Ada saatnya dalam hidupmu, engkau ingin sendiri saja bersama angin, menceritakan seluruh rahasia, lalu meneteskan air mata.
...- SMA CAHAYA HARAPAN-
Tahun ajaran baru, pastinya dipenuhi acara-acara penyambutan yang rame, asyik, seru, dan pastinya capek semacam MOS alias Masa Orientasi Sekolah.
Kalian tahu kan? Dari pertama aku masuk ke sini, banyak banget anak-anak yang penampilannya dibikin cemang-cemong dan atribut-atribut aneh yang harus mereka pake.
Hari ini sebenarnya bukanlah hari pertamaku bersekolah di SMA CAHAYA HARAPAN, saat ini aku hanya penasaran ingin berkeliling calon sekolah baruku. Setelah tadi selesai mengurusi persyaratan pendaftaran.
Sebenernya aku ini anak beasiswa yang alhamdulillah berhasil mendapatkan kesempatan langka bersekolah di ibu kota.
Tentu saja aku tak ingin menyia-nyiakannya, apalagi perbandingan fasilitas sekolah di ibu kota dan kota asalku. Aku dengar di sekolah ini perpustakaannya memiliki gedung sendiri, dan aku sebagai pecinta buku tentu saja tak sabar ingin kesana.
Sayangnya hal tersebut tak akan terkabul hari ini, kenapa? Karna satu sekolah sibuk fokus ke acara MOS, Masa Orientasi Sekolah.
Bahkan kelas-kelas dikunci dan dibuat kosong agar anak-anak tak kabur dari acara. Aku pun jujur bingung mau ngapain?
Aku sih nggak mau ngulang masa ospek sampai dua kali. Mau bantu-bantu juga takutnya malah ngerecokin karna yang aku tahu tentang SMA CAHAR masih sangat sedikit. Bahkan letak kamar mandi aja kadang aku masih lupa.
Dan kalau menyaksikan anak baru ikut MOS malah kesannya aku jadi orang jahat, apalagi kalau sampai aku ketawa terbahak-bahak ketika melihat penderitaan mereka.
Sampai akhirnya satu ide berlian terlintas di pikiranku, yaitu........
Menyaksikan mereka dari atap sekolahan. Haha, kesannya sih jahat, tapi langkah kaki ini begitu ringan membawaku kesana seakan tak ada dosa sama sekali. Dan tak perlu waktu lama, akhirnya kedua kaki ini berpijak di cakrawala.
Hhmm, angin yang sejuk langsung menyapaku, melambai lembut memainkan helaian kecil rambutku yang tak masuk dalam kucir kudaku, nyaman. Membuat hatiku seketika tentram dibuatnya.
Sebenarnya ini bukan pertama kali aku kesini, makanya aku sama sekali nggak tersesat ataupun tanya-tanya ke orang lain untuk bisa kesini lagi.
Kalian tahu? Hari ini tak panas sama sekali, Hari yang menyenangkan, matahari seakan malu-malu kucing karna ia bersembunyi di balik awan hingga menghilangkan terik yang biasanya menyengat kulit.
Inginnya aku langsung menunaikan apa yang kuniatkan sehingga datang ke tempat ini, tapi indra pendengaranku menangkap suara rintihan. Aku tak bohong! Kakiku bahkan seakan terpaku di tempatnya saking takutnya aku karna suara itu.
"Eehhmm"
Sekali lagi suara itu terdengar, bahkan lebih jelas dari sebelumnya, pikiranku pun sudah berlari kesana kemari.
"Apakah ada hantu di sini? Apa pernah terjadi hal-hal buruk di tempat ini? Apa ini termaksud tempat angker? Aduhh, terkutuk engkau wahai kaki."
"Ayolah kaki, bergeraklah. Tolong !"
Usahaku untuk menyemangati kakiku ternyata lumayan berhasil, perlahan aku dapat merasakan kakiku lagi yang sempat kebas beberapa detik tadi.
Iya, cuma beberapa detik, tapi sukses membangunkan bulu kudukku dan memompa detak jantung hingga berdetak cepat seperti habis lari marathon 10 km.
Dan hal lain lagi yang pantas dikutuk adalah rasa penasaranku yang nggak kalah dari Dora, bukannya menghindar jauh-jauh dari sini, aku malah mendekati sumber suara. Seakan-akan suara itu suara minta tolong dan hati nuraniku terlalu baik untuk meninggalkannya.
Ada nada kesakitan dalam rintihan tadi, dan walaupun takut setengah mati karna tidak menutup kemungkinan aku akan bertemu kunti atau pocong di siang bolong begini, aku tetap melangkahkan kakinya ke sana.
Gila kan??
Ternyata suara itu berasal dari balik tembok, sedangkan aku berada di salah satu sisi yang berlawanan dari asal suara itu.
Semakin dekat, jelas suara itu semakin nyata di telingaku. Suara rintihan yang kadang diselingi tangisan, memilukan. Membuat rasa penasaranku semakin besar dan makin menyebalkan, maksudku, aku itu penakut tapi malah nekat dan mencari sumber suara itu.
Ya,, jika suara tadi benar-benar setan di siang bolong, setidaknya aku bisa berlari sekuat tenaga juga tak lupa berdoa setiap detiknya agar hantu itu tak menghantuiku untuk selanjutnya.
Walaupun terus menahan takut, kenyataanya kakiku sudah melangkah sejauh ini, hanya perlu selangkah lagi agar aku tahu apa atau siapa yang jadi biang kerok dari suara meringis hati ini.
Hingga akhirnya aku dapat bernafas lega karna bukan hantu yang kulihat melainkan sosok pemuda berseragam SMA CAHAR yang sedang tertidur dengan pulasnya.
Ahhh, lupakan kata pulas yang tadi kuucapkan, karna sekali lagi lelaki misterius ini merintih dalam tidurnya. Mungkin tidur dengan posisi duduk membuatnya tak nyaman hingga bermimpi buruk.
Pelan-pelan aku mendekatinya, sebenarnya aku ingin membangunkannya, tapi takut dia marah dan yang lebih kutakutkan adalah ketidaktahuanku akan semenakutkan apa jika dia marah, penampilannya saja sudah agak menakutkan. Jadi aku memastikan langkahku agar benar-benar tak menimbulkan suara sama sekali, terkesan bodoh memang, karna sekarang aku tampak seperti pencuri kampung yang sedang mendekati rumah mangsanya.
Sekarang aku benar-benar berada di depannya, membuatku seketika bingung karna suara rintihannya terdengar jelas di telingaku.
Sebenarnya dia bermimpi apa sih sampai suara rintihannya memilukan begini?
Melihat seorang lelaki menangis ternyata sebegini tidak enaknya dan membuatku ikut bersedih hingga tanpa sadar tanganku bergerak dengan sendirinya menyentuh pipinya, awalnya aku hanya ingin mengusap air mata yang mulai mengalir dari sudut matanya, lalu akhirnya aku menyadari satu hal.
Dia demam, walaupun tak begitu panas tapi cukup mengkhawatirkan hingga tak bisa dikatakan baik-baik saja.
Untuk beberapa saat aku amati wajahnya, hidung mancung, dagu yang lancip dengan rahang yang agak tegas, mata yang belum mau menampakkan wujudnya, alis tebal juga bibir pucat yang samar-samar terlihat menggigil.
Wajah yang seharusnya damai dalam tidurnya itu malah terlihat begitu terusik oleh mimpinya.
Aku sempat dilanda kebingungan dalam kurun waktu yang tak bisa dibilang sedikit. Membiarkannya di sini lebih lama dari ini takutnya nanti demamnya bertambah parah, apalagi angin di sini tak tanggung-tanggung banyaknya, walaupun sejuk tapi tetap saja tak baik untuk orang sakit begini.
"Entah dia akan semarah apa nantinya? ahh, itu pikir belakangan saja! Aku tak tega melihatnya merintih begini" dengan kemantapan hati aku pun memutuskan untuk membangunkannya saja.
Pelan, kuguncang tubuhnya untuk membangunkannya, awalnya tak ada respon tapi lama kelamaan akhirnya mata itu terbuka. Bola mata hitam yang terlihat penuh akan kesedihan, mata yang indah. Kupikir, jantungku sempat berhenti berdetak sejenak.
"Gue lagi tidur siang. Ngapain lu ganggu gw ,haah!"
Secara tiba-tiba bayangan dia yang pastinya akan marah karna terganggu melintas di pikiranku. Membuatku sadar dan cepat-cepat meminta maaf sebelum kena semprot duluan.
" Anuuu, maaf. Nggak baik tidur di tempat dingin begini!"
Tapi ternyata reaksinya lebih parah dari apa yang kubayangkan. Cowok misterius yang ada dihadapanku ini langsung memegang pergelangan tanganku kuat-kuat. Nggak bisa dilepas, tunggu, dia membuatku takut !!!
Detik berikutnya, aku sudah ada dalam dekapannya. Aku ingin cepat-cepat melepasnya, tapi begitu menyadari tubuhnya mulai bergetar, gerakanku terhenti begitu saja.
"Kamu baik-baik saja kan?"
Tanyaku ingin memastikan. Dia diam saja, tapi kemudian aku mendengar suara tangisannya, seolah itu adalah jawaban dari pertanyaanku tadi. Jujur aku bingung, aku tak pernah dihadapkan situasi seperti ini sebelumnya.
"Udah jangan nangis ya!!!"
Kuusap punggungnya pelan untuk menenangkannya, dan seakan aku mengatakan hal yang salah, lelaki misterius ini malah tambah bergetar dan tangisannya semakin parah.
Bagaimana ini?? Ketika aku bertanya apa dia baik-baik saja, itu malah membuatnya tambah bersedih. Ketika aku bilang jangan menangis, malah membuat tangisnya semakin pilu. Jujur aku bisa merasakan air matanya yang jatuh membasahi bahuku.
" Mah, Arya kangen"
Bersamaan dengan itu dia tambah memelukku erat. Aku hanya bisa diam membeku, mendengar ucapannya tadi seketika membuatku memahami kesedihannya.
" Kangen mah"
" Arya kangen, hix"
Kuusap bahu dan punggungnya bergantian karna lagi-lagi tubuhnya bergetar menahan tangis. Air matanya terus saja berlomba untuk jatuh sebanyak-banyaknya karna sekarang bahuku benar-benar basar oleh air matanya.
Untuk pertama kali dalam hidupku, aku melihat laki-laki yang menangis seperti anak kecil karna merindukan ibunya. Sosok yang awalnya kupikir menakutkan karna garis wajahnya, ternyata dia pun juga manusia yang kadang merasa tidak berdaya.
Ahh, benar saja, sedari awal matanya memang diliputi kesedihan. Kenapa aku tak menyadarinya??
Posisi kami masih saja seperti ini sampai 10 menit berlalu begitu saja. Lalu tiba-tiba, suara alarm memecah keheningan ini. Alarm itu milik lelaki ini yang tadi menyebut dirinya sebagai Arya. Membuatnya melepaskan pelukan ini, dan otomatis membuat kami akhirnya berhadap-hadapan. Sekali lagi, aku melihat mata sendu itu.
Setelah itu, dia pergi tanpa sepatah kata pun. Meninggalkanku dengan perasaan aneh yang belum pernah kurasakan sebelumnya, seakan-akan hatiku tergelitik. Aku... kenapa... berdebar-debar begini?
✨
DI TEMPAT LAIN.
Iqbal berlari ke sana ke mari karna mencari sesuatu, ahhh, lebih tepatnya seseorang.
" Ka, lu dimana sih?? Lagi sakit malah keluyuran. Arrgghh!!"
MASA LALU YANG TERTINGGAL"Kak,,, Kakak Arya, bangun sayang! Pindah ke kamar, tidur di sini masuk angin looh!”“Hhhmmm. Ntar ma, ngantuk banget” Racaunya entah sadar atau tidak.Arya yang baru berumur 7 tahun itu menggeliat dalam tidur nyenyaknya. Membangunkan senyuman yang sebenarnya sudah lelah untuk terbentuk di wajah seorang wanita yang diundangnya mamah itu.Melihat tingkah menggemaskan putranya membuatnya refleks mencium kedua pipi imut milik Arya kecil.“Kebiasaan banget ketiduran sambil nonton tv!!!Tak ingin Arya jatuh sakit, perlahan ia pun menggendongnya dalam diam menuju kamar putranya itu. Entah apa yang dimimpikan Si Jagoan Kecil hingga Arya memeluk mamanya begitu erat saat ia
Tanganmu terlalu jauh untuk kugenggam, jadi dapatkah aku kembali?... SUASANA SENJA, MASIH DI HARI YANG SAMA. "Arya gilaaaaaa!!! Tadi lu meluk siapa??" Monolog seorang pemuda berseragam SMA dengan raut frustasi yang terlihat jelas di wajahnya. Namanya Raditya Arya Permana, sesosok pemuda bertampang sangar yang tadi menangis sejadi-jadinya di pelukan seorang perempuan yang bahkan ia tak tahu namanya. Tadi ia benar-benar tak sengaja, yang ada di bayangannya tadi benar-benar sosok ibunya. Tapi begitu pelukannya dilepas, ternyata dia malah entah siapa! Tentu dia malu, sangat malu malah, hingga tanpa sepatah kata pun terucap, ia meninggalkan Si Perempuan
Waktu yang kulalui bersamamu,dan waktu kau lalui bersamaku,menciptakan hamparan bunga yang kuharap tak pernah hilang di sini...Pukul 17.30 alias setengah 6 sore.Langit yang berwarna jingga ini perlahan berubah gelap, dua insan manusia berjalan layaknya sepasang kekasih yang sedang kasmaran. Tentu saja kedua tangan mereka bergandengan dan diayun-ayun perlahan hingga menambah kesan romantis di antaranya.Jangan tanya siapa, karna tak lain dan tak bukan mereka adalah kakak beradik Permana yang telah berbaikan. Tentu saja dengan memenuhi persyaratan Ice Cream cup besar terlebih dahulu.Sepanjang
"Kenapa lu jadi serapuh ini, kak??" . . . Malam seharusnya terasa menyenangkan karena bintang bintang bersinar terang menerangi malam, ditemani rembulan dengan cahayanya yang menenangkan. Tapi sayangnya semua itu nggak berlaku buat gue, karna sekarang gue bener-bener gelisah dan berantakan. Rambut gua acak-acakan, dan bahkan gue masih mengenakan seragam sekolah lengkap yang menandakan kalau gue belum mandi dari jam balik sekolah padahal sekarang sudah jam 11 malam. "Payah" kutuk gue dalam hati. Tanpa henti, gue ketuk-ketuk terus jari jemari gue di atas meja. Mencoba berusaha tenang dan mencoba untuk berpikir jernih karna segalanya nggak akan bisa beres kalau gue terus-terusan pakai emosi. Tapi nyatanya usaha gag
Arya, dia penuh misteri, banyak yang dia sembunyikan hingga membuatku semakin ingin mengenalnya. Tapi aku bisa apa jika dia membenciku?*Fizya SusandraArya! Jangan pernah tanya tentang Arya ke gue, gue nggak tahu dan gue nggak mau tahu! Yang jelas gua nggak suka sama dia, dan lagi, siapa sih yang suka sama dia?*Amanda Siti AuraKak Arya, apa! lu mau bilang apa tentang dia! lu nggak berhak menilai, Bro. Karena lu nggak kenal Kak Aya yang gua kenal.*Iqbal RamdaniAra sayang Kak Arya, Ara kangen Kak Arya. Kenapa Kakak nggak pulang-pulang ke rumah??*Adisty Kayra PermanaArya, Arya itu bangsat! Anak setan, pembawa sial, kelahirannya bahkan tak pernah diharapkan di dunia ini.*?????
Apa salahku hingga kau begitu membenciku??? . . . Arya kecil menatap pantulan wajahnya di cermin sambil menampilkan senyuman terbaiknya, menampakan deretan gigi gigi mungilnya itu. Manis bukan?? Senyum kotak khas seorang Raditya Arya Permana. Hampir semua orang menyukainya, mereka selalu mengatakan bahwa Arya bertambah tampan jika dirinya tersenyum. Tapi kata hampir mengandung makna bahwa tak semua orang menyukai senyum kotak milik Arya itu, ada seorang yang amat sangat menjadi Arya tersenyum. Dan hari ini orang itu memakinya lagi, mengatakan berbagai macam cacian yang mencabik-cabik hati kecilnya. Menyu
Murid teladan, tukang telat dan juga edan. . . . Pagi, ketika matahari mulai setinggi tombak. Kamar seorang Iqbal Ramdani. Silau matahari mulai mengganggu mata gue yang masih betah merem, asli gue masih ngantuk. Intinya gue PW, mager berat, pengen banget bobo lagi tapi sayang jam alarm gue udah punya daritadi. Sebentar!! Jam Alarm kok baru bunyi sekarang? Biasanya kan gue setel buat bangunin gue sholat subuh! "Alarmnya bunyi tapi kok silau amat??" "Apa cuma perasaan gue doang?" "Sekarang jam berapa sih?" Jam 07.00, itu angka yang gue liat waktu membuat mata gue perlahan. What!! Apa kata dunia? Seketika gue bangkit berdiri, mata gue langsung melek seperti bohlam padahal tadinya cuma segaris. Langsung sadar kalau kakak gue udah k
IQBAL POVDia cantik kok, kalau ngeliatnya pakai kacamata kuda. Hahaha.....Kadang gue mempertanyakan takdir. Kenapa gue dipersatukan sama Siti supaya jadi teman sebangku gue. Entah berkah atau musibah??Amanda Siti Aura, biar keren gue panggil dia Siti. Dia teman sebangku gue dari kelas 10, dan ternyata kita harus sekelas lagi dan sebangku lagi di kelas 11. Padahal kerjaan sehari-hari kita adalah bacot bacotan, saling menghina, saling memaki, kagak ada akur-akurnya kek bawang merah dan bawang putih.Gue aslinya ya kagak mau sebangku sama dia. Tapi bisa apa gue karena yang ngatur posisi tempat duduk itu adalah wali kelas kita sendiri. Ibu Ika, ibu guru yang baik hati seperti malaikat. Bikin gue nggak enak hati untuk menolak.Sekedar cerita sih, jujur awalnya gue seneng banget bisa sebangku sama si Siti. Primadona sekolah coy!! Sudah manis c