Share

Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua
Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua
Penulis: Ardhya Rahma

Bab 1 Pagi yang Penuh Cinta

Penulis: Ardhya Rahma
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-02 11:46:14

"Berapa lama Mas di kantor cabang?" tanya Marisa. Sambil menunggu jawaban, tangannya mengambil setumpuk pakaian milik suaminya dari lemari dan meletakkannya di kasur. 

"Mungkin tiga sampai empat hari, Dik." 

Marisa mengangguk. Kembali tangannya bergerak cekatan menata empat pasang baju kerja dan tiga pasang baju santai suaminya ke dalam tas. 

"Hari Selasa depan itu waktu suburku, Mas. Berarti jadwal kita kontrol ke Dokter Anita. Kita check up lagi, ya, Mas?" Marisa menghentikan aktivitasnya menata pakaian dan mengangkat wajah. Matanya menatap penuh harap kepada suaminya yang sedang bersandar di kepala ranjang. 

"Kan Dokter Anita bilang tidak ada masalah dengan kamu, Dik. Jadi, jangan terlalu terbebani, nanti malah stress." Irawan bangkit berdiri seolah-olah menghindari tatapan Marisa. 

"Nggak terbebani, kok, Mas. Memang aku ingin segera menggendong bayi. Bukankah mama juga mau segera  punya cucu dari kamu, Mas?"

Irawan berjalan menjauh dari ranjang dan segera menuju kamar mandi yang ada di pojok kiri kamar. Sebelum menutup pintu toilet dia menatap Marisa dan berkata pelan kepada istrinya itu. "Jangan diambil hati omongan Mama, Dik. Aku tahu Mama kalau bicara suka nyelekit."

"Enggak, sih, Mas. Aku juga mau cepat punya anak. Makanya, yuk kita ke Dokter Anita lagi. Memang anak itu takdir Allah, tapi kan kita kudu ikhtiar. Ini ikhtiar kita. Jadi,   Selasa kita ke Dokter Anita, ya, Mas." Marisa terus membujuk suaminya.

Irawan mengembuskan napas dengan keras. "Ya sudahlah kalau mau kamu begitu."

"Terima kasih, Mas," teriak Marisa ke arah pintu kamar mandi yang sudah ditutup suaminya. 

Di dalam kamar mandi, Irawan berdiri menatap cermin. Dia bisa melihat seraut wajah dengan tatapan sedih sekaligus gusar terpantul di kaca. Ekspresinya tampak memprihatinkan. Kepalanya menggeleng berulang kali ketika dari luar terdengar senandung riang Marisa.  Tangannya perlahan-lahan terkepal seiring pantulan dirinya yang memburam di cermin. Lelaki itu mengangkat  tangannya seakan ingin menghancurkan kaca. Namun, dia hanya mengusap kasar cermin yang berkabut akibat shower air panas yang sudah dinyalakannya dan kembali menatap nanar pantulan wajahnya. 

***

"Tidak ada yang ketinggalan, kan, Mas?" 

"Ada," Irawan menjawab lalu tersenyum menggoda.

"Lho … apa? Biar aku masuk dan ambilkan. Di kamar?" 

"Enggak. Di sini. Di depanku." 

Marisa menatap bingung kepada suaminya yang sedang tertawa kecil. Perasaannya mulai tak enak. "Apaan sih, Mas, kok malah senyam senyum nggak jelas gitu." 

"Yang ketinggalan tuh ini." Irawan maju selangkah. Dia meraih tubuh Marisa, merapat ke pinggangnya yang ramping dan mengecup keningnya cukup lama. Ulah Irawan itu membuat semburat merah mewarnai pipi istrinya yang putih. 

"Mas, jangan gini aah. Malu sama Bi Asih. Malu juga sama tetangga kalau mereka lewat dan ngelihat kita." 

"Lho kenapa mesti malu? Kita kan suami istri. Ini juga di teras kita sendiri. Kalau ada yang iri, salah sendiri pakai acara ngintip." Irawan terbahak-bahak ketika kepalan mungil tangan Marisa memukul dada bidangnya dengan perlahan. Lantas, dia semakin mempererat  pelukannya. 

"Ingat, ya, Dik. Selama aku pergi jaga hatimu. Jangan tergoda oleh guru ganteng yang lagi PPL di sekolahmu." 

"Apaan, sih, Mas. Gak mungkinlah aku tertarik dengan lelaki lain kalau di rumah sudah ada yang sempurna." Marisa berkata sambil mengelus pipi suaminya dengan sayang. 

"Jadi, kalau aku nggak sempurna kamu bisa naksir laki-laki lain?" Irawan mengurai pelukan dan menatap nanar istrinya. 

"Ya nggak gitu juga, Mas. Pokoknya aku nggak bakalan selingkuh apa pun yang terjadi."   

Irawan kembali menatap Marisa dengan tatapan yang sulit diartikan bahkan oleh istrinya sendiri. 

"Kamu kenapa, sih, Mas?" Mata hazel Marisa menelisik mata Irawan yang sedang menatap lekat.

"Gak apa-apa. Mas berangkat dulu, ya." 

"Ya, Mas. Hati-hati di jalan. O ya aku jadi pesan antrian nomor di Dokter Anita, kan?" 

"Terserah kamu aja. Tapi ingat, aku tidak menuntutmu punya anak. Apa pun yang terjadi aku tetap sayang kamu apa adanya." 

Marisa menatap sang suami. Matanya berkaca-kaca mendengar ucapan belahan jiwanya itu. Tanpa dapat dicegah dia menghambur kembali ke pelukan Irawan. Sepasang suami istri itu lalu berpelukan erat seolah-olah tak terpisahkan.

Hari Selasa pagi pun tiba. Selama empat hari kepergian Irawan ke kantor cabang di Malang, Marisa kesulitan menghubungi suaminya itu. Setiap kali Marisa menelepon, ponsel sang suami selalu tidak aktif. Terpaksa Marisa hanya bisa menunggu Irawan meneleponnya. Suaminya itu memang menelepon … dua kali,  tetapi tidak pernah lebih dari sepuluh menit. Sedang sibuk itu alasan Irawan ketika marisa memprotes.

"Kenapa Mas Wawan belum menelepon juga, ya?" batin Marisa sambil menatap ponsel di tangannya.

"Seharusnya dia sudah sampai kantor atau paling tidak sudah di jalan. Masa sih Mas Irawan tidak ada waktu menelepon?" gumam Marisa kembali.

"Ya, sudahlah, aku mengajar dulu. Nanti aku coba telepon saja."

Marisa melangkah menuju kelas yang akan dia berikan pelajaran. Namun, baru saja perempuan itu meletakkan tas dan bersiap menyapa murid-muridnya ponsel di saku blazernya berbunyi. Dia meminta maaf sekaligus izin mengangkat telepon sebentar setelah melihat nama yang tertera di layar. Cintaku. 

"Halo, Mas. Aku sudah mau ngajar, nih." 

"Selamat pagi, Bu. Saya dari kepolisian Mojokerto." 

Kelopak mata Marisa mengerjap. "Polisi? Kenapa suaranya bukan suara Mas Irawan? Kenapa polisi meneleponnya?" 

Komen (10)
goodnovel comment avatar
Rita Sum
lanjutkan kak
goodnovel comment avatar
DayNella
awlannya cukup seru nih. jadi penasaran
goodnovel comment avatar
bestrahma73
wah kok ada polisi?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 2 Sebuah Telepon Misterius

    "Po-polisi?" Marisa tergeragap menjawab ucapan peneleponnya. "Betul, Bu. Saya Aiptu Rizal dari kepolisian Mojokerto." "Mo-Mojokerto?" Kembali suara gagap Marisa terdengar. Perasaan perempuan cantik itu mulai tidak enak. "Benar, Bu. Kami menghubungi karena ingin bertanya, apa ibu kenal dengan Bapak Irawan Syahputra? Catatan panggilan terakhir di ponsel Pak Irawan adalah nomor Ibu.""Pak Irawan suami saya. Memang ada apa, Pak? Kok ponsel suami saya bisa di tangan bapak?" "Mohon maaf, Bu. Pak Irawan mengalami kecelakaan di Tol Mojokerto. Sekarang beliau dilarikan ke Rumah Sakit Citra Medika Mojokerto." "A-apa, Pak? Ti-tidak mungkin! Suami saya dinas ke Malang. Jadi mana mungkin ada di Mojokerto?" Marisa membantah penjelasan dari peneleponnya. Namun, dia juga bingung kenapa ponsel suaminya ada di tangan polisi. Kepolisian Mojokerto pula. Bagaimana bisa? "Silakan dicek langsung ke rumah sakit, Bu. Sementara ini kendaraan dan semua barang di dalam mobil akan kami amankan untuk penyeli

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-02
  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 3 Betulkah itu Suamiku?

    "Tapi tidak bisa begitu, Bu." Bu Aisyah menahan lengan Marisa. "Kenapa tidak bisa?" Mata Marisa melotot marah ke arah rekan gurunya itu. "Bu Marisa tidak bisa pergi dalam kondisi syok begini! Lihat kaki Ibu! Bahkan Ibu tidak mengenakan sepatu karena masih terguncang. Sebaiknya ibu menghubungi keluarga dan meminta mereka mengantar Ibu. Bahaya kalau Ibu pergi sendirian."Marisa terdiam mendengar ucapan rekannya itu. "Bu Aisyah ada benarnya," batin Marisa. Jadi, dia berusaha keras menguasai dirinya dengan menarik napas dan mengembuskannya perlahan-lahan. Perempuan itu juga menurut ketika Bu Aisyah membimbingnya duduk di sofa di ruang UKS. "Ibu mau memastikan korban kecelakaan Tol SUMO ke mana? Apa Bu Marisa sudah tahu tujuannya di Mojokerto?" tanya Bu Aisyah sambil mengelus pelan lengan Marisa. "Sudah, Bu. Saya mau ke Rumah Sakit Citra Medika Mojokerto. Polisi yang menelepon saya tadi pagi bilang kalau korban dibawa ke sana." "Kalau sudah jelas alamat yang dituju, Bu Marisa bisa h

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-02
  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 4 Ada yang Disembunyikan Rian

    "Mas Rian apa-apaan, sih!" Marisa balas membentak. Dia merasa kesal dengan ulah Rian yang absurd. Tangannya sampai memerah karena ditepis tangan Rian yang besar. Ditambah masih harus menerima bentakan."Maaf Risa tadi itu spontan." "Memangnya kenapa kalau ada suara radio di mobil? Biar nggak sepi, Mas. Pikiranku sekarang ini lagi sumpek, jadi pengen dengar lagu-lagu gitu." "Cuma dengar lagu, kan? Bisa dengerin lewat HP. Mau Mas pinjemin ponsel Mas? Koleksi lagunya banyak dan bagus-bagus," bujuk Rian. "Gak cuma lagu, sih. Risa juga mau dengerin berita. Biasanya kan di E-100 ada berita macam itu." "Sudahlah Risa. Lebih baik kamu tidur. Pulihkan dulu kondisi mental kamu. Perjalanan masih jauh. Kalau bisa istirahat, kamu akan lebih tenang." Marisa terdiam mendengar perkataan kakak sepupunya itu. Dia menoleh dan menatap sepupunya dari samping. Lelaki itu tampak serius dengan permintaannya. "Iya kamu benar, Mas. Lebih baik aku tidur. Lumayan bisa satu jam." Rian mengangguk. "Katakan

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-02
  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 5 Kondisi Irawan

    "Aku belum nemu fotonya di google.""Ada yang tahu akun medsosnya?"Rasa dingin menjalari tengkuk Rian. Apa yang dia khawatirkan terjadi. "Sialan," umpatnya pelan. "Mas … ada apa?" tanya Marisa yg merasakan ketegangan Rian. "Tidak ada apa-apa. Terus jalan aja, Ris," jawab Rian. Tangannya merangkul bahu Marisa dan menggamitnya untuk berjalan cepat. Meski merasa penasaran dengan sikap Rian yang berubah tegang dan gugup. Juga keheranan mendengar nama suaminya disebut-sebut oleh sekelompok orang tadi. Marisa menuruti permintaan Rian untuk melangkah lebih cepat. Lagi pula dia juga ingin secepatnya mendapat kejelasan tentang berita yang diperolehnya tadi pagi. Marisa dan Rian masuk ke IGD dan segera mendekati meja perawat. "Maaf suster apa benar ada korban kecelakaan Tol SUMO yang dibawa ke mari? Namanya Irawan," tanya Rian."O iya benar. Tadi ada polisi yang menunggunya tapi baru saja kembali ke markas. Maaf bapak dan ibu ini siapa ya?" "Saya kakak iparnya dan ini istrinya.""O kala

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-02
  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 6 Apa yang Terjadi?

    "Tolong hargai privasi kami atau kalian saya tuntut!" ancam Rian. Namun ancamannya itu dianggap angin lalu saja oleh para wartawan. Terbukti mereka tetap merangsek maju dan membombardir Marisa dengan segudang pertanyaan. Hal itu membuat Rian kembali berteriak, "Pak satpam tolong jauhkan mereka dari kami!" Tiga orang satpam Rumah Sakit Citra Medika segera berlari mendekat setelah mendengar teriakan Rian untuk kedua kalinya. Mereka membantu Rian dan Marisa menjauh dari kepungan wartawan dan terus mengawalnya sampai ke mobil. Setelah melihat Marisa mengenakan seat belt, Rian pun tancap gas meninggalkan halaman Rumah Sakit Citra Medika. "I-itu ta-tadi apa, Mas?" Rian menoleh dan melihat tangan Marisa gemetar di atas tasnya. "Sst … sudah tak apa-apa. Itu cuma wartawan yang lagi cari berita." "Tapi berita apa? Kecelakaan kan bukan berita yang kudu di buat heboh." Rian terdiam mendengar bantahan Marisa. Dia bingung harus menjelaskan mulai dari mana. Sebenarnya dia tahu alasan wartaw

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-02
  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 7 Siapa Pemilik Lipstik Merah?

    "Loh, lipstik itu bukan punya Ibu? Kamera juga bukan punya Pak Irawan?" Aiptu Rizal menatap Marisa dengan pandangan kebingungan. "Bukan, Pak. Saya tidak suka lip cream warna merah menyala seperti ini." Marisa membuka penutup lipstik berbentuk cair itu dan menunjukkan kuasnya yang berwarna merah terang. "Setahu saya, Mas Irawan juga tidak mempunyai kamera digital seperti itu tapi saya juga tidak tahu pasti," lanjut Marisa. "O begitu. Berarti barang-barang itu milik penumpang." "Penumpang? Ada penumpang di mobil suami saya?" Aiptu Rizal menatap Marisa dengan pandangan tidak percaya, "Ibu tidak tahu? Saya kira Ibu sudah tahu karena ramai diberitakan media massa dan media sosial." "Shit!" Rian menoleh ke kanan sambil mengumpat pelan. "Apa yang harus terjadi, terjadilah," gumam Rian, pasrah. Setelah menarik napas perlahan dia kembali memasang wajah datar dan menghadapkannya ke depan. "Memangnya siapa penumpang mobil suami saya, Pak? Perempuan?" "Iya, perempuan. Dia seorang p

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-27
  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 8. Teman Lama

    "Marisa? Iya aku Sandhyawan." "Kamu … terlihat sedikit berbeda, Mas." Marisa melangkah perlahan mendekati lelaki yang disapanya itu. "Kamu juga, Risa." "Tapi dalam artian bagus, kok," lanjut Sandhy dengan cepat. Dia tidak ingin Marisa salah paham dengan kata-katanya. Marisa tersenyum. Meski terlihat lebih kurus dan ada beberapa kerut samar di dahinya, tetapi wajah tampan Sandhy masih tersisa. "Sudah lama, ya, kita tidak bertemu?""Iya. Sekitar sepuluh tahun ya, Risa?""Dua belas tahun sejak Mas Sandhy lulus SMA lebih dulu.""O iya betul. Kamu pasti sudah menikah, Ris. Berapa anakmu? Apa itu suami kamu?" Tatapan Sandhy terarah ke belakang punggung Marisa. Rian yang berdiri di belakang Marisa dengan kotak di tangannya balik menatap lelaki yang sedang mengobrol dengan sepupunya itu. Dia mengamati penampilan lelaki yang tampak seperti seniman itu dari atas sampai ke bawah. "O bukan. Ini kakak sepupuku. Mas Rian, kenalkan ini Mas Sandhy kakak kelasku waktu SMA," jawab Marisa, sambil

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-28
  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 9. Akun Bernama Lipstik Merah

    "Kamu kok tanya seperti itu, sih, Ris?" "Jawab aja, Mas. Enggak perlu berbelit-belit!" sergah Marisa. Rian berdiri dari kursi dan berjalan mondar mandir di depan Marisa. Lelaki bertubuh sedikit berotot itu mendengkus. Tangannya mengacak-acak rambutnya yang hitam tebal. Gestur tubuhnya jelas menunjukkan kata-kata Marisa yang sedikit kasar itu mengganggu hatinya.Kalau menuruti kata hati, Rian pasti segera memilih pulang kembali ke Surabaya dan membiarkan Marisa sendirian. Namun, logika mengalahkan perasaannya. Marisa butuh teman dan saat ini hanya dia yang bisa menemaninya. Emosi Marisa sekarang ini sedang tidak stabil dan dia butuh pelampiasan. Tentu saja Rian yang berada di dekatnya adalah sasaran yang empuk untuk menumpahkan kekesalan Marisa.Beberapa menit kemudian setelah mengatur napas dan mondar-mandir mengitari kamar hotel, Rian mulai tenang. Kemudian dia kembali duduk di hadapan Marisa. Dia menatap tajam Marisa sebelum berkata, "Aku abaikan kata-katamu yang menyalahkan aku.

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29

Bab terbaru

  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 137 Honeymoon

    "Mas Rian … jangan pergi! Jangan tinggalkan aku! Bangun, Mas! Aku membutuhkanmu!" ratap Marisa. Namun, lelaki yang dipeluk dan ditangisinya masih tetap mengatupkan matanya. Rapat. "Sudah, Mbak jangan nangis terus. Lebih baik kita doakan Mas Rian agar diberikan kesehatan." Marisa mengangguk mendengar saran Dokter Harun. Memang tangis tidak akan membuat Rian sembuh. "Alhamdulillah Allah masih melindunginya. Tusukan pisau itu tidak mengenai organ vital. Geser satu centi aja akan sangat berbahaya. Namun, mengingat dia ditusuk tiga kali dan mengeluarkan banyak darah, kondisinya belum terbilang stabil. Perlu banyak kantong darah untuk transfusi. Sementara stok golongan darah O di PMI menipis."Marisa mengusap wajah lega. "Ambil darah saya saja, Dok. Golongan darah saya O." "Jangan. Kamu butuh istirahat, Mbak. Darah saya saja, Dok. Saya juga bergolongan darah O," ucap Dokter Harun."Baiklah … nanti kita periksa dulu untuk melihat kecocokannya."Marisa menelepon ibunya untuk mengabarkan di

  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 136 Misi Penyelamatan

    "Ada apa dengan Marisa?" sambar Rian.Dokter Harun menatap Bu Rahmi dengan prihatin. "Sabar, ya, Bu. Mbak Marisa mengalami penculikan di dekat sekolah. Kasusnya sedang dalam penyelidikan polisi." "Apa diculik?" teriak Rian."Tidak! Jangan polisi. Nanti Marisa tidak selamat!" seru Bu Rahmi yang kemudian menangis. "Kenapa tidak selamat? Ibu tahu kalau Mbak Marisa diculik?" desak Dokter Harun. "Iya." Bu Rahmi mengusap wajahnya dan terduduk lemas di sofa. "Itu sebabnya tadi Bulek telepon kamu." Tatapan Bu Rahmi terarah ke Rian."Sebenarnya Bulek berharap itu cuma bercanda, tapi kabar yang dibawa Dokter Harun membuat Bulek tahu kalau orang itu sungguh-sungguh menculik Marisa." Air mata Bu Rahmi pun menderas di kedua pipinya. "Orang itu? Siapa?" "Siapa orang itu, Bu?"Dokter Harun dan Rian bertanya bersamaan. "Tadi ada telepon. Ngaku temannya Marisa ke Bik Siti. Setelah ibu angkat dia bilang sudah menculik Marisa dan melarang untuk melapor ke polisi kalau mau anak ibu selamat. Tapi ta

  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 135   Diculik

    "Apa-apaan ini? Siapa mereka?" tanya Marisa ketika melihat tiga orang lelaki turun dari mobil yang menghadangnya.Salah satu lelaki yang turun dari mobil penghadang itu kemudian menggedor jendela di samping Marisa. "Buka pintunya! Cepat!" Marisa terlonjak kaget dan mundur dari jendela. Untuk beberapa saat dia hanya diam dan memandang ketiga lelaki berwajah menyeramkan itu. Marisa tidak mau membuka pintunya. Berada di dalam mobil dengan pintu yang terkunci membuatnya sedikit merasa aman. Sayangnya rasa aman itu hanya bertahan sebentar, karena tak lama kemudian kaca jendela mobilnya pecah berhamburan. Salah satu lelaki menyeramkan itu memegang semacam palu yang besar dan berhasil memecah kaca. Belum hilang rasa kaget Marisa, lelaki yang sama berhasil membuka pintu mobilnya dari dalam dan menarik Marisa keluar. Kemudian dia diseret memasuki mobil milik ketiga lelaki itu. Meski Marisa meronta dan berteriak, tetapi itu tidak ada artinya. Karena tenaga Marisa jelas kalah dibanding ketig

  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 134   Ta'aruf

    "Iya betul, Bu. Dan kedatangan saya sekarang ini untuk meminta restu dari Ibu. Saya ingin melamar putri Ibu yang bernama Marisa." Bu Rahmi terpana melihat keterusterangan Dokter Harun. Dia tidak menyangka lelaki di hadapannya ini akan mengatakan hal tersebut di pertemuan pertama. "Alhamdulillah. Saya, sih, terserah kepada Marisa, saja, Nak Dokter. Tapi … kenapa terburu-buru? Apakah Nak Dokter nggak mau kenalan dulu dengan Marisa? Atau jangan-jangan kalian sudah kenal lama?" "Tidak, Bu. Saya baru bertemu dengan Mbak Marisa ketika saya merawat mantan suaminya. Saat itu tidak ada perasaan apa pun kecuali simpati seorang dokter kepada keluarga pasiennya." Bu Rahmi mendengarkan penjelasan Dokter Harun. "Lantas kapan mulai berubah?" Marisa mendelik mendengar pertanyaan ibunya. Dia menyenggol tubuh ibunya dengan siku untuk memintanya diam. Namun, Bu Rahmi tidak mempedulikannya. Sebenarnya Marisa juga penasaran seperti ibunya, tetapi dia terlalu malu untuk bertanya. Jadi, ketika Bu Rahm

  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 133   Dilamar Lagi

    Marisa berjalan mendekat. Mungkin karena mendengar suara langkah Marisa, lelaki itu mengangkat wajahnya dan Marisa pun berseru, "Kamu?"Lelaki itu kemudian bangkit dari kursinya dan berdiri dengan sikap sopan ala abdi kerajaan yang menunggu sang putri datang. Bibirnya menyunggingkan seulas senyum. Mata hitam yang dinaungi sepasang alis yang melengkung sempurna itu menatap Marisa lekat. Namun, ketika tatapan dua insan berlawanan jenis itu bertemu, keduanya sama-sama segera mengalihkan tatapannya. "Maaf kalau saya datang tanpa kabar lebih dulu, Bu Marisa," ucap lelaki itu. "Iya. Tidak apa-apa. Silakan duduk, Dok." Marisa pun duduk di seberang sofa yang ditempati Dokter Harun. "Ada yang bisa saya bantu, Dok? Ada apa dengan Amanda?" "Kedatangan saya kemari nggak ada hubungannya dengan Amanda, Bu."Marisa mengangkat wajahnya dan menatap mata Dokter Harun. Ada tatapan bertanya di mata Marisa.Melihat pandangan bertanya di mata hazel Marisa, tiba-tiba saja Dokter Harun menjadi gugup. "B

  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 132    Tamu tak Diundang

    Tiba-tiba Marisa berhenti melangkah. Raut wajahnya tampak seperti seseorang yang baru menyadari sesuatu. Dia kemudian berbisik, "Kenapa aku merasa senang mengetahui fakta terbaru tentang Suster Ratri? Apakah ini artinya aku mulai membuka hati untuk Dokter Harun?"Untuk beberapa saat Marisa berdiri termangu, lalu dia menghela napas dan kembali berbisik, "Aku nggak boleh linglung di sini. Lebih baik sekarang aku segera pulang. Tentang bagaimana perasaanku sebenarnya bisa aku pikirkan nanti saja kalau sudah di rumah."Lantas, Marisa pun memutar tubuh dan kembali ke halaman sekolah. Dia segera memasuki mobil kesayangannya dan memacunya menuju rumah. "Loh … katanya mau ke toko buku. Kok sudah pulang? Nggak jadi?" tegur Bu Rahmi ketika melihat Marisa turun dari mobil. "Enggak, Bu," jawab Marisa sambil melangkah menuju teras. Lalu dia duduk di salah satu kursi yang ada di teras. Marisa menyelonjorkan kaki dan memandang ibunya yang tengah merapikan rumpun mawar.Tidak adanya penjelasan atas

  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 131   Dokter Harun Kembali

    Mata Marisa terbelalak mendengar ucapan Dokter Harun. "Sudah sedekat itukah hubungan mereka hingga Suster Ratri membawakan bekal untuk makan siang Dokter Harun?" batinnya."Suster Ratri itu seperti seorang ibu sekaligus kakak buat saya. Cerewetnya sama," lanjut Dokter Harun sambil menatap Marisa."Seperti ibu? Cerewet?" Marisa mengulangi kata-kata Dokter Harun dengan nada kebingungan. "Iya. Kalau Suster Ratri lagi ngomelin saya bisa dua puluh ribu kata per jam dia lontarkan." Dokter Harun terkekeh sambil matanya menerawang. Dia mengenang saat-saat Suster Ratri mengomelinya. "Suster Ratri berani ngomelin Dokter?" Marisa bertanya dengan heran. Dia semakin kebingungan mendengar fakta terbaru tentang sosok suster luar biasa yang menjadi kesayangan keluarga Dokter Harun itu."Loh kenapa nggak berani? Kan dia juga sudah saya anggap seperti kakak tertua," jawab Dokter Harun. Marisa melongo mendengar jawaban Dokter Harun yang semakin membuatnya bingung. Benaknya sibuk merangkai semua fa

  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 130  Suster Ratri

    "Bu Marisa … apa kabar? Lama kita tidak ketemu. Kapan kita bisa mengobrol lagi seperti beberapa bulan lalu, ya, Bu? Saya kangen kepada Ibu."Marisa mengangkat kepalanya. Dia melihat seorang siswi mendekatinya yang tengah asyik membaca di perpustakaan sekolah. "Amanda? Alhamdulillah kabar ibu baik dan sehat. Semoga Amanda juga sehat. Iya, kita lama nggak ketemu, ya. Soalnya tahun ajaran baru ini ibu nggak mengajar di kelasmu lagi. Ayo sini duduk di sebelah Ibu, mumpung lagi jam istirahat." Amanda menurut dan menarik kursi kosong di sebelah Marisa. Setelah duduk, dia lalu berkata,"Alhamdulillah … syukurlah kalau ibu baik-baik saja. Manda juga Alhamdulillah baik, Bu. Cuma kangen aja karena jarang ngelihat Ibu." "Iya, loh. Ibu juga baru sadar kalau sudah lama nggak lihat kamu nunggu jemputan di bangku halaman sekolah." "Iya, Bu. Sekarang ini Manda nggak perlu nunggu jemputan lagi."Marisa terkesiap. Dalam hatinya dia bertanya-tanya, apakah ini ada hubungannya dengan kemarahan Dokter

  • Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua   Bab 129  Kembali Menolak

    "Iya, Mas. Aku baru saja memberi tahu dia kalau aku menolak lamarannya." "O pantas saja mukanya ditekuk seperti itu. Terus apa rencana kamu selanjutnya?""Rencana? Rencana apa maksudmu, Mas?" tanya Marisa dengan wajah kebingungan."Ya rencana masa depan kamu. Misalnya … apa kamu akan kembali menutup diri atau mau membuka hati lagi? Apa kamu mau terima perjodohan yang kemarin diatur ibuku? Atau bagaimana? Kamu pasti sudah memikirkannya, kan?" selidik Rian."Sepertinya aku ngalir aja, Mas. Aku ikut takdir Allah. Maksudku … aku nggak siapin waktu secara khusus untuk cari pasangan hidup, tapi kalau Allah takdirkan aku ketemu seseorang, ya, aku terima." "Meskipun itu aku?""Maksudnya gimana, Mas?""Kalau Allah takdirkan aku adalah jodohmu gimana?" Rian tidak menjawab pertanyaan Marisa, tetapi justru bertanya balik. Tatapan mata Rian menghujam tepat ke bola mata Marisa. Dia menatap penuh harap kepada perempuan yang sudah dikenalnya sejak kecil itu."Kalau memang Allah takdirkan, ya,

DMCA.com Protection Status