dgn Karel dn minta cerai dr Alex atau kmu emang udah d cerai sama Alex .karena kmu d usir dr rmh Alex sampe 5 th g ketemu2 ..
goodnovel comment avatar
Tary Umar
sangat menarik cerita2nya
goodnovel comment avatar
Syabil Fallah
argghhhh.. gedek aing mah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status