Share

Luka yang Kau Berikan (Suami Durjana)
Luka yang Kau Berikan (Suami Durjana)
Penulis: See_She

Bab 1

Tanganku gemetar saat aku melihat layar ponselku. Aku tak percaya kala melihat foto Mas Ifan suamiku tersenyum mesra dengan seorang wanita yang tidak aku kenal dengan buku nikah ditangan masing - masing. Perlahan aku scroll beranda f******k ku. Ada banyak foto - foto Mas Ifan menikah lagi. Ya Allah. Hati ini nyeri. Seperti luka yang disiram dengan air jeruk nipis. Sakit ya Allah. Sungguh aku tak menyangka pada akhirnya seperti ini. Pernikahan yang baru seumur jagung. Terakhir yang aku tau, suamiku pergi merantau lagi. Bosan di kampung katanya saat itu.

Aku duduk, linglung, entah apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Kupandangi anakku dengan Mas Ifan yang baru berusia 3 bulan. Wajah yang polos dan lugu sedang asyik bermain mobil - mobilan yang diberikan sepupunya. Perlahan ku dekati, kubelai rambutnya, dalam hati kukatakan padanya "Nak, ayahmu menikah lagi." 

Aku tidak tau apakah ini karma bagiku atau memang ini sudah jalan hidupku. Apakah ini akibat dari perbuatanku, atau memang aku yang belum tau sifat suamiku dan mertuaku. 

***

Setahun yang lalu. 

"Bu, aku mau nikah. Restuin ya!" di dalam bus menuju rumah Mas Ifan, aku menelepon Ibu ku yang berada di seberang pulau. Ya, sejak kuliah, aku tinggal dirumah Tanteku dipulau Jawa. 

"Alhamdulillah anakku mau nikah!" jawab Ibuku sambil tertawa. 

"Beneran Bu, aku udah di jalan mau kerumah calon menantu Ibu."

"Kamu kalau bercanda jangan kelewatan Ras."

"Aku ga bercanda Bu. Sumpah deh."

"Yang benar kamu Ras. Kamu mau nikah tapi kok kayak mau beli sayur." 

"Maaf Bu, ga sempat nelpon Ibu. Tapi ini beneren kami udah di jalan."

Kemudian, aku dengar suara HP jatuh dan teriakan anak murid Ibuku. 

Ibuku pingsan? Entahlah. Tapi yang aku tau, Ibuku punya penyakit Jantung. 

Aku menarik napas panjang. Mas Ifan menggenggam erat kedua tanganku. 

"Tak apa. Yang penting kamu udah kasih tau orang tua kamu." Katanya menenangkan. Aku pun mengangguk. 

Tak terasa, kami telah sampai dirumah Mas Ifan. Kedua orang tua Mas Ifan menyambut kedatangan kami dengan senyum sumringah. Baju can see dan celana legging calon Ibu mertua mengganggu pemandangan ku. Berbanding terbalik dengan aku yang memakai gamis dan hijab syar'i. Mungkin karena dirumah aja, toh yang lihat juga suami dan anaknya, pikirku.

Usai membersihkan diri, kami makan malam bersama. 

"Akhirnya ya Mba, selamat datang di keluarga Danar!" kata Murni, calon mertuaku dengan wajah sumringah. 

"Mbak nanti bisa dong bantuin aku ngerjain PR!" kata Andy, adik semata wayang Mas Ifan. 

"Mbak Laras bisa masak ga? Masakannya enak ga?" Lanjut Bu Murni. 

"Mm. Bisa masak Bu, tapi ga seenak masakan Ibu!" jawabku merendahkan diri. 

Kulirik Mas Ifan yang senyam - senyum sambil menghabiskan makan malamnya. 

Setelah makan, kami lanjut dengan ngalor ngidul, dan cerita yang ga jelas. Dan kantuk pun menyapa. 

Aku tidur di kamar Andy, sementara Andy tidur dengan Mas Ifan. 

Aku bangun ketika mendengar suara Adzan. Sudah menjadi kebiasaanku bangun Subuh. Segera aku ke belakang dan kulihat Bu Murni sudah selesai dengan segala keruwetan dapur dipagi hari. 

'Wow. Secepat itu?'

Aku malu melihat Bu Murni. Kukira akulah orang pertama yang bangun. Ternyata... 

"Udah bangun Ras. Tuh ada teh. Monggo diminum."

"Iya Bu. Sebentar."

Tapi ada yang aneh. Kenapa Bu Murni tidak menyuruhku segera Shalat? Ahh mungkin ga enak kalau Bu Murni langsung menyuruhku Shalat. Toh ini masih hari pertama aku disini. 

Dulu pertama kali kesini, aku dan Mas Ifan tiba pagi hari dan sorenya langung kembali ke Tangerang. 

Aku bergegas ke belakang hendak mengambil wudhu. Setelah wudhu, aku tak jadi shalat, aku malah meraih ponsel ku dari atas nakas dan ada begitu banyak panggilan tak terjawab disana. Anehnya aku sama sekali tidak memikirkan keluargaku lagi. Apalagi Ibu, apakah terjadi sesuatu kepada Ibu setelah percakapan ditelepon kemarin sore, aku bahkan tidak peduli. Yang ada dalam pikiranku hanyalah bayangan akan menjadi pengantin untuk pria yang aku cintai. Aku bahkan tidak mempermasalahkan Mas Ifan yang tidak memintaku kepada kedua orang tuaku. Bahkan orang tuaku juga tak kenal sama Mas Ifan. Tapi apapun yang dikatakan Mas Ifan, semuanya aku turuti. Aneh bukan? Tapi itulah yang terjadi. 

"Assalamualaikum. Sehat dek? Aku dengar kamu mau nikah? Kenapa tiba - tiba banget? Kenapa ngebet banget? Ayolahhh. Jadi manusia itu jangan bego banget. Mau aja diajak kawin lari. Apa alasannya? Apa kalian uda tidur bareng? Pikirkan lah Ibu dek. Ibu pingsan dari kemarin sore dan belom sadar juga. Kamu punya hati ga sih? Setidaknya kenalkanlah calon suamimu kepada kami."

Mbak ku seperti biasa dengan kecerewetannya. Tak kuambil pusing karena Mbak ku dari dulu memang cerewet. Lalu Ibuku, ahh nanti juga sadar sendiri. 

"Ga bisa Mbak. Aku uda sampai dirumah calon suamiku. Adatnya disini, kalau uda sampai disini ga boleh pulang lagi!" kubalas pesan Mba ku. 

"Kalau uda tau seperti itu, kenapa kamu langsung kesana? Apa kamu ngak nganggap kami keluarga? Apa kamu ga butuh restu dari Ibu dan Bapak?"

"Kemarin aku uda nelpon Ibu Mba. Jadi ga ada masalah."

"KAMU PUNYA OTAK GA SIH? KALIAN BELUM SAH JADI SUAMI ISTRI TAPI KAMU UDAH TIDUR DIRUMAH LAKI - LAKI ITU?"

"Disini ga apa - apa kayak gitu Mba."

Aku masih membela diri. Tak sedikit pun aku berpikir kenapa aku dengan senangnya langsung tinggal dirumah Mas Ifan sementara kami belum sah jadi suami istri. Dan yang lebih anehnya kenapa calon mertuaku juga tidak membahas hal ini. 

Kuabaikan pesan Mbak Rika. 

Aku beranjak menuju ruang tengah kala kudengar suara Mas Ifan dan juga Andy. 

"Mbak, dikampung sebelah sepertinya ada keluarga dari kampung Mbak. Pak Robi namanya. Coba kita nanti kesana. Siapa tau nanti bisa jadi wali nikah kamu!" pak Danar memulai percakapan. 

"Gimana baiknya aja pak!" jawabku sekenanya.  

Hari yang kutunggu sebentar lagi akan tiba. 

Tapi bagaimana dengan keluargaku? Tak sedikit pun orangtua Mas Ifan menanyakan perihal orangtuaku. 

Ahh masa bodoh. Yang penting aku sudah berkabar. 

"Mbak Laras nanti beres sarapan temenin Ibu ya. Kita ke grosir yang diujung sana. Semuanya harus segera dipersiapkan. Nanti acaranya pake adat kami aja ya. Soalnya kalau adat kalian ga ada yang ngerti disini. Sama - sama pesta kok!" kata Bu Murni. 

"Iya Bu. Mana baiknya aja."

"Nanti siang kita kerumah Pak Robi ya!" kata Mas Ifan. 

"Iya Mas!" 

Setelah sarapan, tak lupa aku mengambil ponsel dari kamar dan tiba - tiba suami Mba Rika menelepon. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status