Langkah Nerissa terhenti ketika mendengar suara tidak asing. Padahal tadi dia sudah memastikan jika tidak ada orang tadi. Namun, tiba-tiba sekali ada suara.Tanpa harus menoleh pun, dia harusnya tahu suara siapa itu. Suara siapa lagi jika bukan Naven.Dengan segera, Nerisa langsung berbalik. Benar saja, di belakangnya ada Naven yang berdiri tak jauh dari tempatnya berpijak.Rasanya, Nerissa bingung dari mana Naven berasal. Seingatnya, saat mengintip tadi tidak ada Naven di sana.“Mau ke mana kamu?” Langkah Naven diayunkan mendekat ke Nerissa.“Saya mau kembali ke ruangan.” Nerissa berusaha tenang, meskipun sebenarnya jantungnya berdetak cukup kencang “Kembali ke ruangan tanpa permisi?” sindir Naven.Nerissa paham betul jika Naven sedang menyindirnya. Namun, Nerissa berusaha tenang.“Tadi tidak ada orang, jadi saya tidak bisa permisi-permisi.” Nerissa mencoba menjelaskan akan hal itu.“Sekarang sudah ada.” Langkah Naven berhenti tepat di depan Nerissa.“Permisi, Pak. Saya mau kembali
“Ada apa sebenarnya?” Nerissa benar-benar penasaran sekali dengan apa yang dilakukan oleh temannya itu.“Sudah ayo ikut dulu.” Ana menarik tangan Nerissa.Ana membawa Nerissa ke tangga darurat. Tentu saja itu membuat Nerissa terheran-heran. Sepenting apa sampai tidak mau ada yang dengar akan hal itu.“Ada apa?” tanya Nerissa penasaran.“Apa kamu tahu pacar Pak Naven sebelum menikah denganmu?”Mendapati pertanyaan itu jelas membuat Nerissa terkejut sekali. Tidak ada angin tidak ada hujan, Ana membahas hal itu. Jika ditanya, jelas Nerissa tidak tahu. Dia tidak pernah bertanya hal-hal semacam itu pada Naven.“Memang kenapa?”“Tadi ada karyawan yang bercerita jika pacar Pak Naven sebelum kamu adalah seorang artis.”Dahi Nerissa berkerut dalam. Masih sedikit tidak percaya jika pacar Naven adalah seorang artis. Jika ditarik garis lurus, Naven jarang bertemu dengan artis. Karena kerja sama antara perusahaan dengan artis, tidak diurus oleh Naven.“Kamu dengar gosip itu dari mana?” Nerissa ter
“Mau apa dia menghubungi aku?”Nerissa ragu untuk mengangkat sambungan telepon itu. Namun, jika tidak diangkat, jelas nanti dia akan dapat masalah. Bisa-bisa orang di seberang sana kesal. “Halo.” Akhrinya Nerissa mengangkat sambungan telepon tersebut.“Kenapa lama sekali? Sedang apa kamu?” tanya Naven dengan kesal, karena sambungan telepon tak kunjung diangkat. Nerissa menekuk bibirnya. Baru juga beberapa menit sudah protes saja. “Saya sedang bekerja. Apa lagi?” Dia ikut kesal ketika Naven kesal. “Ada apa menghubungi saya?”“Bengkel mana kamu menaruh mobilmu. Aku akan minta Kiki memindahkannya ke bengkelku agar segera diperbaiki.”Ternyata ketakutan yang dipikirkan Narissa salah. Dia berpikir jika Naven akan bertanya perihal kerang tadi, tapi ternyata tidak. Suaminya itu hanya menanyakan perihal mobil. “Di bengkel Jaya di jalan pahlawan.”“Baiklah, aku akan minta Kiki ke sana.”Nerissa tampak diam. Dia tampak terkejut ketika Naven susah payah menghubungi hanya untuk bertanya akan h
Nerissa yang sedang menatap Kiki pun langsung mengalihkan pandangan pada pemilik suara itu. Dari suara, Nerissa dan Kiki sudah tahu.Siapa lagi jika bukan Naven. Pria itu berjalan ke meja kerja Nerissa untuk menghampiri Nerissa dan Kiki.“Memberitahu apa?” Naven kembali mengulang pertanyaannya.Nerissa langsung melirik Kiki. Dia tidak mau sampai Naven tahu apa yang ditanyakan pada Kiki tadi. Jika sampai tahu, yang ada Naven akan marah padanya.“Memberitahu restoran yang enak, Pak. Saya lapar.” Nerissa memegangi perutnya agar Naven percaya. Dia menatap Kiki untuk membantunya menjawab.“Benar, Ki?” Naven menatap Kiki. Belum percaya jika Kiki belum menjawab.“Iya, Pak. Bu Nerissa menanyakan di mana restoran yang enak untuk makan malam.” Kiki memilih untuk menyelamatkan Nerissa.Nerissa merasa lega karena akhirnya Kiki menyelamatkannya. Jika begini, tentu saja dia tidak akan kena masalah.“Lalu restoran apa yang enak?” Naven menatap Kiki.Kiki tampak memikirkan restoran mana yang enak. “R
Naven langsung menarik tangannya menjauh dari tubuh Nerissa. Dia sebenarnya juga terkejut ketika Nerissa tiba-tiba bangun. Tak menyangka jika Nerissa akan bangun di waktu yang tidak tepat.“Apa yang Pak Naven lakukan? Apa Pak Naven mencium saya lagi?” Nerissa memegangi bibirnya. Dia takut sekali Naven mengambil kesempatan saat dia tidur.“Sembarangan siapa juga yang mau menciummu. Aku mengecek apa kamu ngiler atau tidak. Jika sampai kamu ngiler. Jas mahal aku akan basah.” Bukan Naven namanya jika tidak bisa mengelak.Reflek Nerissa langsung memegangi bibirnya. Tak ada air liur di bibirnya, artinya yang dikatakan Naven tidak benar.“Mana ada saya ngiler?” Nerissa menatap sinis pada Naven.“Aku memastikan. Jadi bisa iya, bisa tidak. Jika tidak, itu bagus.”Nerissa melirik malas pada Naven. Suaminya itu bisa saja membuatnya tidak bisa menjawab.“Mana ada aku menciummu? Lagi pula, mana bisa aku menciummu dengan posisi kepalamu miring seperti itu.” Naven masih tidak mau disalahkan.“Bisa s
Suara barito yang terdengar mengalihkan pandangan Nerissa, Ana, dan terutama Harry. Mereka tampak terkejut ketika pemilik suara itu ada di kantin kantor.Siapa lagi pemilik suara itu jika bukan Naven. Pria itu tadi hendak mengajak sang istri makan, tapi tidak mendapati sang istri di ruang kerjanya.“Aku akan duduk di sini. Jadi kamu bisa duduk di tempat lain.” Naven dengan akuhnya memberikan perintah pada Harry.“Baik, Pak.” Harry langsung mengangguk. Dia segera pergi untuk mencari meja lain.Naven segera menarik kursi di depan Nerissa. Tentu saja apa yang dilakukan Naven itu menarik perhatian karyawan-karyawan di sana.Nerissa hanya diam saja ketika melihat Naven di depannya. Meskipun sejujurnya dia cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Naven.“Aku pindah saja jika begitu.” Ana berdiri karena tak mau berada di antara pasutri.“Tidak perlu.” Nerissa langsung menarik Ana. “Duduk saja.” Dia meminta Ana untuk tetap tinggal.Nerissa tidak mau ditinggal Ana karena dia tidak mau berdua s
Nerissa langsung pergi begitu saja. Tentu saja itu menarik perhatian Naven. Pria itu jelas tahu jika sang istri sedang menghindar darinya.Nerissa yang ke toilet. Menunggu cukup lama di toilet. Dia ingin menunggu sampai Naven minimal sudah sampai di ruangannya.Namun, Nerissa merasakan keanehan. Toilet tampak begitu sepi sekali. Tidak ada orang yang masuk ke toilet. Hal itu pun membuat Nerissa ketakutan. Maka itu dia buru-buru keluar dari toilet.Alangkah terkejutnya Nerissa ketika melihat Naven di sana. Pria itu sedang bersandar di tembok sambil melipat tangannya di dada.Apa yang dilakukan Naven itu membuat Nerissa cukup takut. Dia berpikir kenapa suaminya itu di sana. Padahal, dia pikir suaminya itu sudah kembali ke ruangannya.“Kenapa Pak Naven di sini?”“Menurutmu aku kenapa di sini?” Naven hanya menoleh ke arah Nerissa, tanpa mengubah posisinya sama sekali.Tadi, memang Naven langsung mengerti kenapa Nerissa berbelok. Karena itu, dia langsung berinisiatif untuk menyusul. Dia mem
Nerissa akhirnya tahu kenapa toilet kantin sepi sekali tadi. Ternyata Naven melarang para karyawan untuk masuk. Jika sudah begini, jelas itu akan membuat Nerissa bingung memberikan alasan.“Aku tadi sedikit mual. Jadi mungkin Pak Naven menutup akses karena tidak mau orang lain tidak nyaman saat seperti itu.” Nerissa akhirnya menjelaskan sesuatu yang masuk akal.“Kamu mual, Sa?” Ana yang kebetulan melintas langsung menghampiri.Nerissa mengangguk. Berpura-pura sakit. Tak mau dramanya terlihat bohong.“Apa jangan-jangan kamu hamil?”Nerissa tak berpikir sejauh itu. Dia tadi hanya asal mengatakan mual, tapi maksudnya untuk menjelaskan alasan Naven agar masuk akal. Bukan karena dirinya hamil.Di situasi seperti ini, Nerissa bener-bener bingung. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. “Tidak, aku tidak hamil.”“Jangan bilang tidak. Kamu harus ke dokter.” Ana merasa pasti temannya itu sedang hamil.Nerissa benar-benar bingung sekali. Namun, jika tidak mengiyakan permintaan temannya itu pasti m