Halo Semuanya! Sedih banget enggak bisa update secara rutin. Soalnya lagi sibuk ngurus dedek kecil yang baru lahir. Semoga kalian tetap sabar dan setia menunggu kelanjutan bab berikutnya, ya... Makasih buat para pembaca semuanya...
Kecepatan berjalan cepat di area teras rumah sakit jiwa yang dilakukan Ae Ra dalam mengejar Han tidaklah berjalan lancar. Beberapa pasien dan para perawat yang sedang melakukan aktivitas berlalu lalang menghambat langkahnya. Pada sebuah tikungan sudut bangunan di sana, seorang pasien tak diduga berlari kencang menabraknya hingga terjatuh. Begitu ia bangun kembali, Han bersama dengan Evelyn dan Hyunki sudah menghilang dari pandangannya. "Haisss ... Kenapa mereka berjalan bagaikan mengkuti lomba jalan cepat?" Nafasnya masih tak beraturan. "Hwa!" Dia berteriak kencang karena kedatangan Kang Areum yang muncul secara tiba-tiba. "Kupikir kau sudah terlatih sejak kecil melihat arwah sepertiku. Kenapa kau masih saja terkejut?" Ae Ra mendengus kesal, "Meski sudah terlatih, aku akan tetap terkejut jika kau muncul tanpa aba-aba." "Kau penasaran dengan pria yang tadi? Apa kau pikir dia seorang manusia atau hantu?" Ae Ra menggeleng se
Go Minji adalah nama pria yang sedang bersama Evelyn saat ini. Mereka berteman sangat akrab bahkan sering bertukar cerita tentang masalah yang sedang dialami masing-masing, meskipun dalam pertemanannya mereka lebih senang menggunakan kata-kata kasar dibanding kata-kata kasih sayang. Pertemuan itu adalah pertemuan yang tak pernah terduga setelah bertahun-tahun tidak memberi kabar satu sama lain. Mereka berpisah sejak mereka lulus SMP karena orang tua Minji harus pindah ke luar kota untuk mengurus pekerjaan. "Kau dulu sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dariku sampai aku memanggilmu Jerapah, tapi sekarang aku terlihat lebih tinggi. Apa selama ini kau tidak tumbuh? Hahaha ... " "Ah, aku tahu! Kau pasti sering mengalami patah hati hingga pertumbuhanmu terhambat oleh itu." lanjutnya masih dipenuhi dengan tawa. "Diam kau! Tubuhku masih termasuk tinggi jika dibandingkan dengan standar tinggi tubuh para wanita, Bodoh." "Ah, tapi yang jelas kau sering p
"Dasar, Jalang!" Laki-laki itu melempar kertas berisi hasil tes DNA ke arah ibu muda yang sedang duduk di atas ranjang rumah sakit menyusui bayinya."Lihat! Sekarang sudah jelas dia bukan anakku. Jadi, aku tidak akan sudi menikahimu!""Tapi aku hanya melakukannya denganmu. Bahkan aku tak mempunyai pria lain, James," jelas wanita itu setelah membaca kertas tersebut. Air matanya mulai mengalir."Kau pikir aku akan percaya dengan omonganmu?" James berjalan keluar."Kau harus percaya! Bayi ini adalah darah dagingmu!" teriaknya kepada pria yang sama sekali tidak memedulikannya.Tak ada yang bisa ia lakukan. James sudah memblokir nomornya. Tak ada yang bisa ia pintai bantuan. Dengan apa dia harus membayar biaya persalinannya. Tak berpikir panjang, malam ini ia berencana kabur dari rumah sakit dengan membawa bayinya.Aksinya berjalan dengan lancar. Sekarang dia sudah berjalan jauh dari rumah sakit, tetapi pikirannya masih dipenuhi banyak beba
*Sembilan bulan yang lalu di Negri Kahyangan tepatnya kantor tempat produksi manusia.*Han sedang sibuk dengan pekerjaannya. Ia adalah malaikat yang bertugas meracik genetik makhluk di bumi seperti, golongan darah, sidik jari, warna kulit, warna mata, dan berbagai jenis bentuk tubuh lainnya. Bisa dibilang pekerjaanya sangat rumit dan butuh ketelitian luar biasa. Dia harus memasukkan ramuan sesuai takaran yang tertulis di dokumen.Misalnya, takaran lebar mulut dan tinggi hidung tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih. Jika tidak, akibatnya bayi yang lahir akan berbeda dengan wajah kedua orang tuanya. "Tok ... tok ... tok ... " suara ketukan pintu dari luar. "Masuklah!" Yejun pun masuk dengan membawa tumpukan berkas setelah dipersilahkan. "Siang, Tuan Han! Ini berkas-berkas manusia yang akan lahir sembilan bulan ke depan." "Aissh ... K
Malam semakin larut. Han membopong bayi tersebut sambil menelusuri jalan dengan perut kelaparan. Dia menoleh kanan dan kiri. Namun, tiada satu pun tempat yang dapat ia singgahi. Toko dan tempat-tempat makan semua nampak redup. Bagai menemukan secercah cahaya dalam gulita, saat langkahnya terasa semakin berat, pandangannya berhasil menemukan sebuah toko yang masih buka. Segera ia bergegas menuju ke sana. Tempat yang sedang dituju malaikat kelaparan itu adalah sebuah toko yang menjual beragam roti dan kue. Di dalam sana, terdapat sang pemilik toko yang duduk menopang dagu. Dia terlihat bukan seperti gadis Asia dengan rambut pirang dan bola mata biru. "Lima menit lagi aku akan menutup toko jika tidak ada pembeli yang datang," katanya sambil melirik jam dinding dengan jarum panjang dan pendek saling tumpang tindih di angka 11. "Bisa-bisanya jumlah roti yang terjual sama saja meskipun buka lebih awal dan tutu
Angin malam yang berhembus kencang mengingatkannya agar tak lupa untuk mengenakan jaket.Beberapa menit yang lalu, Evelyn baru saja selesai membereskan kedai. Kini, lengkap dengan pengaman kepala serta kaos tangan ia siap mengendarai motor maticnya dan meluncur pulang.Dari kejauhan, samar-samar matanya melihat seseorang sedang berjalan dipinggir jalan. Dan semakin jelas pada jarak kurang dari 50 meter."Bukankah itu pria yang tadi?"Ya, orang tersebut adalah Han yang masih berada di jalanan sambil berusaha menenangkan bayinya.Awalnya, Evelyn ingin mengabaikan. Tapi, melihat bayi yang dibawa menangis kencang, ia pun memilih berhenti meskipun sudah melewati Han beberapa meter."Kenapa kalian masih berada di sini?" tanyanya setelah turun dari motor."Oh, Nona Roti. Saya tidak tahu harus ke mana dan bayi ini terus menangis sampai-sampai saya juga ingin menangis.""Jadi kalian tidak punya tempat tinggal?"Han ha
"Tok ... tok ... tok ... " suara pintu yang diketuk oleh Han. "Nona Roti, bangunlah sebentar! Maaf kalau mengganggu tapi ini sangat darurat," katanya panik. "Tok ... tok ... tok ..." "Nona Roti!" Suara berisik Han berhasil membangunkan Evelyn dari tidur nyenyaknya. Dengan rambut berantakan dan tentunya dengan ekspresi marah, ia membuka pintu kamar. "Sudah kubilang jangan mengganggu kenapa malah ribut-ribut tengah malam?" "Tunda marahmu sebentar saja, Nona! Sesuatu terjadi pada Si bayi. Tolong bantu saya!" Dia menarik tangan Evelyn menuju kamarnya. "Owek ... owek ... " "Lihatlah! dia belum berhenti menangis sedari tadi. Bahkan aku sudah membuatkan susu untuknya malah dia seperti menolak." Mereka melangkah bersama mendekati si bayi. Evelyn mengecek popoknya, "Hoek!" Secara reflek, dia menutup hidung setelah melihat kotoran didalam popok bayi itu. "Dia buang air besar. Cepat gant
"Kita mulai dari membuat sarapan terlebih dahulu. Perhatikan baik-baik, oke!""Oke!" Mengacungkan jempol tangan kanan sementara tangan kiri menggendong bayi.""Nyalakan kompornya terlebih dahulu seperti ini! Ceklik ..." bunyi kompor dinyalakan."Aku akan mengajarkan menu paling sederhana dulu. Yaitu ... telur ceplok." Gaya bicara Evelyn meniru pembawa acara progam memasak di stasiun televisi."Panaskan teflon! Lalu pecahkan telur diatasnya! Tambahkan sedikit garam! Ini yang namanya garam. Kau juga harus belajar membedakan mana garam, mana gula, dan lain-lain."Han sangat fokus meperhatikan Evelyn, "Bagaimana cara membedakannya?""Kau bisa menjilatnya sedikit. Nanti lama kelamaan kau bisa membedakan hanya dengan melihatnya."Han pun menjilat masing-masing toples bumbu menggunakan ujung jari dengan menampilkan ekspresi sesuai rasa. Evelyn yang sedang mengangkat telur, melirik ke arah Han, "Sudah matang ... Pakai sendok, Bodoh! Itu menji