Share

8. TRAGEDI

“Di mana? Ini ada mahasiswa mau bikin surat untuk penelitian. Katanya minta sore ini selesai,” jawab Mia.

“Buset, sore ini? Dadakan banget, aku masih harus beresin surat yang lain, Bu,” keluh Irene.

Mia mendesah. “Udah saya bilangin, tapi mereka maksa. Ya udah cepet balik. Jam makan siang juga udah mau selesai,” pungkas Mia yang langsung mematikan panggilan teleponnya.

Irene menghela napas kasar. Dia melirik pada arloji yang melingkar di tangan kirinya. Padahal Irene masih memiliki waktu sepuluh menit lagi untuk istirahat dan menghabiskan capuccino latte miliknya.

Namun, apa boleh buat, Irene pun akhirnya bangkit sembari membawa kopinya yang belum habis. Sambil meminum kopi, Irene melangkah dengan terburu-buru. Dia harus segera sampai ke kampus yang jaraknya sekitar lima ratus meter dari cafe tersebut.

Brak!

Saking terburu-buru, Irene pun tersandung kursi yang tidak dirapikan oleh pelanggan sebelumnya. Seketika Irene tersungkur ke arah kursi yang ada di depannya. Kopi yang sedang dipegang Irene pun langsung tumpah. Sialnya, kopi itu tumpah membasahi seorang pelanggan yang sedang duduk manis di kursinya.

“Ah, maaf,” kata Irene sambil berjongkok di depan korbannya. Ia menggigit bibir bawahnya, ketika melihat minumannya membasahi pakaian dari seorang laki-laki.

“Eh, Mbak, kalau jalan lihat-lihat!” sentak seorang perempuan yang sedang bersama dengan laki-laki itu.

“I-iya, Mbak, maaf.” Irene hanya bisa mengucapkan kata maaf. Namun, pandangannya tak menoleh pada perempuan yang baru saja menyentaknya.

Dengan terlihat panik, mata Irene tertuju pada tisu yang ada tepat di atas meja. Secepat kilat dia mengambil beberapa tisu dan langsung membersihkan baju juga celana milik laki-laki itu.

‘Ah, ini pasti baju mahal,’ batin Irene. Melihat laki-laki yang menjadi korbannya itu mengenakan setelan kemeja yang sangat rapi. Selain itu, terlihat dari model dan juga bahannya, Irene bisa tahu kalau harga kemeja ini bukan 100.000 dapat 3.

Tangannya terus membersihkan pakaian laki-laki tersebut. Ia mencoba mengeringkan bagian yang terkena tumpahan kopi—dari bagian perut sampai bagian paha.

“Irene, stop!” seru laki-laki itu.

Seketika Irene tersentak. Laki-laki itu memanggil namanya? Perlahan ia mengangkat kepalanya. Sejurus kemudian, pupil hitam milik Irene membulat.

“P-pak J-juna?” gagapnya.

Oh, God! Dari ratusan, bahkan jutaan laki-laki yang ada di dunia ini. Kenapa harus Juna Atmadjadarma yang menjadi korbannya sekarang? Lagi-lagi Irene harus berurusan dengan laki-laki yang membuatnya selalu medapat masalah.

“Juna, kamu kenal dia?” tanya perempuan yang ada di hadapan Juna.

“Udah, stop! Biar saya yang bersihkan sendiri,” kata Juna yang langsung mengambil tisu yang sudah basah dari tangan Irene. Dia membuang tisu tersebut dan langsung mengeluarkan sapu tangan miliknya dari saku kemeja. “Lebih baik kamu pergi dari sini!” perintahnya dengan tegas.

Deg.

Jantung Irene seolah berhenti berdetak. Memang di sini Irene yang salah. Namun, kenapa Juna malah mengusirnya? Padahal niat Irene baik, ingin bertanggung jawab. Poin kekesalan Irene pada Juna pun bertambah.

“Jun, dia siapa?” tanya perempuan itu lagi.

“Staff  di kampus,” jawab Juna dingin sembari membersihkan pakaiannya. Kemudian dia melirik ke arah Irene yang masih diam di tempat. “Kamu dengar saya tidak? Pergi dari sini!” tegas Juna.

Irene memicingkan matanya. Ia pun beranjak– tanpa melepaskan tatapan tajam pada Juna.

“Dasar, laki-laki tidak tahu terima kasih!” desis Irene. “Udah untung, saya bantu bersihkan. Padahal tadi saya mau tanggung jawab, tapi melihat sikap Anda seperti itu. Rasanya saya malas untuk bertanggung jawab!” tandas Irene.

Karena tak ingin diusir untuk ketiga kalinya, Irene pun langsung melangkahkan kakinya pergi dari cafe tersebut.

Dadanya naik turun, wajahnya pun terlihat sangat kecut.  Irene benar-benar tidak suka dengan laki-laki yang bersikap seenaknya. Tak peduli tua atau muda, kaya atau miskin–tetapi, kalau sikapnya angkuh seperti itu, Irene tidak akan pernah menaruh simpati sama sekali!

***

Malam hari, Juna sedang menyiapkan bahan ajar untuk minggu depan. Dia memang selalu mempersiapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari. Namun, tiba-tiba saja pikirannya terdistraksi. Dia memikirkan tragedi yang baru saja ia alami siang tadi di sebuah cafe.

“Ah, mungkin cuman kebetulan saja,” ucap Juna yang mencoba menampik sebauh fakta yang mengejutkan.

Tadi siang, Juna bertemu dengan teman lamanya, Rachel. Sebenarnya Juna tidak berniat untuk menemui perempuan itu hari ini. Namun, sang ibu meminta Juna untuk menemui Rachel, karena dia sedang ada pekerjaan di kota kembang.

Demi menghormati permintaan sang ibu, akhirnya Juna pun bersedia untuk bertemu Rachel dan melakukan makan siang dengannya.

Akan tetapi, sebuah tragedi yang mengejutkan terjadi. Saat makan siang, seorang gadis yang Juna sudah kenal hampir satu minggu ini, tak sengaja tersandung. Hal itu mengakibatkan kopi yang sedang dipegang perempuan itu tumpah dan mengenai Juna.

Irene memang saat itu bertanggung jawab. Membersihkan tumpahan kopi yang mengenai pakaian Juna. Dengan cara mengelapnya menggunakan tisu.

Namun, Juna tiba-tiba terkejut. Saat Irene mebersihkan tumpahan kopi di celananya-dan mengenai paha. Tiba-tiba saja Juna bisa merasakan rasa geli pada pusaka miliknya. Apalagi saat—entah sadar atau tidak, Irene hampir saja mengarah ke daerah selangkangan Juna.

Sontak Juna tersentak, karena miliknya benar-benar merespon. Dengan cepat kilat, dia menghentikan Irene dan mengusirnya. Khawatir jika hal itu diteruskan, miliknya malah bisa terlihat oleh Irene.

“Sudahlah, Juna. Jangan dipikirkan, itu cuman perasaanmu saja. Lagian mana mungkin disentuh begitu saja merespon,” tampiknya.

Karena sudah tidak fokus, Juna pun memutuskan untuk mematikan laptop dan beristirahat.

Baru saja Juna merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tiba-tiba terdengar suara dering telepon yang tidak biasa. Suara itu bukan nada dering milik ponsel yang sering digunakan oleh Juna sehari-hari.

Kemudian Juna pun melirikkan matanya ke arah meja kerjanya. Dengan cepat, Juna beranjak dan langsung mengambil ponsel dari dalam laci.

Juna melihat deretan angka yang tertera di layar ponsel pintrarnya itu. Keningnya mengkerut sembari memperhatikan dua belas angka yang nampak pada layar.

“Siapa ini?” gumamnya.

Tak ingin dilanda rasa penasaran, Juna pun memberanikan diri mengangkat panggilan tersebut.

“Halo, Jun?”

Suara itu nampak tak asing di telinga Juna. Seketika, laki-laki itu pun menarik sudut bibirnya sebelah.

“Ya, Bella?”

BERSAMBUNG ….

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Fatty Fatima
critanya bikin penisirin
goodnovel comment avatar
mayuunice
terima kasih kakk
goodnovel comment avatar
mayuunice
iya kak sudah ketentuan di aplikasinya hehe
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status