Share

Bab 4 Ada yang Disembunyikan Rian

"Mas Rian apa-apaan, sih!" 

Marisa balas membentak. Dia merasa kesal dengan ulah Rian yang absurd. Tangannya sampai memerah karena ditepis tangan Rian yang besar. Ditambah masih harus menerima bentakan.

"Maaf Risa tadi itu spontan." 

"Memangnya kenapa kalau ada suara radio di mobil? Biar nggak sepi, Mas. Pikiranku sekarang ini lagi sumpek, jadi pengen dengar lagu-lagu gitu." 

"Cuma dengar lagu, kan? Bisa dengerin lewat HP. Mau Mas pinjemin ponsel Mas? Koleksi lagunya banyak dan bagus-bagus," bujuk Rian.  

"Gak cuma lagu, sih. Risa juga mau dengerin berita. Biasanya kan di E-100 ada berita macam itu." 

"Sudahlah Risa. Lebih baik kamu tidur. Pulihkan dulu kondisi mental kamu. Perjalanan masih jauh. Kalau bisa istirahat, kamu akan lebih tenang." 

Marisa terdiam mendengar perkataan kakak sepupunya itu. Dia menoleh dan menatap sepupunya dari samping. Lelaki itu tampak serius dengan permintaannya. "Iya kamu benar, Mas. Lebih baik aku tidur. Lumayan bisa satu jam." 

Rian mengangguk. "Katakan ke mana tujuan kita di Mojokerto. Nanti kalau sudah dekat aku bangunkan kalau kamu masih tidur." 

Marisa menyebutkan nama Rumah sakit Citra Medika beserta alamatnya yang sudah dia cari lewat g****e. Kemudian tangannya meraih tuas dan mengubah posisi kursi agar tubuhnya bisa direbahkan dengan nyaman.

Rian menoleh ke samping. Dia menatap Marisa yang sudah memejamkan matanya dengan perasaan prihatin. "Kasihan sekali kamu. Belum lama menikmati bahagia, tapi sudah mengalami hal traumatis seperti ini."

Tangan Rian kemudian menyibak rambut yang jatuh menutupi wajah Marisa. Dia menyisipkan rambut itu ke belakang telinga Marisa. "Jangan takut. Ada aku di sini. Aku akan selalu melindungimu. Andai saja waktu itu aku lebih berani mengungkapkan …." 

"Mas Irawan …." Marisa tiba-tiba menggerakkan tubuhnya dan menyebut nama suaminya. 

Gerakannya itu membuat Rian sadar dan segera menarik tangannya. "Sial! Aku ini mikir apa, sih!" Mata Rian kemudian kembali terarah ke depan. Dia kembali fokus menyetir. Lelaki itu tidak mau terjadi hal yang tak diinginkan karena kelengahannya ketika melewati jalan Tol SUMO ini. 

Mobil Rian melaju lambat ketika mendekati exit gerbang tol Mojokerto. Matanya terfokus ke mobil yang melaju di depannya hingga terlihat gerakan dari kursi di sebelahnya.

Marisa mengangkat kedua tangannya melewati kepala kursi. Dia meregangkan tubuhnya hingga terdengar bunyi kretek lalu bertanya dengan mata masih setengah menutup. "Kenapa berhenti? Sudah sampai, ya?" 

"Kamu sudah bangun, Ris? Belum sampai, kok. Ini masih di antrian exit gerbang tol." 

"Oo kukira kita sudah sampai." Marisa kemudian duduk dan menegakkan sandaran kursinya kembali.

"Syukurlah kamu kelihatan segar kembali. Itulah gunanya tidur meski sebentar." 

"Iya, Mas Rian benar. Sekarang aku boleh dong setel radio kan sudah segar." 

Rian tercenung. Wajahnya tampak bimbang, tapi dia tahu tidak ada alasan lagi mencegah Marisa menyalakan radio. Toh, sebentar lagi mereka sampai ke tujuan. Dia hanya bisa berharap berita di radio bukan seputar kecelakaan suami sepupunya itu.

Melihat Rian mengangguk, Marisa pun segera menyalakan radio. Tangannya mencari channel yang dia cari. Setelah menemukannya dia pun membesarkan volumenya.

"Ooo … jadi itu bukan sepasang suami istri, ya?" Terdengar suara bariton penyiar radio tersebut. Wajah Rian memucat. Dia tidak berani melirik wanita yang duduk di sampingnya. 

"Bukan, Mas Dedi. Perempuannya itu penyanyi kafe. Dia sering ikut audisi nyanyi tapi tidak lolos. Kalau yang pria itu kabarnya pengusaha terkenal namanya …." 

"Maaf, Pak saya potong. Kalau diteruskan nanti radio ini jadi radio gosip." Penyiar tertawa lepas. Rian mengembuskan napas lega. 

"Kita fokus aja kondisi jalanan di sana. Apa korban sudah dievakuasi? Mobilnya bagaimana?" 

"Sudah, Mas. Korban sudah dibawa ke Rumah sakit Citra Medika. Mobilnya sedang proses derek. Kondisi jalan ramai lancar arah sebaliknya. Sudah tidak ada yang berjalan perlahan untuk melihat." 

"Baik, Pak Samuel. Terima kasih untuk laporan pandangan matanya." Sambungan telepon pun di putus dan berganti intro sebuah lagu.

"Para pendengar yang baik sambil menunggu laporan pandangan mata lainnya kita dengarkan dulu lagu yang akhir-akhir ini sedang viral. Lagu berjudul Berhak Bahagia ini dinyanyikan oleh Aurel. Semoga yang mendengarkan lagu ini bisa berbahagia karena kita semua memang layak bahagia." Suara sang penyiar pun menghilang digantikan suara merdu sang penyanyi. 

"Ada kecelakaan lagi, ya? Kenapa banyak kejadian ya, hari ini?" Marisa bergumam. Rian tidak menanggapi pertanyaan yang diucapkan dengan lirih oleh Marisa. 

"Kita langsung ke rumah sakit, kan?" tanya Rian.

Marisa tidak menjawab dan hanya mengangguk. Matanya menatap ke luar. Dia melamun. Rian tahu apa yang dipikirkan oleh sepupunya itu,  tetapi dia memilih membiarkannya saja. Rian hanya berharap semoga saja dengan cara itu mental Marisa lebih kuat menghadapi kenyataan yang beberapa saat lagi akan diketahuinya.  

"Kenapa, Mas? Mengapa kamu menatapku seperti itu?" Marisa tiba-tiba menoleh dan melihat Rian. Matanya  menelisik penampilannya saat ini. Saat tidak menemukan ada keanehan, Marisa menatap mata Rian. Namun, sepupunya itu justru membuang muka dengan berpura-pura kembali fokus menyetir mobil. 

Tak lama kemudian mobil SUV hitam milik Rian memasuki halaman rumah sakit. Mata Rian mengerjap berulang kali ketika melewati lobi dia melihat beberapa orang berkerumun di sana. Rian membatalkan rencananya semula yang ingin menurunkan Marisa di lobi. Lelaki itu memilih langsung menuju tempat parkir. 

"Kenapa aku nggak jadi turun di lobi, Mas?" 

"Lobi terlalu ramai. Nanti saja kita barengan masuknya,  Ris." 

"Ya sudah cepetan kalau gitu, Mas. Aku sudah tidak sabar mengetahui kabar Mas Irawan." 

Setelah memarkir mobil, Rian dan Marisa bergegas turun. Lalu, mereka melangkah cepat menuju pintu IGD yang berada disamping lobi. Ternyata ada juga sekelompok orang yang berdiri di jalan menuju pintu IGD. Ketika Marisa dan Rian melewati kelompok itu terdengar salah satunya berkata, "Sampai jam berapa ya kita nunggu istri Pak Irawan? Kalian tahu seperti apa wajahnya?" 

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Flying Fox
itu la salah satu punca masalah nga pernah kelar kerna disembunyikn terus..jadi mood down baca. kenapa semua novel kayak gini..rebat amat...jarang jumpa cerita yg nga tele tele
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
lemot banget nih otak perempuan
goodnovel comment avatar
bestrahma73
nah kan ....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status