Share

Kecewa

"Maafkan aku Mira...." ucap Bagas saat Mira membuka mata.

Mira membuang muka melihat suaminya yang tengah bersimpuh di sisi tempat tidur, terasa muak melihatnya.

"Pergi saja kau Mas! Untuk apa kamu masih disini!?" seru Mira ketus.

"Jangan begitu Mira, maafkan aku telah membuatmu terluka."

"Rasa sakit ini akan selalu kuingat Mas, apalagi saat kebogonganmu terbongkar! Harusnya kau mengatakannya dari awal, jadi aku bisa merasakan sakitnya dari awal. Tapi kenapa setelah sekian tahun aku baru tahu? Kau benar benar menyakitiku Mas!"

Bagas terdiam, tak bisa menjawab pertanyaan Mira. Raut wajahnya keruh, mungkin rasa sesal telah menyelimuti relung hatinya.

"Katakan saja satu hal padaku Mas, kita bercerai atau bagaimana!?" cecar Mira.

"Aku tak bisa mengatakannya sekarang Mira, beri aku waktu untuk berpikir!" sahut Bagas lirih.

Mira tak menjawab, airmata mengalir deras membasahi pipi wanita itu.

"Kenapa, kenapa semua harus begini Mas? Apa hanya karena tak punya anak, keluargamu bersikap seperti ini padaku!?" keluh Mira berkali kali.

Bagas tak menjawab pertanyaan Mira, namun justeru melangkah keluar dari kamar wanita itu.

Mira termenung di tepi tempat tidur, meratapi nasibnya kini yang terbuang.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Ternyata ini yang mereka sembunyikan dariku selama ini, pantas saja sikap mereka acuh padaku. Ternyata mereka sudah mendapatkan cucu tapi dari perempuan lain, bukan dariku."

Ponsel Mira berkedip, ada panggilan masuk dari Damar. Wanita itu mengusap layar ponselnya untuk menjawab panggilan tersebut, meski hatinya enggan.

"Hallo, kamu baik baik saja Mira?" lama Mira tak menjawab, menghapus sisa air mata yang menetes.

"Aku baik baik saja, hatiku begitu sakit menerima kenyataan ini."

"Mungkin ini lebih baik buatku untuk mengetahuinya meski terlambat, tapi setidaknya tak ada lagi kebohongan lagi," jawab Mira lirih.

"Sabarlah Mira, mungkin memang ini sudah jalan terbaik buatmu."

"Iya, dan aku beruntung mengetahuinya sekarang daripada nanti berlama lama."

Lama tak ada sahutan dari seberang telepon, mungkin si penelepon sedang memikirkan sesuatu.

"Bagaimana jika ketemuan? Gak harus sekarang, lain waktu jika perasaanmu sudah membaik," tawar Damar pada Mira.

"Iya, nanti aku pikirkan lagi. Untuk saat ini aku lagi tak ingin kemanapun, lelah rasa hati ini," kata Mira sambil memandang Poto pernikahannya bersama Bagas.

Prak!

Mira melempar vas bunga dan tepat mengenai poto tersebut, menimbulkan suara benda pecah.

"Suara apa itu!? Kamu sedang apa!? Mira, Mir!?" terdengar suara Damar memangil Mira.

"Aku tak apa apa, jangan khawatir. Hah6a sedang melampiaskan kekesalan saja!" sahut Mira.

"Jangan melakukan suatu hal yang merugikanmu Mira, ingat masa depanmu masih panjang! Pikirkan hidupmu, jangan kau pikirkan orang lain yang tak penting!" pesan Damar pada Mira.

"Aku tak serapuh itu Damar, tenang saja! Kau tahu itu bukan?"

"Iya, aku yakin kamu bisa melewati itu semua dengan mudah!" tutur Damar lagi.

"Betul katamu Damar, tak ada gunanya menangisi satu hal yang tak menguntungkan bagi kita."

"Nah itu kamu tahu, jadi mulai hari ini bangkitlah!" 

"Pasti! Dan akan aku tunjukkan pada mereka, jika aku juga bisa seperti mereka! Apalagi keluarga mereka yang egois, aku pasti akan membalasnya suatu saat nanti!" 

"Tak baik membalas dendam, aku hanya meningkatkan saja! Tapi semua tergantung privasi seseorang!"

"Bukan membalas dendam, tapi memberi pelajaran jika jujur itu lebih baik meski menyakitkan!" sahut Mira dingin.

"Ok kalau begitu, jangan lupa kabari aku jika kamu sudah lebih baik dari hari ini. Aku hanya ingin membantumu melupakan kesedihanmu, bukan bermaksud mengajarimu untuk berselingkuh he... he...." seloroh Damar.

"Tenang saja, kupastikan mereka akan menyesal telah mengacuhkan ku!" sahut Mira.

"Ya sudah, tenangkan hatimu jangan berpikiran macam macam. Lain waktu kita bertemu lagi!" 

"Ok!" Mira lalu menutup obrolan mereka.

Entah kenapa, rasa benci tiba tiba menjalar di relung hatinya. Rasa benci pada keluarga suaminya, juga pada Bagas. 

"Suatu saat aku akan menunjukkan pada mereka, jika aku juga manusia punya perasaan. Agar mereka tak semena mena lagi pada menantunya!" janji Mira dalam hati.

Pandangan mata wanita itu beralih pada poto yang tadi dilemparnya dengan vas bunga, pecahan kacabya jatuh berserakan di di lantai.

"Aku akan menghancurkan hatimu Bagas, seperti kamu menghancurkan perasaanku saat ini!" ucap Mira dalam hati.

Wanita itu beranjak dari tempat tidurnya, melangkahkan kaki menuju ruang tamu. 

Ditatapnya nanar lukisan pengantin, lalu diturunkannya lukisan itu. Diraihnya gunting di laci, lalu di robek robeknya lukisan itu menggunakan gunting yang dipegangnya.

"Aku benci kamu Mas, aku benci!" gumam Mira kesal dan terus merobek lukisan itu hingga hancur tak berbentuk lagi.

Brm....

Terdengar suara mobil berhenti di halaman depan, dan Mira mengalihkan pandangan matanya ke jendela. Mata wanita itu melotot tajam, saat mengetahui siapa yang turun dari mobil.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status