Laila menelan ludah. Lalu menatap Bintang dengan takut-takut.
"Kak, berhenti! Aku mau pulang saja. Aku bisa mengembalikan uang yang telah dibayar oleh mereka yang menyewaku menemani karaokean malam ini," ujar Laila lirih.Bintang menatap nya dengan tajam."Kenapa mau pulang? Apa kamu keberatan menemaniku tidur? Jangan khawatir aku akan membayarmu dengan mahal. Berapa hargamu permalam? Sepuluh juta? Dua puluh juta?""Kak, hentikan!" pekik Laila. Dia merasa terhina karena ditawar oleh lelaki yang dicintainya.Bintang yang sedang marah terdiam. Dadanya tampak naik turun, berusaha mengendalikan emosi."Sejak kapan kamu menjadi pemandu karaoke? Apa kamu juga melayani tamu di hotel? Jangan-jangan kamu bahkan pernah tidur dengan kakakku?!"Laila terdiam dan hanya menangis."JAWAB, LAILA!"Bintang memukul setir dengan frustasi."Aku mulai bekerja dengan mami Rosa sudah hampir setahun. Dan seperti yang kamu tahu, baru tiga bulan ini aku menjadi mahasiswa baru di kampus yang sama dengan kak Bintang."Bintang menghembuskan nafas kasar."Apa kamu pernah tidur dengan kakakku?"Laila terdiam. Teringat ancaman Satria padanya saat mereka bertemu di tempat rumah sakit kemarin."Tidak. Aku hanya pernah melihatnya berjalan dengan temanku seprofesi di lorong hotel."Bintang menghela nafas. Dia tampak lega. Mereka terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing sampai tampak hamparan laut di hadapan mereka. Bintang melajukan mobilnya melalui pasir pantai dan melewati pohon kelapa yang tinggi dan semak-semak bakau yang rimbun.Setelah mobilnya berjarak sekitar dua meter dari laut, Bintang menghentikan mobilnya.Lelaki itu turun dari mobil dan berjalan menuju ke pinggir laut. Berdiri di antara jilatan air laut yang berlomba berlari menuju pasir pantai. Sementara itu Laila mengikutinya dari belakang. Keduanya berdiri berdampingan, menimbulkan siluet sepasang manusia di bawah sinar rembulan yang indah.Bintang melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya dengan seksama. Arloji itu memendarkan warna hijau karena mengandung zat fosfor. Ternyata sudah jam sebelas lebih. Malam semakin matang dan tidak ada seorang pun di laut ini. Hanya desau angin yang terasa dingin dan membuat daun kelapa di dataran berpasirnya berayun-ayun dalam kegelapan. Seperti tangan se tan yang panjang dan melambai pada dua insan itu."La, aku mau kamu keluar dari pekerjaan kamu!" seru Bintang seraya mengubah posisi menghadap ke arah Laila.Gadis itu menunduk dan membiarkan kakinya bermain dengan air laut. Dia mencari kalimat yang tepat untuk menjawab permintaan Bintang."Tapi tidak semudah itu. Aku akan dimarahi oleh Mami Rosa.""Siapa dia?! Akan kutebus kamu darinya! Berapa pun harganya, akan ku bayar. Yang penting kamu lepas dari pekerjaan kamu."Laila memandang Bintang dengan antusias. "Sungguh? Apa kak Bintang benar-benar serius denganku?" tanya Laila tak percaya. "Aku perempuan yang penuh noda dan dosa, Kak. Apa keluarga Kak Bintang nanti bisa menerimaku?" sambung Laila lagi.Bintang meraih tangan Laila dan menggenggamnya erat."Aku serius. Aku juga punya banyak salah dan dosa. Hanya Allah saja yang menutupi aibku. Lagipula siapa sih di dunia ini yang tidak pernah berbuat dosa? Siapa sih di dunia ini yang gak punya aib?"Mata Laila berkaca-kaca."Jadi apa yang harus kita lakukan pertama kali?" tanya Laila dengan suara serak."Besok, pertemukan aku dengan Mami Rosa. Akan kutebus berapa pun harga mu.""Baiklah, Kak.""Apa ibu kamu tahu tentang pekerjaan mu ini?" tanya Bintang.Laila menggeleng. "Ibu jangan sampai tahu. Aku takut beliau marah dan terkena serangan jantung."Bintang terdiam. Dia menghela nafas panjang. Paru-paru nya seakan mengerut sedari tadi semenjak dia mengetahui pekerjaan Laila yang sebenarnya. Dan karena itu, Bintang merasa membutuhkan oksigen yang lebih banyak lagi."Apa kamu tidak tersiksa melakukan pekerjaan ini?"Laila menunduk. "Aku tersiksa, Kak. Tapi aku butuh uang yang tidak sedikit untuk keluargaku.""Kalau begitu, kamu kerja sama dengan kakak lelakiku. Kak Satria."Mata Laila membulat. "Tapi aku belum lulus kuliah."Laila sebenarnya takut kalau Satria berbuat macam-macam padanya mengingat apa yang pernah Satria lakukan padanya."Jangan khawatir, aku akan mengatakannya pada Kak Satria agar menerimamu bekerja di kantornya walaupun kamu belum wisuda.""Apa nggak apa-apa?""Nggak apa-apa. Apa kamu bisa keahlian khusus?""Kakakmu bekerja di perusahaan apa?""Properti.""Aku bisa mempromosikannya. Aku punya skill yang bagus untuk membujuk orang supaya membeli produk yang aku jual.""Bagus. Kita bisa bicarakan itu besok. Sekarang aku antar kamu pulang dulu," sahut Bintang seraya membalikkan badannya hendak kembali ke dalam mobil. Laila bernafas lega, karena Bintang tidak jadi mengajak nya ke hotel."Tunggu, Kak!" seru Laila tanpa sadar meraih tangan Bintang. Bintang membalikan tubuhnya dan menatap ke arah Laila dengan pandangan yang sukar dilukiskan."Kenapa? Jangan bilang kamu pengen ke hotel dengan ku?" tanya Bintang tergelak.Laila tersipu malu. Untung saja saat itu malam, kalau siang, mungkin wajahnya sudah tampak seperti kepiting rebus."Enggak, Kak. Aku cuma ingin menegaskan apa keluarga Kak Bintang, khusus nya orang tua, akan menyetujui tentang hubungan kita?" tanya Laila ragu.Bintang tersenyum, tangan kanan nya terangkat mengelus rambut Laila."Papa dan mama ku sudah meninggal sejak tiga tahun lalu. Karena itu sekarang kak Satria menjadi pemilik perusahaan warisan dari papa dan mama. Dan aku rasa, kak Satria akan menyetujui apapun pilihanku, La. Kamu tenang saja."Laila mengangguk dan tersenyum lega. Bintang menatap nya lekat dan Laila membalas nya. Bintang dan Laila semakin mendekat kan wajah mereka.Laila memejamkan mata saat Bintang mencium kening Laila perlahan. "Ayo kita pulang, sebelum aku bertindak lebih jauh lagi karena tidak dapat menahan diri, La," ujar Bintang, berlalu dari hadapan Laila yang terpaku.Dia tersenyum malu karena mengira Bintang akan mencium bib*rnya. Tapi ternyata Bintang mencium dahinya.***Laila baru saja bangun tidur saat didengarnya suara bel di pintu depan berbunyi.Dengan mencuci muka dan gosok gigi sekilat mungkin, Laila bergegas membuka pintu."Pak Satria?" tanya Laila kaget saat melihat Satria yang tersenyum menyeringai padanya begitu dia membuka pintu rumah.Next?"Hai Laila, apa saya boleh masuk?" tanya Satria sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Bo-boleh."Laila mempersilakan Satria masuk ke dalam ruang tamu. "Duduk Pak. Mau minum apa?"Satria tersenyum dan duduk di sofa. "Terserah kamu, mau memberikan aku minuman apa saja.""Baiklah Pak. Tunggu sebentar di sini." Laila lalu pamit dan pergi ke dapur untuk menyeduh kopi sachet. Sambil menunggu air di teko panas, Laila berlari ke kamarnya untuk mengambil ponsel dan kembali ke dapur seraya berusaha menghubungi Bintang.Satria menunggu beberapa saat di ruang tamu sambil memainkan ponselnya. "Ck, lama amat!" keluh Satria tak sabar seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Lelaki itu lalu melangkah dengan cepat tanpa suara dari ruang tamu mencari Laila di dapur. "Sayang," bisik Satria lirih di telinga Laila. Laila terkejut dan membalikan badan. Tubuh Satria sangat dekat padanya. Rupanya Satria menyusulnya ke dapur.Laila hendak mundur tapi ada
Laila dikejutkan oleh suara ponselnya yang berdering saat dia sedang memasak ayam goreng untuk makan malam."Halo.""Halo, La. Kamu bisa ke rumah sakit nggak? Mami kecelakaan. Parah banget. Butuh banyak darah. Stok darah di PMI kosong, sementara darah kami nggak ada yang cocok untuk mami. Ada yang cocok dua, tapi semua mengalami anemia. Seingat ku golongan darah kamu B kan? Coba ke rumah sakit Mitra Sehat sekarang. Siapa tahu darah kamu bisa menyelamatkan mami. Karena mami akan dioperasi sekarang!"Laila terkesiap mendengar penuturan salah satu rekan seprofesi nya itu. Walaupun dia merasa marah karena mami mempersulit syarat untuk Laila keluar dari pekerjaan nya, tapi dia tidak bisa menampik fakta bahwa melalui perantara mami Wati lah dia bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup ibu dan kedua adiknya. "Baiklah. Aku ke rumah sakit sekarang!"**Golongan darah Laila dinyatakan cocok dari segala aspek untuk menjadi pendonor darah bagi mami Rosa. Gadis itu terpekur di depan
Laila terdiam. Dia terlalu terkejut dengan berita yang memukul nya ini. Tangan dan tubuhnya gemetar, keringat dingin membasahi tengkuknya, jantungnya berdebar lebih kencang. "Nak, kok pertanyaan dari ibu tidak dijawab? Apa semua itu benar? Jawab, Nduk?"Laila tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dia menjatuhkan diri di lantai dan menangis tersedu-sedu. "Maaf, Bu. Maaf." Hanya itu kata yang bisa diucapkan oleh Laila. Terdengar helaan nafas berat dari keduanya. "Jadi selama ini yang uang yang kamu kirimkan pada kami hasil dari ..," ucapan dari ibu Laila terputus dan terdengar isak tangis dari kedua anak beranak itu. Sementara itu di luar rumah, Bintang masih tetap menggedor-gedor pintu. "Sayang, buka pintunya! Kalau kamu tidak mau membuka pintu, aku akan mendobrak nya!"Sepi tidak ada jawaban. Bintang mulai kehilangan kesabaran. "Kalau begitu aku akan mendobrak pintu ini dalam hitungan ketiga. Satu, dua, ..,"Sebelum hitungan ketiga, pintu rumah Laila terbuka dari dalam. Waja
Beberapa saat sebelumnya,"Kamu kenapa manyun gitu, Lan?" tanya Aris, sodara sepupu Wulan. Mereka sedang berada di halaman tengah rumah Wulan yang luas dan duduk di gazebo menatap ke arah kolam renang.Wulan mendengus kesal. "Gebetan aku punya pacar, Kak.""Hahaha! Kamu kok cemen sih. Gebetan punya pacar kok manyun, nanges?! Bukan Wulan yang kukenal ah! Kalau gebetan punya pacar, kamu cari gebetan lain dong! Jangan mau kalah!"Wulan mendelik mendengar kata-kata sepupunya. "Ish, kak Aris ini! Ini beda dengan pacar-pacar aku yang lainnya! Ini benar-benar varietas unggul," ujar Wulan dengan menyedekapkan kedua tangan nya di depan dada. Aris tertawa terbahak-bahak. "Aish, sejak kapan kamu menjadi melo seperti ini? Sudah lah, laki-laki di dunia ini banyak! Bukan cuma gebetan kamu saja!Kayak aku dong, walaupun jomblo, tapi sudah banyak cewek yang menemaniku tidur. Hm, bukannya bermaksud sombong sih. Aku memang Arjuna!" seru Aris bangga sambil menegakkan kerah bajunya.Wulan mencebik. "Syo
"Jadi kak Satria yang membu n*h Anggi?" tanya Laila dengan tatapan masih setengah percaya. Sejenak Laila kebingungan di bawah pohon mangga. Desau angin yang meniup di tengkuk nya terasa lebih dingin dan membuat bulu kuduknya meremang. Laila masih terpaku di tempatnya. Mencoba berpikir jernih tentang apa yang harus dilakukan nya sekarang. 'Apa yang harus kulakukan kalau sudah seperti ini? Aku pacaran dengan laki-laki yang mempunyai seorang kakak yang ternyata pelanggan ku yang mengalami kelainan saat berhubungan. Dan nggak cuma itu, dia bahkan membun*h Anggi. Yah, walaupun mungkin saat itu dia tidak sengaja atau tidak bermaksud untuk melakukan nya, tapi dia pasti menyiks* Anggi dulu saat berhubungan. Apa yang harus kulakukan? Aku harus pergi dari sini sesegera mungkin. Aku ingin pulang dulu agar bisa berpikir jernih,' batin Laila. Laila segera membalikkan badan dan berlari. Namun sayangnya, karena Laila terlalu gugup dan panik, dia tidak melihat batu kecil yang teronggok di hadapan
'Astaga! Kenapa jalan hijrah ini begitu terjal kutempuh, Tuhan?!'Laila menangis terisak di kontrakan nya sendirian. Dadanya terasa sesak dan dunia ini serasa menghimpit nya. "Aku harus segera ke rumah ibu malam ini. Tapi naik apa? Sekarang sudah jam 12 malam. Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan?" gumam Laila benar-benar panik. Dia terbangun dari ranjangnya dan berjalan hilir mudik tak tentu. "Apa aku harus mengatakan hal ini pada kak Bintang? Padahal baru aja aku mengatakan hal buruk tentang kak Satria pada kak Bintang. Apa dia masih mau menolong ku? Tapi aku tidak mempunyai pilihan lain," gumam Laila. Dengan tangan gemetar, dia meraih ponselnya dan menekan nomor Bintang. Sekali, dua kali, tiga kali, Laila mencoba menelepon Bintang, tapi lelaki itu sungguh tidak menerima telepon nya. Akhir nya Laila nekat mengirimkan pesan pada Bintang.[Kak, ibuku jatuh di kamar mandi dan sekarang sedang di bawa di rumah sakit di kampung ku. Tolong aku, Kak! Antarkan aku pulang!Aku sungguh tidak
Flash back satria bertengkar dengan Bintang Beberapa saat sebelumnya,Bintang terdiam setelah membaca pesan whatsapp dari Laila. Diremasnya ponselnya sampai buku-buku tangan Bintang memutih. "Ini tidak mungkin. Kak Satria pasti tidak pernah tidur dengan Laila. Laila pasti ngeprank aku, kan?" gumam Bintang dengan hati yang masygul. "Aku harus memastikan nya sendiri."Bintang lalu keluar dari kamarnya di lantai dua rumahnya lalu menuju ke arah ruang kerja kakak nya yang berada di lantai tiga. Ruang kerja kakaknya berdekatan dengan perpustakaan rumahnya yang mengkoleksi berbagai macam buku dengan berbagai genre. Di seberang ruang kerja kakaknya itu terletak kamar Satria, yang bersebelahan dengan ruangan yang mempunyai berbagai alat gym. Bintang memelankan langkah nya saat sudah berada di hadapan Satria yang sedang asyik mengotak atik laptop nya. Kakak lelakinya itu menoleh padanya dengan mengangkat satu alis nya lalu menoleh ke arah jam yang menempel di tembok. "Ada apa? Tumben kamu
Mendadak salah seorang preman membekap wajah dan mulut Bintang dengan sapu tangan yang telah dibubuhi obat bius. Sementara dua orang lainnya dengan cepat memegangi tangan Bintang. Dan preman lain memegangi kedua kakinya. Dan tak lama kemudian, Bintang pun terkulai lemas."Dia sudah pingsan!" ujar salah seorang preman yang bertugas membekap mulut dan hidung Bintang. "Angkut ke mobil! Cepetan! Keburu bangun nanti!"Ketiga preman lantas menggotong tubuh Bintang yang sedang lemas itu ke dalam mobil. Lalu salah satunya segera menghidupkan mobil milik Bintang dan melajukannya. Sementara preman yang lain mengendarai motor mereka mengikuti mobil itu. Motor dan mobil yang sedang melaju itu akhirnya berhenti setelah menempuh jarak selama satu jam di salah satu vila pinggir pantai. Bintang lalu dibawa keluar dari mobil dan dimasukkan ke vila itu. "Bagus! Pekerjaan kalian bagus sekali. Tidak ada saksi mata yang melihat kejadian ini kan?" tanya Satria yang duduk di dalam sebuah kamar besar.