"Kita mulai dari membuat sarapan terlebih dahulu. Perhatikan baik-baik, oke!"
"Oke!" Mengacungkan jempol tangan kanan sementara tangan kiri menggendong bayi."
"Nyalakan kompornya terlebih dahulu seperti ini! Ceklik ..." bunyi kompor dinyalakan.
"Aku akan mengajarkan menu paling sederhana dulu. Yaitu ... telur ceplok." Gaya bicara Evelyn meniru pembawa acara progam memasak di stasiun televisi.
"Panaskan teflon! Lalu pecahkan telur diatasnya! Tambahkan sedikit garam! Ini yang namanya garam. Kau juga harus belajar membedakan mana garam, mana gula, dan lain-lain."
Han sangat fokus meperhatikan Evelyn, "Bagaimana cara membedakannya?"
"Kau bisa menjilatnya sedikit. Nanti lama kelamaan kau bisa membedakan hanya dengan melihatnya."
Han pun menjilat masing-masing toples bumbu menggunakan ujung jari dengan menampilkan ekspresi sesuai rasa. Evelyn yang sedang mengangkat telur, melirik ke arah Han, "Sudah matang ... Pakai sendok, Bodoh! Itu menjijikkan."
"Hehe ... " nyengir.
Evelyn sudah selesai menyajikan telur ceplok di atas meja makan.
Mereka berdua duduk berhadapan untuk sarapan.
"Kau sudah bisa mengikuti apa yang tadi aku contohkan?"
"Itu sangat mudah. Asal Nona tahu, pekerjaan saya100 kali lebih sulit dari pada itu."
"Orang sepertimu memangnya punya pekerjaan?"
"Tentu saja. Saya berada disini itu juga karena melakukan kesalahan pada pekerjaan."
"Ya ... ya ... ya ... " Menganggap seakan perkataan Han hanyalah bagian dari keanehannnya.
"Setelah sarapan aku akan mandi lalu mengajarimu pekerjaan yang lain. Kau dan bayimu juga harus mandi."
"Anda belum mencontohkan caranya mandi."
"What? Kau juga minta di ajari mandi?"
Han mengangguk polos menjawab pertanyaan Evelyn.
"Hisshhh ... Yasudah sana tidurkan bayimu di ranjang lalu segera ke kamar mandi!"
Sekarang mereka berdua sudah berada di kamar mandi. Evelyn melilitkan handuk pada setengah badan Han dan meminta Han melepas pakaiannya sendiri.
Han terlihat kesulitan apalagi ketika melepas kancing kemejanya. Hal itu membuat Evelyn tidak sabar hingga reflek membantunya. Ia melepas kancing dari bawah, sampai keatas ia terpaku menatap wajah sempurna Han.
"Manusia bodoh ini ... Kenapa bisa begitu tampan?"
Tapi segera ia terbangun dari keterpukauan. Menggelengkan kepala lalu menyalakan shower secara tiba-tiba hingga membuat Malaikat itu kaget.
"Begini! Be-gi-ni caranya mandi!" berbicara sambil menyatukan gigi atas dan gigi bawah menandakan bahwa ia sangat kesal. Dengan kasar ia menyabun dan menyiram tubuh Han. Kemudian ia memberi handuk kering untuk dipakai Han. Lalu ia keluar.
Baru beberapa langkah keluar ia seperti baru teringat sesuatu hingga harus menepuk keningnya. "Aku lupa! manusia itu dan juga bayinya tidak memiliki baju ganti."
Kemudian ia mencarikan baju ganti di lemarinya. Untunglah dia memiliki beberapa koleksi kaos oversize yang muat dipakai Han. Tapi untuk celana, terpaksa ia memberikan seadanya yang dia punya.
Evelyn membawakannya ke kamar Han. Di sana Han sudah keluar dari kamar mandi. Ia melempar baju tersebut dari depan pintu.
"Pakai baju ini! Aku akan keluar sebentar untuk membeli beberapa baju bayi," teriaknya lalu segera pergi.
Satu setengah jam berlalu, Evelyn sudah kembali kerumah dengan membawa barang yang ia cari. Dia langsung menuju kamar Han dan sesuatu membuatnya tertawa. Hal itu tak lain dan tak bukan adalah karena melihat celana ketat miliknya yang dipakai oleh Han.
"Apa yang Anda tertawakan, Nona?" bertanya dengan polos. Sementara Evelyn masih saja tertawa.
"Apa yang terjadi pada Anda? Datang-datang malah begini?"
"Tidak papa." Mencoba untuk tenang.
"Aku baru saja membeli baju untukmu dan bayimu." Membuka tas belanjaan.
"Wah ... Terima kasih banyak, Nona roti."
"Berhenti memanggilku begitu!"
"Baiklah, Nona Evelyn!"
"Panggil Evelyn saja!"
"Oke, Evelyn!"
"Kau bisa memandikan Hyunki?"Belum sempat Han membuka mulut, Evelyn kembali berkata, "Sudahlah jangan menjawab! Kau pasti tidak bisa.""Hehe ... Kalau begitu tolong ajari!""Masalahnya aku juga belum pernah memandikan bayi." berpikir sebentar lalu mengeluarkan ponsel dari tas. Ia menonton sebuah video memandikan bayi di internet. Han juga ikut menonton."Aku tetap tidak berani melakukannya. Hyunki terlalu kecil," ucap Evelyn."Saya bisa melakukannya.""Kau yakin?"Sambil mengangguk, dia berkata, "Seperti yang saya bilang, saya bisa melakukan segala hal jika sudah pernah melihatnya."Segera, Han memandikan bayi yang diberi nama Hyunki tersebut dan benar dia bisa melakukannya dengan baik."Wah, ternyata kau tidak bodoh sepenuhnya," puji Evelyn, "Kalau begitu, aku juga tidak perlu mengajarimu cara melakukan pekerjaan rumah sendiri. Kau tonton saja video di internet!""Tentu saja," balas Han sambil tersenyum.
Sepanjang hari dan malam, pikiran Han tak berpaling sedikit pun dari kata-kata Evelyn bahwa dirinya adalah beban.Hal itu membuat dirinya bertekad untuk mencari kerja meski tanpa kartu identitas apa pun.Hari ini setelah Evelyn berangkat ke toko roti dan dia sudah selesai dengan pekerjaan rumah, ia pergi berangkat melamar pekerjaan.Di bawah sinar mentari pagi, ia berjalan menyusuri kota sambil mendorong kereta bayi yang berisi Hyunki.Dia mendatangi semua toko dan tempat makan menanyakan apakah ada lowongan pekerjaan.Tak banyak toko yang sedang menambahkan pekerja. Sekalipun ada, mereka selalu bertanya kartu identitas yang tak dimiliki oleh Han.Dia terus berjalan dan menemukan sebuah tempat makan yang sedang membutuhkan karyawan tanpa meminta identitas apa pun. Tapi tentunya, pemilik tempat makan itu tidak mau menerima karyawan yang bekerja membawa bayi.Hari semakin siang.Terik matahari terasa membakar kulit. Han memilih b
Biasanya, Han makan malam lebih dulu tanpa menunggu Evelyn. Tapi, berbeda dengan hari ini, ia mengganjal perutnya yang lapar dengan makanan ringan agar bisa makan malam bersama Evelyn.Waktu pulang Evelyn pun telah tiba. Ia datang dengan membawa bungkusan roti di tangan dan raut muka yang lesu."Selamat datang, Evelyn!" sambut Han begitu Evelyn masuk ke dalam."Untukmu!" kata Evelyn sambil memberikan bungkusan roti yang ia bawa, "kau pasti belum makan karena di rumah tidak ada bahan makanan.""Benar, saya belum makan karena menunggumu. Tapi, saya sudah memasak untuk makan malam kita. Ayo!""Kenapa menungguku? Setiap hari kan aku sudah makan malam di toko.""Sudah! Pokoknya malam ini kau harus makan malam dengan saya!" Han pun menarik tangan Evelyn menuju dapur.Melihat meja makan penuh dengan berbagai makanan yang tersaji, membuat Evelyn bertanya karena yang ia tahu bahan makanan dirumah sudah habis."Kau dapat dari mana semua
Di depan jendela kamarnya, Evelyn berdiri. Menatap gemerlap bintang di langit sambil menangis."Ev, Kau belum tidur?"Evelyn menoleh, "Kau? Kau sangat tidak sopan memasuki kamar perempuan sembarangan!" katanya sambil mengelap air mata."Maaf! Saya ingin mengetuk pintu tapi saya takut kau tidak mengijinkan saya masuk." Mendekat ke arah Evelyn."Kenapa menangis?" Mengelap air mata Evelyn menggunakan tangan kanannya.Evelyn hendak menolak perlakuan Han dengan menepis tangannya, tetapi Han malah memegang pipinya dengan kedua tangan dan menghapus air matanya.Hal itu membuat sebuah kenangan terbesit di kepalanya. Kenangan dengan seorang anak laki-laki yang mengusap air matanya ketika menangis di masa kecil.Air matanya mengalir semakin deras membuat Han bingung dan langsung memeluknya."Apakah saya menyakitimu sedalam itu? Maafkan saya." Mengusap punggung.Otak Evelyn hendak menolak, namun tidak dengan tubuhnya. Ia mera
Kehidupan beberapa bulan telah dilaluinya dengan profesi sebagai Model. Setiap kali ia ada jadwal pemotretan, maka Evelyn tidak akan berangkat ke toko untuk menjaga Hyunki.Gaji yang di peroleh Han cukup besar. Ia sudah bisa membeli kebutuhannya sendiri, seperti Gadget dan lain-lain. Untuk kebutuhan Hyunki juga sudah terpenuhi dengan layak.Tak terasa Hyunki juga sudah tumbuh menjadi besar. Perkembangannya cukup pesat. Ia sudah bisa merangkak dan mengucapkan beberapa kata."Papapa ... Mamama ... ""Kasihan dia tidak pernah melihat orang tuanya," ucap Han."Kita bisa menggantikannya.""Kau mau dipanggil Mama?""Awalnya, aku tidak mau. Tapi saat bersamanya, aku ingin menjadi sosok ibu untuknya."Han tersenyum.Suara tawa Hyunki memenuhi ruang kamar ketika Han mengangkat tubuhnya ke atas dengan kedua tangan. "Pesawat terbang ... ngeng ... ngeng ... ""Hei kalung Hyunki lepas!" Evelyn melihat kalung yang d
Rintik hujan mengguyur bumi di petang hari. Dari jendela dalam rumah ia melihat gadis kecil duduk meringkuk di teras rumah depan rumahnya. Gadis itu menundukan kepala sesekali mendongak hanya untuk mengusap air mata. Merasa tak tega melihatnya, ia mencari payung lalu menghampiri gadis tersebut."Eyin ... hari sudah gelap kenapa kau masih di luar? Kau dikunci di luar lagi?""Iya. Tadi aku tidak sengaja menumpahkan air ke lantai.""Kalau begitu ke rumahku saja dulu.""Apa tidak papa? Bagaimana jika orang tuamu marah?""Tidak apa. Orang tuaku sangat baik."Hanya sepenggal, adegan mimpi telah berakhir.Han terbangun dari tidurnya. Mengecek jam di ponsel menunjukkan pukul 08.32. Dilayar ponsel juga ada notifikasi pesan masuk yang berisi permintaan untuk hadir di acara perayaan perusahaan.Han meletakkan ponsel lalu mengecek Hyunki di ranjang bayinya. Bayi itu baru saja meregangkan otot-ototnya."U ... Ganten
Meski hari telah berganti, tapi sensasi semalam masih belum terhenti. Dia mengingat ketajaman mata Han saat menatapnya. Kata-kata Han yang ternggiang di kepala. "Kenapa dia berkata begitu? Jangan-jangan ... dia jatuh cinta kepadaku." Senyum-senyum sendiri. Dan teringat ciuman dari Han semalam, ia jadi heboh sendiri dikamar. "Aaaa ... Bisa gila aku! Sebaiknya aku keluar." Saat melihat Han sedang duduk membopong Hyunki di sofa ruang tengah, ia merasa malu untuk menghampiri. Ia menarik narik nafasnya dalam-dalam terlebih dahulu sebelum melangkah ke arah mereka. "Ehem!" Berdiri dengan rasa canggung yang membebani. "Eh, Mama Ev sudah bangun. Selamat pagi, Mama Ev! Duduk sini!" sapa Han seolah tidak terjadi apa-apa semalam. "Apa dia tidak ingat kejadian semalam?" batin Evelyn. Kemudian, ia sengaja menggulung seluruh rambutnya ke atas untuk memperlihatkan kiss mark yang dibuat oleh Han di lehernya.
"Jadi bagaimana? Kita tentukan tanggal pernikahannya dulu, ya!" ucap James "Maaf, tapi aku tidak bisa melakukan perjodohan ini!" "Why, Ev?" Han datang sebelum Evelyn menjawab. "Karena dia sudah tidak lajang lagi. Saya suaminya dan ini anak kami," sahut Han melenyapkan suasana tenang. "Apa maksudnya? Kapan kau menikah tanpa persetujuan keluarga?" tanya James. "Beberapa bulan lalu." "Kau tidak bisa asal menikah begitu, dong! Kau sudah ada ikatan perjodohan!" nadanya meninggi. "Itu hakku!" jawab Evelyn dengan nada yang sama tinggi." "Sudah-sudah!" ucap pria bernama Junghyun tersebut. "Saya tidak ingin merusak hubungan orang lain. Lebih baik kita batalkan saja perjodohan ini, begitu juga dengan kontrak kita. Saya tidak jadi memberikan saham pada perusahaan keluarga kalian. Saya pamit pergi sekarang!" Begitu Junghyun meninggalkan tempat, James memaki Han, "Siapa kau? Menghamili dan m