“Apa maksudmu?” seru Kinan dengan terkejut. Saka langsung tertawa melihat ekspresi Kinan kali ini.
“Aku berkata jujur. Aku dan Fajar memang sering berbagi. Aku punya banyak teman wanita dan dia terlalu lama menjomlo. Jadi aku kenalkan saja teman wanitaku ke Fajar.”
Kinan langsung menghela napas lega. Sekali lagi tanpa sadar ia mengelus dadanya berulang. Entah mengapa sempat terbesit pikiran buruk di benaknya saat Saka bilang tentang berbagi wanita.
“Kamu jangan negatif thinking dulu, Sayang. Aku tidak seburuk kelihatannya. Memang aku sering berganti wanita, tapi itu karena aku tidak cocok.”
Kinan spontan berdecak sambil melirik ke arah Saka. Kemudian tiba-tiba Saka merengkuh pinggul Kinan mendekat ke arahnya. Lagi-lagi pria tampan berdagu belah itu mengikis jarak di antara mereka menjadi sangat dekat. Kinan terdiam seakan sedang menahan napas saat wajah Saka sudah berada dekat di depannya.
“Aku janji tidak
“CUCU?” Kinan terbelalak kaget seraya mengucapkan empat huruf itu. Dia tidak menyangka kalau mertuanya akan menuntutnya segera mempunyai anak. Padahal rasa cinta saja tidak pernah tumbuh di hatinya, bagaimana mungkin akan terlahir cucu untuk mereka. “Kamu tidak perlu sekaget itu, Kinan. Memang tujuan awal Mama meminta Saka adalah ingin punya cucu. Mama lelah melihat Saka yang selalu berganti pacar tanpa pernah serius kepada salah satu gadis. Setiap ditanya selalu ada saja jawabannya. Belum cocok, belum jodoh dan sebagainya.” Nyonya Septa menjeda ceritanya kemudian menatap Kinan dengan sendu. Kinan hanya terdiam, dia sedikit tahu kalau suaminya memang mantan don juan, playboy dan banyak lagi julukan penjahat wanita yang menempel di nama belakangnya. Kinan juga tahu itu dengan melihat kehidupan beda yang pernah dia lalui bersama Saka. “Oleh sebab itu Papa memancingnya,” sahut Tuan Arya menimpali. Kinan kini menoleh ke pria tampan paruh baya itu.
“SUAMI? Kamu sudah menikah, Kinan?” tanya Rani dengan mimik wajah terkejut.Kinan sontak melotot menatap ke arah Saka. Sementara Saka dengan tampang polosnya pura-pura acuh sudah berdiri di sebelah Kinan sambil merengkuh pinggulnya.“Eng ... maksudnya calon suami. Dia tunanganku,” bisik Kinan ke Rani. Kinan sengaja menjawab dengan berbisik agar Saka tidak mendengar. Dia tidak mau membuat pria aneh itu uring-uringan karenanya.Rani langsung manggut-manggut dengan mulut membentuk huruf O bulat.“Kamu tidak mau menerima bunganya, Sayang?” Saka sudah menginterupsi lamunan Kinan.Kinan bergegas tersenyum dan menerima buket bunga yang super besar itu dari Saka. Berbarengan dengan itu sebuah kecupan mendarat sempurna di pipi Kinan. Sontak gadis berwajah manis itu tersipu malu akibat ulah Saka. Saat ini mereka di tempat umum, banyak mahasiswa dan mahasiswi yang menunggu giliran sidang skripsi dan Saka begitu santainya me
HEH!!Kinan terdiam tidak menjawab, tapi matanya sudah menunjukkan sebuah penolakan. Dia bodoh dan menyesal sudah membangunkan singa yang sedang tidur. Kinan juga menyesal karena memulai lebih dulu ciumannya tadi.“Kenapa? Apa kamu belum siap?” Tanpa diminta tangan Saka sudah merengkuh tubuh Kinan semakin mendekat. Gadis itu gugup. Dia benar-benar kesulitan bernapas karena ulah Saka itu.“Atau kamu belum bisa?” Saka mengerling menggoda dan kembali mendekatkan bibirnya ke pipi Kinan. Berkata sangat dekat dengan telinga Kinan, “Aku akan menuntunmu, Sayang. Tenang saja. Aku sangat piawai soal itu.”Kinan masih diam, matanya kini menatap Saka dan terkunci di mata nan pekat itu. Perlahan tangan Kinan menyentuh dada Saka mendorong perlahan mencoba mengurai pelukan.“Ak—aku mandi dulu,” putus Kinan. Saka sontak tersenyum dan perlahan melepas pelukannya.“Oke. Aku akan menunggu. Jangan lupa
“TUAN SAKA!! TUNGGU!” Pak Wildan bergegas menyusul Saka. Ia tidak mau sesuatu hal menimpa tuan mudanya itu.Saka yang berjalan lebih dulu di depannya menghentikan langkah dan menoleh ke arahnya. Pak Wildan mempercepat langkah dengan napas tersenggal. Saka melihat Pak Wildan dengan tatapan menyelidik, alisnya yang tebal saling bertaut menaungi dua mata pekatnya.“Ada apa?” Pak Wildan sudah menghentikan langkah dan berdiri di depan Saka.“Nyonya ... Nyonya Kinan menelepon tadi. Beliau menanyakan Anda,” bohong Pak Wildan. Memang pria paruh baya itu terpaksa berbohong kali ini. Dia tidak mau Saka terlibat kesulitan lagi.Saka diam dan melihat ke arah Pak Wildan dengan tatapan curiga.“Memangnya dia tahu nomor ponselmu?” Pak Wildan mengangguk dengan cepat. Pria paruh baya itu benar-benar tidak mau kesulitan kali ini.“Ayo ... ayo kita pulang, Tuan. Nyonya menunggu di rumah,” pinta Pak Wi
“Kamu kenapa? Apa sakit?” tanya Kinan pagi itu.Pagi ini Kinan mengawali harinya dengan ceria, semalam tidurnya sangat nyenyak apalagi Saka sama sekali tidak mengusiknya hingga pagi. Kinan terbangun saat Saka sudah terbangun. Pria tampan berdagu belah itu memang selalu bangun lebih pagi darinya. Entah apa yang dilakukannya, yang pasti Saka selalu keluar sangat pagi kemudian kembali ke kamar dengan banyak peluh menempel di dahinya.Sama seperti pagi ini, pria tampan itu sudah masuk ke dalam kamar dengan banyak peluh dan wajah yang tegang. Kinan memperhatikan raut tampan suaminya itu. Kinan mendekat dan menatap Saka dengan selidik.Saka menoleh, menatap dengan aneh ke arah Kinan kemudian menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Kinan dan bergegas masuk ke kamar mandi. Kinan hanya terdiam, kemudian dia memutuskan keluar kamar lebih dulu. Mungkin Saka butuh waktu untuk menyendiri.“Mungkin dia kepayahan usai olahraga,” gumam Kinan.
“Memangnya siapa lagi sahabatku. Kamu juga sudah mengenalnya, bukan?” Kinan hanya diam sambil berulang menganggukkan kepala. “Fajar juga pengusaha sukses dan dia mempunyai banyak relasi itu sebabnya dia sering menawariku tender. Beruntungnya selama ini aku selalu menang tender darinya. Sudahlah, nanti kamu akan tahu sendiri kalau bertemu.” Kinan hanya membisu. Padahal setahu dia di kehidupan yang sebelumnya, Fajar sangat suka bermain judi. Memang dia pengusaha sukses, Kinan saja tertipu awalnya. Dia pikir semua kekayaan Fajar adalah miliknya, tapi ternyata hasil judi dan berhutang kepada Saka. Bahkan untuk membayar hutang saja tidak bisa. Lagi-lagi Kinan teringat saat harus dijadikan alat pembayar hutang oleh Fajar. Selang beberapa saat mereka sudah di dalam mobil perjalanan menuju pertemuan dengan Fajar. Sepanjang perjalanan Kinan hanya terdiam mendengarkan apa yang dijelaskan Saka tentang schedule pekerjaannya hari ini. Tidak disangka Saka yang dike
“Aku tidak suka!” ucap Kinan tiba-tiba.Mereka kini sudah berada di dalam mobil perjalanan pulang menuju kantor Saka. Saka menoleh sambil mengernyitkan alis menatap ke Kinan.“Tidak suka apa?” kata Saka balik bertanya.“Aku tidak suka kamu bekerja sama dengan Fajar. Lebih baik kamu batalkan saja,” lanjut Kinan. Saka tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Aku rasa kamu sudah dengar apa yang kami bicarakan tadi. Tawaran yang diajukan Fajar menggiurkan dan bernilai fantastic. Aku rasa aku sanggup melakukannya, tapi mengapa kamu malah bilang seperti itu.”Kinan terdiam, dia menghela napas panjang sambil menundukkan kepalanya. Dia sedikit kebingungan saat harus memberi alasan apa ke Saka tentang penolakannya terhadap Fajar. Apa sebaiknya Kinan terus terang saja tentang kehidupan berbeda yang pernah ia alami.“Fajar itu temanku sejak SMA, kami sudah bersahabat lama. Memang awalnya dia membosankan, tapi belakangan ini dia sangat menyenangkan dan selalu menyodorkan tender yang bagus. Asyikny
“Eng ... Enggak!” seru Kinan spontan.Matanya terbelalak saat Saka mengatakan sesuatu yang menyangkut hubungannya dengan Fajar. Kinan tidak mau Saka curiga dan berusaha sebisa mungkin menutupinya.“Aku tidak mengenalnya. Aku sudah bilang sixsense-ku yang mengatakan seperti itu.” Saka terdiam memperhatikan Kinan dengan kedua alisnya yang saling bertaut.“Aku baru kenal saat kamu mengenalkannya kepadaku kapan hari. Dari itu aku bisa melihat bagaimana sifat Fajar sesungguhnya. Tolong ... percayalah kepadaku, Saka,” ucap Kinan menyakinkan.Saka masih terdiam, perlahan menghela napas panjang kemudian tersenyum ke arah Kinan. Ia ulurkan tangannya menyentuh tangan Kinan dengan lembut.“Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku, Sayang. Tapi percayalah gak akan terjadi apa-apa padaku. Aku akan menjamin kalau semua baik-baik saja.”Kinan berdecak sambil mendongakkan kepalanya menatap pria bermata pekat itu