"Kau bisa memandikan Hyunki?"
Belum sempat Han membuka mulut, Evelyn kembali berkata, "Sudahlah jangan menjawab! Kau pasti tidak bisa."
"Hehe ... Kalau begitu tolong ajari!"
"Masalahnya aku juga belum pernah memandikan bayi." berpikir sebentar lalu mengeluarkan ponsel dari tas. Ia menonton sebuah video memandikan bayi di internet. Han juga ikut menonton.
"Aku tetap tidak berani melakukannya. Hyunki terlalu kecil," ucap Evelyn.
"Saya bisa melakukannya."
"Kau yakin?"
Sambil mengangguk, dia berkata, "Seperti yang saya bilang, saya bisa melakukan segala hal jika sudah pernah melihatnya."
Segera, Han memandikan bayi yang diberi nama Hyunki tersebut dan benar dia bisa melakukannya dengan baik.
"Wah, ternyata kau tidak bodoh sepenuhnya," puji Evelyn, "Kalau begitu, aku juga tidak perlu mengajarimu cara melakukan pekerjaan rumah sendiri. Kau tonton saja video di internet!"
"Tentu saja," balas Han sambil tersenyum.
Tak terasa, sudah seminggu Han tinggal bersama Evelyn.
Hari-hari dia lalui dengan pekerjaan rumah seperti, mencuci, memasak, menyapu, dan mengepel. Sementara itu, Evelyn sibuk bekerja di toko rotinya dari jam 10 pagi hingga 10 malam.
Malam ini, Evelyn pulang sedikit terlambat.
Jam sudah menunjukkan 22.45. Ia masuk ke apartemen, melepas sepatu, dan jaket. Lalu, dia meletakkan semua ke tempatnya.
"Eh ... heh ... heh ... " Dia mendengar suara Han dari sofa ruang tengah. Han sedang tertidur sambil mengigau merintih seperti sesak nafas.
"Hei, Han! Bangunlah! Ada apa denganmu?" Evelyn berusaha menggoyangkan badan Han hingga terbangun.
"Apa kau bermimpi? Mimpi apa?"
"Entahlah. Semuanya terasa gelap dan badan saya terasa kaku." Nafas pria itu masih terengah-engah.
"Sebentar, aku ambilkan minum."
Evelyn pergi ke dapur dan kembali membawa segelas air putih untuk Han.
"Kenapa pulang sangat larut?" tanya Han penuh perhatian.
"Tidak apa-apa. Di mana Hyunki?"
"Dia sudah tidur di kamar. Saya menunggumu di sini dan tidak sadar tertidur."
"Tidurlah di kamar! Aku juga ingin tidur."
Evelyn mengusap kepala Han seolah Han adalah anak kecil.
Han mengamati Evelyn yang terlihat lesu berjalan menuju kamarnya. Namun, dia tidak berani bertanya.
Mentari bersinar dan hari telah berganti.
Pagi-pagi, Han sudah selesai menyiapkan nasi goreng untuk sarapan.
Biasanya, jam segini Evelyn sudah pergi ke meja makan untuk sarapan. Tapi, tidak dengan hari ini. Bahkan, Han sudah menunggu lama di meja makan, namun Evelyn tak kunjung keluar.
Karena lama menunggu, akhirnya ia menghampiri Evelyn ke kamarnya.
Dia mengetuk pintu dan memanggil-manggil Evelyn, tapi tidak ada jawaban.
Ia membuka pintu kamar yang tidak terkunci dan ternyata Evelyn tidak berada di sana. Lalu, ia menuju ruang tamu dan menemukan Evelyn sedang duduk melamun di sana.
"Saya mencarimu kemana-mana ternyata di sini," kata Han sambil ikut duduk.
"Ayo sarapan! Saya sudah selesai memasak nasi goreng."
"Aku tidak ingin sarapan."
"Evelyn kau kenapa?"
"Tidak apa-apa."
"Kau berkata tidak apa-apa, tapi wajahmu seperti kenapa-kenapa. Apa yang kau pikirkan?"
Menghela nafas, "Baiklah kalau kau memaksa. Sebenarnya, aku hanya memikirkan uang."
"Uang?"
"Iya. Akhir-akhir ini tokoku sangat sepi pembeli. Tabunganku semakin menipis. Ditambah aku terbebani kau dan Hyunki. Pengeluaranku jadi semakin banyak."
Han hanya terdiam merasa bersalah mendengar penjelasan Evelyn. Suasana menjadi hening.
"Ek ... ek ... " Tangis Hyunki memecahkan suasana. Han bangkit dari duduknya menghampiri Hyunki.
Beberapa menit setelah selesai menenangkan Hyunki, ia kembali ke ruang tamu. Tetapi, Evelyn sudah tidak berada di sana.
Han pergi ke meja makan dan melihat nasi goreng buatannya masih utuh. Evelyn pergi tanpa sarapan.
Kini, Han hanya duduk sendiri mengunyah menu sarapan sambil termenung.
Sepanjang hari dan malam, pikiran Han tak berpaling sedikit pun dari kata-kata Evelyn bahwa dirinya adalah beban.Hal itu membuat dirinya bertekad untuk mencari kerja meski tanpa kartu identitas apa pun.Hari ini setelah Evelyn berangkat ke toko roti dan dia sudah selesai dengan pekerjaan rumah, ia pergi berangkat melamar pekerjaan.Di bawah sinar mentari pagi, ia berjalan menyusuri kota sambil mendorong kereta bayi yang berisi Hyunki.Dia mendatangi semua toko dan tempat makan menanyakan apakah ada lowongan pekerjaan.Tak banyak toko yang sedang menambahkan pekerja. Sekalipun ada, mereka selalu bertanya kartu identitas yang tak dimiliki oleh Han.Dia terus berjalan dan menemukan sebuah tempat makan yang sedang membutuhkan karyawan tanpa meminta identitas apa pun. Tapi tentunya, pemilik tempat makan itu tidak mau menerima karyawan yang bekerja membawa bayi.Hari semakin siang.Terik matahari terasa membakar kulit. Han memilih b
Biasanya, Han makan malam lebih dulu tanpa menunggu Evelyn. Tapi, berbeda dengan hari ini, ia mengganjal perutnya yang lapar dengan makanan ringan agar bisa makan malam bersama Evelyn.Waktu pulang Evelyn pun telah tiba. Ia datang dengan membawa bungkusan roti di tangan dan raut muka yang lesu."Selamat datang, Evelyn!" sambut Han begitu Evelyn masuk ke dalam."Untukmu!" kata Evelyn sambil memberikan bungkusan roti yang ia bawa, "kau pasti belum makan karena di rumah tidak ada bahan makanan.""Benar, saya belum makan karena menunggumu. Tapi, saya sudah memasak untuk makan malam kita. Ayo!""Kenapa menungguku? Setiap hari kan aku sudah makan malam di toko.""Sudah! Pokoknya malam ini kau harus makan malam dengan saya!" Han pun menarik tangan Evelyn menuju dapur.Melihat meja makan penuh dengan berbagai makanan yang tersaji, membuat Evelyn bertanya karena yang ia tahu bahan makanan dirumah sudah habis."Kau dapat dari mana semua
Di depan jendela kamarnya, Evelyn berdiri. Menatap gemerlap bintang di langit sambil menangis."Ev, Kau belum tidur?"Evelyn menoleh, "Kau? Kau sangat tidak sopan memasuki kamar perempuan sembarangan!" katanya sambil mengelap air mata."Maaf! Saya ingin mengetuk pintu tapi saya takut kau tidak mengijinkan saya masuk." Mendekat ke arah Evelyn."Kenapa menangis?" Mengelap air mata Evelyn menggunakan tangan kanannya.Evelyn hendak menolak perlakuan Han dengan menepis tangannya, tetapi Han malah memegang pipinya dengan kedua tangan dan menghapus air matanya.Hal itu membuat sebuah kenangan terbesit di kepalanya. Kenangan dengan seorang anak laki-laki yang mengusap air matanya ketika menangis di masa kecil.Air matanya mengalir semakin deras membuat Han bingung dan langsung memeluknya."Apakah saya menyakitimu sedalam itu? Maafkan saya." Mengusap punggung.Otak Evelyn hendak menolak, namun tidak dengan tubuhnya. Ia mera
Kehidupan beberapa bulan telah dilaluinya dengan profesi sebagai Model. Setiap kali ia ada jadwal pemotretan, maka Evelyn tidak akan berangkat ke toko untuk menjaga Hyunki.Gaji yang di peroleh Han cukup besar. Ia sudah bisa membeli kebutuhannya sendiri, seperti Gadget dan lain-lain. Untuk kebutuhan Hyunki juga sudah terpenuhi dengan layak.Tak terasa Hyunki juga sudah tumbuh menjadi besar. Perkembangannya cukup pesat. Ia sudah bisa merangkak dan mengucapkan beberapa kata."Papapa ... Mamama ... ""Kasihan dia tidak pernah melihat orang tuanya," ucap Han."Kita bisa menggantikannya.""Kau mau dipanggil Mama?""Awalnya, aku tidak mau. Tapi saat bersamanya, aku ingin menjadi sosok ibu untuknya."Han tersenyum.Suara tawa Hyunki memenuhi ruang kamar ketika Han mengangkat tubuhnya ke atas dengan kedua tangan. "Pesawat terbang ... ngeng ... ngeng ... ""Hei kalung Hyunki lepas!" Evelyn melihat kalung yang d
Rintik hujan mengguyur bumi di petang hari. Dari jendela dalam rumah ia melihat gadis kecil duduk meringkuk di teras rumah depan rumahnya. Gadis itu menundukan kepala sesekali mendongak hanya untuk mengusap air mata. Merasa tak tega melihatnya, ia mencari payung lalu menghampiri gadis tersebut."Eyin ... hari sudah gelap kenapa kau masih di luar? Kau dikunci di luar lagi?""Iya. Tadi aku tidak sengaja menumpahkan air ke lantai.""Kalau begitu ke rumahku saja dulu.""Apa tidak papa? Bagaimana jika orang tuamu marah?""Tidak apa. Orang tuaku sangat baik."Hanya sepenggal, adegan mimpi telah berakhir.Han terbangun dari tidurnya. Mengecek jam di ponsel menunjukkan pukul 08.32. Dilayar ponsel juga ada notifikasi pesan masuk yang berisi permintaan untuk hadir di acara perayaan perusahaan.Han meletakkan ponsel lalu mengecek Hyunki di ranjang bayinya. Bayi itu baru saja meregangkan otot-ototnya."U ... Ganten
Meski hari telah berganti, tapi sensasi semalam masih belum terhenti. Dia mengingat ketajaman mata Han saat menatapnya. Kata-kata Han yang ternggiang di kepala. "Kenapa dia berkata begitu? Jangan-jangan ... dia jatuh cinta kepadaku." Senyum-senyum sendiri. Dan teringat ciuman dari Han semalam, ia jadi heboh sendiri dikamar. "Aaaa ... Bisa gila aku! Sebaiknya aku keluar." Saat melihat Han sedang duduk membopong Hyunki di sofa ruang tengah, ia merasa malu untuk menghampiri. Ia menarik narik nafasnya dalam-dalam terlebih dahulu sebelum melangkah ke arah mereka. "Ehem!" Berdiri dengan rasa canggung yang membebani. "Eh, Mama Ev sudah bangun. Selamat pagi, Mama Ev! Duduk sini!" sapa Han seolah tidak terjadi apa-apa semalam. "Apa dia tidak ingat kejadian semalam?" batin Evelyn. Kemudian, ia sengaja menggulung seluruh rambutnya ke atas untuk memperlihatkan kiss mark yang dibuat oleh Han di lehernya.
"Jadi bagaimana? Kita tentukan tanggal pernikahannya dulu, ya!" ucap James "Maaf, tapi aku tidak bisa melakukan perjodohan ini!" "Why, Ev?" Han datang sebelum Evelyn menjawab. "Karena dia sudah tidak lajang lagi. Saya suaminya dan ini anak kami," sahut Han melenyapkan suasana tenang. "Apa maksudnya? Kapan kau menikah tanpa persetujuan keluarga?" tanya James. "Beberapa bulan lalu." "Kau tidak bisa asal menikah begitu, dong! Kau sudah ada ikatan perjodohan!" nadanya meninggi. "Itu hakku!" jawab Evelyn dengan nada yang sama tinggi." "Sudah-sudah!" ucap pria bernama Junghyun tersebut. "Saya tidak ingin merusak hubungan orang lain. Lebih baik kita batalkan saja perjodohan ini, begitu juga dengan kontrak kita. Saya tidak jadi memberikan saham pada perusahaan keluarga kalian. Saya pamit pergi sekarang!" Begitu Junghyun meninggalkan tempat, James memaki Han, "Siapa kau? Menghamili dan m
Mereka telah menghabiskan beberapa jam untuk berkeliling taman. Meski hanya berjalan tanpa berlari, mereka berhasil mengeluarkan butiran-butiran keringat yang mampu membasahi baju mereka. Han mengajak untuk beristirahat, "Kita duduk di sini sebentar, ya! Sepertinya Hyunki mulai kehausan." "Iya." Hyunki menyedot botol susunya dengan cepat. Ia benar-benar kehausan. Sekelompok orang yang terdiri dari tiga remaja perempuan di sana, terlihat sedang memperhatikan Han dan membicarakannya. "Bukankah dia Han, Selebgram dan Model tampan itu?" tanya perempuan berponi di sana. "Mirip, sih. Tapi, apa benar itu Han?" sahut perempuan yang lainnya sambil membenahkan kacamata untuk memperjelas pandangan. Satunya lagi yang berambut pendek juga ikut bicara, "Benar, itu adalah Han. Ayo kita hampiri!" Han memang sudah memiliki cukup banyak followers di media sosial Desygram. Jadi, wajar jika beberapa orang di luar mengenalinya. "Ehe