Naven langsung menarik tangannya menjauh dari tubuh Nerissa. Dia sebenarnya juga terkejut ketika Nerissa tiba-tiba bangun. Tak menyangka jika Nerissa akan bangun di waktu yang tidak tepat.“Apa yang Pak Naven lakukan? Apa Pak Naven mencium saya lagi?” Nerissa memegangi bibirnya. Dia takut sekali Naven mengambil kesempatan saat dia tidur.“Sembarangan siapa juga yang mau menciummu. Aku mengecek apa kamu ngiler atau tidak. Jika sampai kamu ngiler. Jas mahal aku akan basah.” Bukan Naven namanya jika tidak bisa mengelak.Reflek Nerissa langsung memegangi bibirnya. Tak ada air liur di bibirnya, artinya yang dikatakan Naven tidak benar.“Mana ada saya ngiler?” Nerissa menatap sinis pada Naven.“Aku memastikan. Jadi bisa iya, bisa tidak. Jika tidak, itu bagus.”Nerissa melirik malas pada Naven. Suaminya itu bisa saja membuatnya tidak bisa menjawab.“Mana ada aku menciummu? Lagi pula, mana bisa aku menciummu dengan posisi kepalamu miring seperti itu.” Naven masih tidak mau disalahkan.“Bisa s
Suara barito yang terdengar mengalihkan pandangan Nerissa, Ana, dan terutama Harry. Mereka tampak terkejut ketika pemilik suara itu ada di kantin kantor.Siapa lagi pemilik suara itu jika bukan Naven. Pria itu tadi hendak mengajak sang istri makan, tapi tidak mendapati sang istri di ruang kerjanya.“Aku akan duduk di sini. Jadi kamu bisa duduk di tempat lain.” Naven dengan akuhnya memberikan perintah pada Harry.“Baik, Pak.” Harry langsung mengangguk. Dia segera pergi untuk mencari meja lain.Naven segera menarik kursi di depan Nerissa. Tentu saja apa yang dilakukan Naven itu menarik perhatian karyawan-karyawan di sana.Nerissa hanya diam saja ketika melihat Naven di depannya. Meskipun sejujurnya dia cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Naven.“Aku pindah saja jika begitu.” Ana berdiri karena tak mau berada di antara pasutri.“Tidak perlu.” Nerissa langsung menarik Ana. “Duduk saja.” Dia meminta Ana untuk tetap tinggal.Nerissa tidak mau ditinggal Ana karena dia tidak mau berdua s
Nerissa langsung pergi begitu saja. Tentu saja itu menarik perhatian Naven. Pria itu jelas tahu jika sang istri sedang menghindar darinya.Nerissa yang ke toilet. Menunggu cukup lama di toilet. Dia ingin menunggu sampai Naven minimal sudah sampai di ruangannya.Namun, Nerissa merasakan keanehan. Toilet tampak begitu sepi sekali. Tidak ada orang yang masuk ke toilet. Hal itu pun membuat Nerissa ketakutan. Maka itu dia buru-buru keluar dari toilet.Alangkah terkejutnya Nerissa ketika melihat Naven di sana. Pria itu sedang bersandar di tembok sambil melipat tangannya di dada.Apa yang dilakukan Naven itu membuat Nerissa cukup takut. Dia berpikir kenapa suaminya itu di sana. Padahal, dia pikir suaminya itu sudah kembali ke ruangannya.“Kenapa Pak Naven di sini?”“Menurutmu aku kenapa di sini?” Naven hanya menoleh ke arah Nerissa, tanpa mengubah posisinya sama sekali.Tadi, memang Naven langsung mengerti kenapa Nerissa berbelok. Karena itu, dia langsung berinisiatif untuk menyusul. Dia mem
Nerissa akhirnya tahu kenapa toilet kantin sepi sekali tadi. Ternyata Naven melarang para karyawan untuk masuk. Jika sudah begini, jelas itu akan membuat Nerissa bingung memberikan alasan.“Aku tadi sedikit mual. Jadi mungkin Pak Naven menutup akses karena tidak mau orang lain tidak nyaman saat seperti itu.” Nerissa akhirnya menjelaskan sesuatu yang masuk akal.“Kamu mual, Sa?” Ana yang kebetulan melintas langsung menghampiri.Nerissa mengangguk. Berpura-pura sakit. Tak mau dramanya terlihat bohong.“Apa jangan-jangan kamu hamil?”Nerissa tak berpikir sejauh itu. Dia tadi hanya asal mengatakan mual, tapi maksudnya untuk menjelaskan alasan Naven agar masuk akal. Bukan karena dirinya hamil.Di situasi seperti ini, Nerissa bener-bener bingung. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. “Tidak, aku tidak hamil.”“Jangan bilang tidak. Kamu harus ke dokter.” Ana merasa pasti temannya itu sedang hamil.Nerissa benar-benar bingung sekali. Namun, jika tidak mengiyakan permintaan temannya itu pasti m
Nerissa yang makan pun langsung tersedak ketika mendengar pertanyaan Ana itu. Sampai dia buru-buru mengambil minum untuk meredakan tenggorokannya. Tak kalau terkejut dengan Nerissa, Naven pun juga merasakan hal itu. Sampai-sampai ayam yang hendak diambil dari piring untuk digigitmu langsung jatuh. “Sa ….” “Aku tidak hamil.” Nerissa langsung menjawab setelah minum. “Kamu jangan sedih tidak hamil, Sa. Nanti coba lagi dengan Pak Naven.” Ana di seberang sana memberikan semangat pada Nerissa. Pipi Nerissa langsung merona ketika mendengar hal itu. Tentu saja itu membuatnya malu ketika ada Naven di dekatnya. “Sa ….” Ana memanggil ketika tak ada suara. “Aku akan hubungi kamu nanti.” Nerissa langsung mematikan sambungan telepon itu. Tangannya yang kotor pun memegang ponselnya. Dia tidak mau sampai Ana membahas hubungan suami-istri. Jadi dia cari aman saja untuk mematikan sambungan telepon. Naven menatap sang istri. Ada banyak hal yang dia tidak tahu sepertinya. “Kamu hamil?” Nerissa l
Nerissa langsung memutar tubuhnya ketika melihat Naven yang keluar dari kamar mandi.Suara teriakan Nerissa itu membuat Naven terkejut. Dia tidak menyangka jika istrinya itu ada di kamar. Dia pikir sang istri sudah keluar dari kamar, karena itu dia dengan percaya diri keluar hanya memakai handuk di pinggang saja.“Kamu masih di sini?” Dengan polosnya Naven bertanya.“Iya, dan kenapa Pak Naven keluar hanya dengan memakai handuk?”Naven melihat ke arah tubuhnya. Dilihatnya tubuhnya hanya berbalut handuk saja. “Pakaianku di luar. Jadi aku keluar dengan handuk.”“Harusnya Pak Naven pakai baju di kamar mandi.” Nerissa melemparkan protes.“Kamu saja yang masih di kamar. Siapa suruh kamu di sini? Padahal sudah ganti baju dan sudah rapi.” Bukan Naven jika mau disalahkan begitu saja.“Saya menunggu Pak Naven. Jadi sengaja masih di sini. Tapi, justru melihat Pak Naven seperti itu.”Naven menarik senyum manisnya. “Memangnya kenapa jika melihat aku seperti ini?” Dia bertanya sambil mengayunkan la
“Sudah-sudah, sebaiknya kita bahas nanti lagi. Kita makan dulu saja.” Papa Raven menghentikan obrolan tersebut.“Iya, ayo kita makan. Aku sudah lapar.” Naven pun ikut menimpali ucapan dari papanya.“Ayo, kalau begitu.” Oma Clarisa segera berdiri.Mama Ruby pun langsung membantu mertuanya itu untuk berdiri. Naven dan Nerissa ikut berdiri. Naven meraih tangan Nerissa. Menggenggamnya erat tangan itu.Apa yang dilakukan Naven membuat Nerissa langsung mengalihkan pandangan pada suaminya itu. Naven pun menatap seolah ingin menenangkan Nerissa perihal pembahasan anak tadi. Melihat Naven yang melihatnya seperti itu, tentu saja membuat Nerissa lebih tenang.Mereka menikmati makan bersama. Makan malam kali ini begitu hangat. Obrolan-obrolan ringan yang dilontarkan, tidak membuat ketegangan seperti tadi.“Besok Mama dan Oma mau berbelanja. Kamu ikut, Sa. Temani kami.” Di tengah obrolan Mama Ruby memberitahu.“Baik, Ma.” Nerissa mengangguk.Naven melihat jika Nerissa bisa mengerti keinginan oma
Mendengar apa yang dikatakan oleh Naven itu membuat Nerissa langsung memiringkan tubuhnya. Dia langsung menatap tajam pada Naven.“Apa maksud Pak Naven?” tanya Nerissa.“Aku tahu jika itu tidak ada di kontrak, tapi bisa saja kita perbarui agar bisa mendapatkan anak.” Dengan entengnya Naven menjelaskan.Tak pernah terpikir oleh Nerissa akan mendapatkan permintaan seperti itu. Permintaan itu benar-benar konyol.Nerissa belum pernah melakukan hubungan suami-istri. Tentu saja itu akan sangat merugikan dirinya.“Saya tidak mau. Perjanjian awal kita hanya pernikahan. Jadi jangan coba-coba menambah apa pun di perjanjian itu!” Nerissa langsung memberikan peringatan keras pada Naven.Nyali Naven langsung ciut ketika Nerissa memberikan peringatan. Sebenarnya Naven tidak benar-benar serius dengan ucapannya. Dia hanya memancing Nerissa, kalau Nerissa mau syukur, tidak mau ya tidak apa-apa.“Tenanglah, aku tidak benar-benar serius.”Nerissa melirik kesal. Suaminya itu sangat menyebalkan. Padahal d