"Siapa kalian?" tanya Laila dengan takut. Salah satu dari para pengeroyok Laila langsung mendorong tangan Laila sehingga gadis itu terjerembab di atas aspal. Motornya jatuh menimpa nya. "Aaargghh!!" jerit Laila. Dia melihat keempat orang yang mendekatinya dan salah satu dari mereka dengan tanpa suara menarik motor nya dan menjatuhkan motor itu menjauhi Laila. Laila dengan ketakutan, mencoba berdiri, tapi baru saja dia bangkit, seorang pengeroyok nya langsung menarik kedua tangannya ke belakang. "Jangan -jangan! Siapa kalian! Ambil saja motorku dan lepas kan aku!"Laila mencoba menggerak-gerakkan badannya ke kanan dan ke kiri untuk memberontak sekuat tenaga hingga jilbabnya terlepas dari kepala. "Tolong! Tolong!" Laila berteriak sekuat tenaga. Tapi rupanya dia tidak cukup kuat untuk melawan empat orang lelaki sendirian. Salah satu penculik yang membawa sapu tangan berisi obat bius segera menghambur ke arah Laila dan membekap hidung serta mulut Laila dengan sapu tangan yang telah
"Kalian bereskan mayat ini! Aku akan mengejar Wulan! Dia juga harus bertanggung jawab atas kesalahannya!" ujar Satria lalu segera melompat ke arah jendela dan berlari mengejar Wulan. Bintang memeluk Laila dan memeriksa apakah ada luka di tubuh calon istrinya itu. "Bintang, kita harus pergi dari tempat ini. Aku tidak mau kita ikut-ikutan kasus penculikan dan pembunuhan ini! " ujar teman Bintang yang merupakan detektif sewaan. Bintang mengangguk lalu menatap iba ke arah Laila. "Sayang, maaf ya kalau aku harus menggendong kamu," ujar Bintang lalu segera membopong tubuh Laila dan berjalan ke luar kamar di vila itu. Laila menceracau dengan kata-kata tidak jelas. Bintang mempercepat langkahnya ke mobilnya lalu membaringkan Laila ke jok tengah dan melajukannya keluar dari vila."Kita bawa Laila ke rumah sakit terdekat segera, Lih!" pinta Bintang pada Galih yang sedang duduk di belakang kemudi. "Siap," sahut Galih seraya melirik dari kaca spion tengah.Bintang mencium kening Laila. "Tena
"Bang, aku temani bobo ya? Murah saja. Semalam lima ratus ribu. Dijamin puas! Aku juga fresh dan belum dipake sama klien lain nih! Abang jadi yang pertama!" ujar seorang perempuan cantik bertubuh molek dengan baju kurang bahan dan senyum menggodanya. Laki-laki yang dihadapannya menyeringai dan menyeret perempuan itu masuk ke dalam mobilnya. "Semalam untuk kamu sejuta pun aku tak keberatan," sahut lelaki tampan itu mengeluarkan dompetnya yang tebal lalu memberikan sejumlah uang pada perempuan itu yang langsung menerima nya dengan suka cita. "Wah, Abang ini sudah tampan, mapan pula. Bawa saja aku kemana pun kamu mau, Bang!" Suara perempuan itu terdengar manja seraya menggelendotkan tangan ke lengan lelaki itu. Lelaki berumur tiga puluh empat tahun itu pun tersenyum sambil melajukan mobilnya membelah jalan raya. "Nama kamu siapa, Manis?" tanya lelaki itu lagi. "Panggil saja aku, Anggi, Bang.""Aku Satria. Aku harap kamu bisa membuatku puas malam ini.""Tentu saja, Bang. Jangan pang
Mata Laila langsung terbuka lebar saat mendengar suara lelaki yang tak asing itu."Ha-halo.""Suara kamu serak? Kamu habis menangis?" tanya suara seberang. "Tidak, Kak. Ada apa, Kak?" "Aku cuma ingin bertanya saja padamu, tempat apa yang penghuninya paling sedikit?"Laila mengerutkan keningnya. Merasa heran pada kelakuan salah satu senior beda fakultas di kampusnya itu. "Entahlah, saya tidak tahu.""Hm, tempat yang penghuninya paling sedikit di dunia adalah hatiku. Sebab penghuninya hanya satu, yaitu kamu."Laila tersenyum lebar. Meskipun kakak senior nya itu tidak akan tahu senyumnya, tapi lelucon dari seniornya itu sedikit menghangatkan hatinya walaupun tidak meringankan luka di sekujur tubuhnya."Kamu bisa saja kak Bintang.""Bisa dong. Hehehe. Oh ya, sarapan bareng yuk."Laila kelimpungan. "Hm, sarapan bareng, Kak?""Hm, kok malah nanya balik sih La? Jadi mau nggak? Kalau mau, share lokasi rumah kamu. Biar aku jemput!"Laila berpikir cepat. Dia segera berdiri dan mengaca. Rambu
Laila pun tercengang melihat kedatangan Bintang di hadapannya. "Waalaikumsalam. Kak, kok tahu kontrakanku sih?" tanya Laila kaget. Bintang mendekat ke arah gadis itu. "Itu bukan hal yang penting. Ijinkan aku masuk ke rumah mu dulu. Biar aku periksa luka-luka kamu," pinta Bintang lembut. Laila menyingkir dari pintu dan duduk di sofa ruang tamunya. Bintang mengikuti nya dari belakang. "Kenapa dengan wajah kamu, La?" Bintang mengulangi kembali pertanyaan nya.Laila merab* pipinya perlahan. Dia tidak mungkin mengatakan penyebab wajah nya yang lecet ini pada Bintang. Dia tidak mau Bintang ataupun mahasiswa lain mengetahui tentang pekerjaannya. Dia hanya ingin belajar, kerja, dan segera lulus kuliah untuk mendapatkan pekerjaan lebih baik. "Hei, ditanya kok melamun?" tanya Bintang seraya mengibaskan tangannya di hadapan wajah Laila. "Aku terjatuh, Kak," sahut Laila berbohong. Dahi Bintang mengernyit. "Kamu lupa kalau aku ini mahasiswa kedokteran tingkat akhir? Aku bisa membedakan mana
Laila nyaris terlonjak karena kaget mendengar suara ponsel milik Bintang yang mendadak berbunyi nyaring. Lebih kaget lagi saat melihat nama dan foto laki-laki yang tertera di layar ponsel Bintang. Kak Satria is calling ....Laila menelan ludah saat membaca nama itu berulang-ulang hingga seluruh tubuh nya gemetar dan menggigil, melihat foto dan nama Satria membuatnya selalu teringat malam itu. Telepon itu baru saja ma ti, saat Bintang ke luar dari kamar mandi. Laila menatap Bintang, sejenak dia merasa ragu saat akan menanyakan tentang Satria. Tapi karena rasa ingin tahunya lebih besar, Laila pun akhirnya mencari kalimat yang pas untuk memulai pembicaraan nya. "Kak, tadi ada telepon masuk ke hp mu.""Oh ya? Dari siapa? Dari gofo*d bukan?" "Bukan. Nama yang tertulis di layar tadi kak Satria."Bintang tersenyum sambil menatap ke arah ponselnya. "Oh, dia adalah kakak kandungku. Lain kali kalau kak Satria menelepon, kamu yang jawab ya?"Wajah Laila memucat mendengar ucapan Bintang. "Ke-
Flash back on: Laila baru saja makan malam, saat ponselnya berdering. "Ya Mi?" sapa Laila. "La, apa kamu sibuk?""Enggak juga. Baru saja makan malam. Ada apa Mi?" tanya Laila."Ada klien yang hanya ingin kamu dampingi menyanyi di tempat karaoke. Bayarannya lumayan. Kamu mau kan?" tanya Mami. "Boleh juga. Aku kan juga sering main di tempat karaoke, Mi.""Good girl. Kalau begitu, siap-siap sekarang ya di Rose karaoke.""Hah, sekarang Mi?""Iya. Kenapa? Ada masalah?""Hm, kok mendadak ya Mi? Tapi nggak apa-apa deh. Laila siap-siap dulu.""Nah, gitu dong. Habis ini langsung Mami transfer duit ke kamu.""Oke Mi."Laila tersenyum puas melihat nominal yang tertera di saldo mbanking nya sekarang. Dia lalu segera bersiap untuk tugas selanjutnya.Perlahan Laila menatap wajah nya yang masih terasa sakit. Dia belum bilang pada mami Rosa tentang perbuatan Satria. Satria sudah mengancamnya sampai begitu rupa. Dan sekarang, satu kenyataan pahit seolah menampar nya dengan telak. Satria adalah kak
Laila menelan ludah. Lalu menatap Bintang dengan takut-takut. "Kak, berhenti! Aku mau pulang saja. Aku bisa mengembalikan uang yang telah dibayar oleh mereka yang menyewaku menemani karaokean malam ini," ujar Laila lirih. Bintang menatap nya dengan tajam. "Kenapa mau pulang? Apa kamu keberatan menemaniku tidur? Jangan khawatir aku akan membayarmu dengan mahal. Berapa hargamu permalam? Sepuluh juta? Dua puluh juta?""Kak, hentikan!" pekik Laila. Dia merasa terhina karena ditawar oleh lelaki yang dicintainya.Bintang yang sedang marah terdiam. Dadanya tampak naik turun, berusaha mengendalikan emosi. "Sejak kapan kamu menjadi pemandu karaoke? Apa kamu juga melayani tamu di hotel? Jangan-jangan kamu bahkan pernah tidur dengan kakakku?!"Laila terdiam dan hanya menangis. "JAWAB, LAILA!" Bintang memukul setir dengan frustasi. "Aku mulai bekerja dengan mami Rosa sudah hampir setahun. Dan seperti yang kamu tahu, baru tiga bulan ini aku menjadi mahasiswa baru di kampus yang sama dengan