"Nanda cangkir di ruang meeting belum diambil!”
"Siap, Pakde," seru Nanda semangat kerja.
Ananda Larisa biasa dipanggil Nanda, gadis baru tamat SMA itu bekerja sebagai OB di perusahaan marketplace bernama Syukaborong.com.
Dia wanita mudah yang bercita-cita ingin menjadi guru dan bertekad memiliki banyak usaha sampingan. Dia terobsesi punya banyak uang dan membantu bayar hutang Ayahnya yang menumpuk akibat biaya perawatan rumah sakit mendiang Ibunya.Dia juga ingin terlepas dari kemiskinan dan hidup memisah dari abangnya bernama Leon. Kebiasaan Abangnya berjudi dan mabuk-mabukan punya hutang ratusan juta, penyebab Nanda muak dengan kehidupannya yang sederhana.
Nanda mengambil semua cangkir kotor dan membawanya ke pantry. Dia melihat Ali dan seorang karyawan berbicara berdua. Seingat Nanda, karyawan laki-laki itu adalah sekretaris CEO yang jarang Nanda lihat. Entah mengapa laki-laki itu bisa sampai di pantry hari ini."Pak Dion minta dicarikan calon istri, masih mudah terus perawan dari keluarga sederhana saja," ujar Hanif, si sekretaris CEO, putus asa.
Nanda yang sedang mencuci gelas hanya mendengarkan dalam diam.
"Serius, Bos?! Atasan kita mau menikah?" ucap Ali kaget.
"Beneran. saya gak bohong. Mana mintanya harus wanita cantik, bersih, rapi mau ditidurin terus hamil anaknya atasan tapi jangan berharap cinta."
Hanif mempraktekkan gaya Dion bicara di depan Ali, dia bangkit dari tempat duduknya. Lalu berdiri tegak sambil memasukan tangannya di kantong celana.“Saya butuh calon pengantin dalam waktu dekat ini. Dia perawan, wanita benar, harus good looking, tidak pintar, riwayat pendidikan terakhirnya standar, rapi dan bersih. Dia juga bersedia tidur denganku tanpa cinta," kata Hanif menirukan cara bicara Dion.
"Emangnya si bos gak punya pacar?" tanya Ali.
Hanif menggeleng. "Iya dia jomblo akut. Terakhir pacaran kelas dua SMA, itu pun Pak Dion cerita dia terima-terima saja pernyataan cinta dari sahabat dia sendiri." cerita Hanif pada Ali.
"Cari wanita perawan mau dinikahi tanpa cinta, susah bos. Kebanyakan dari kalangan saya wanita bayaran. Mereka mau ditidurin tanpa cinta," jawab Ali.
Prang!Nanda yang saat itu sedang mencuci tumpukkan cangkir dan piring kotor di wastafel, tidak sengaja cangkir terlepas dari tangannya. Ia tidak konsentrasi karena terus mencuri dengar obrolan Hanif dan Pak Ali.
"Maafkan saya tidak hati-hati," ucap Nanda menyesal.Seketika Hanif terkesima dengan kecantikan wajah Nanda yang seperti kebule-bulean.
"Saya belum pernah lihat kamu, OB baru di sini?" tanya Hanif pada Nanda.
"Iya, saya OB baru," jawab Nanda langsung, takut kalau Hanif mengetahui dirinya yang curi dengar tadi. Nanda pun melanjutkan pekerjaannya mencuci cangkir dan mulai mengabaikan dua pria itu.
Kemudian Ali nyerocos menceritakan semua kehidupan Nanda pada Hanif."Nanda ini bos, anak sahabat saya. Dia walaupun cantik mirip bule gak pernah pacaran, cowo-cowo pada diusir sama Abangnya. Anaknya mantap di rumah, kagak suka keluyuran, baik, penurut," puji Ali pada Nanda.
"Ayahnya tukang parkir hutangnya banyak. Dulu buat biaya perawatan mendiang Ibunya. Abangnya juga pembuat masalah di gang rumah kami, setiap hari ada saja orang cari-cari dia. Suka judilah, mabuk, bertengkar sama orang pasar, suka kasihan saya lihat sih Nanda ini." sambung Ali mencurahkan hatinya tentang kisah sahabat karibnya yaitu Ayahnya Nanda.
"Saya kalau jadi bapaknya, saya suruh dia menikah sama laki-laki kaya. Manfaatin wajah cantiknya terus saya ikut keluar dari rumah. Biar tuh sih Abangnya hidup sebatang kara. Bisanya bikin masalah padahal laki-laki tapi gak ada tanggung jawab sama keluarga," rutuk Ali mengumpati Abangnya Nanda.
"Cocok!”
***Nanda kebingungan bercampur takut karena tangannya ditarik oleh Ali dan Hanif menuju ruangan CEO. Selama ini, tugasnya hanya sebatas cuci piring, menyiapkan ruang rapat, dan bikin kopi. Apa dia buat kesalahan sampai-sampai dipanggil CEO?
"Pakde, Nanda mau diajak ke mana? kenapa ke ruangan paling atas?" tanya Nanda cemas.
"Kita ke ruangan Pak Dion, pemilik perusahaan ini," jawab Ali tergesa-gesa.
"Nanda salah apa, Pakde?" tanya Nanda makin takut.
"Kamu tidak salah justru Pakde ingin masa depan kamu berubah," terang Ali.
Nanda memutar kembali apa yang dilakukannya tadi. Dia teringat sudah menguping gosip soal CEO-nya tadi, dan juga memecahkan satu cangkir di pantry.
"Maafin saya Pak Hanif nanti saya ganti cangkir yang pecah tadi," lirih Nanda memelas, sengaja tidak menyinggung soal menguping tadi..
"Iya gak papa sudah dimaafkan, sebagai gantinya kamu ikut sama kita," balas Hanif.
Isi kepala Nanda penuh keanehan. Apalagi omongan Ali merubah masa depannya walaupun begitu, dia tetap menurut saja ajakan Ali dan Hanif.
Bagaimana pun juga Ali sudah dianggapnya paman sendiri tidak mungkin membuat dia dalam bahaya. Mereka sampai dan masuk ke ruangan Dion. Hanif mengarahkan Nanda berdiri di hadapan meja Dion.
Batin Nanda terus bicara, “Ada apa ini, kenapa aku dipaksa berhadapan sama pemilik perusahaan. Kesalahan apa yang aku perbuat bukannya aku pegawai biasa tukang bersih-bersih. Kenapa Pak de bicara menyangkut masa depanku?”
"Pak Dion, saya bawakan kandidat calon pengantin yang cocok dengan persyaratan dan pandangan mata Bapak. Gimana Nanda cantikkan wajahnya kebule-bulean," seru Hanif antusias.Nanda pelanga-pelongo mendengar perkataan Hanif dan Dion.
Nanda terus berbicara dalam hati, ”Apa? Siapa yang dimaksud pak Hanif jadi calon pengantin Pak Dion? Apakah aku yang ditunjuk dia? Kenapa bisa aku sedangkan aku saja baru pertama kali lihat Pak Dion?”
Lalu Nanda menarik kemeja Hanif untuk mengajaknya bicara. Dia memaksa Hanif memberi penjelasan.
"Apa yang barusan Bapak katakan? Aku cocok jadi calon pengantin Pak Dion, lelucon macam apa itu Pak? Masalah cangkir pecah bisa potong gaji saya saja," bisik Nanda panik.
"Sudah kamu diam dulu nanti saya jelaskan." Balas Hanif.
"Iya Nanda, turuti saja kata Pak Hanif dulu." bisik Ali coba menenangkan Nanda.
Mendengar perkataan Hanif, sontak Dion melirik Nanda yang berdiri di samping Hanif. Benar saja pandangan mata Dion sungguh terpesona dengan kecantikan wajah Nanda. Bentuk tubuh Nanda langsing dan tinggi 164 cm. Dia sangat tepat menjadi calon pengantin Dion.Dion tersenyum memandangi wajah Nanda. Lantas dia berjalan mendekati Nanda dengan jarak sangat dekat.Dion memasang tatapan tajamnya pada Nanda. Melihat ekspresi Dion yang menantang refleks bikin Nanda menundukkan kepala.Nanda berpikir dalam hati, “Kenapa aku harus tundukkan kepala, dia manusia aku pun manusia. Aku tidak melakukan kesalahan apapun dengannya.”
“Masalah cangkir pecah itu hal sepele pasti bisa diatasi. Lagipula, aku gak tertarik juga dengan gosip yang tadi kudengar.”
Seketika Nanda beranikan diri mendongakkan wajahnya tepat di depan wajah Dion yang sedang berdiri di depan wajahnya. Nanda pun nekat menantang Dion balik.
"Kuat juga mental kamu, gak sok cantik, tidak curi pandang dan tidak tebar pesona. Kamu diam saja wajah kamu cantik penuh pesona di mata saya." kata Dion masih menatap Nanda dengan lekat.
Keberanian Nanda langsung ciut kembali. Dia buru-buru menundukkan kepala lagi. Terlihat Dion berjalan melewatinya, dan menuju pintu.
Ini pertama kalinya Nanda berhadapan dengan Dion Pamungkas, CEO sekaligus pemilik perusahaan market place Syukaborong.com, jenis perusahaan e-commerce dan perusahaannya termasuk di bawah naungan PT Borong Pamungkas milik papa Dion sendiri.
“Saya mau pergi dulu, urus semua persiapan dengan matang." Pinta Dion menepuk pundak Hanif dan tersenyum kecil pada Ali.Nanda mengepalkan tangannya, lalu berbalik dan berkata dengan lantang. “Saya minta maaf soal cangkir pecah di pantry tadi!”
Dion berhenti melangkah. "Cangkir pecah, apa yang kamu maksud?" tanya Dion.
"Saya dibawa ke hadapan Pak Dion karena masalah cangkir pecah kan Pak Hanif?" tanya Nanda mendelik ke Hanif.
"Apa maksudmu?" Dion mengerutkan dahi karena bingung.
"Kamu dibawa ke ruangan saya buat jadi calon pengantin saya, bukan masalah cangkir pecah," terang Dion lagi, sebelum Hanif yang menjawab.
"Apa?!" ucap Nanda terkejut dengan nada tinggi.
"Iya, saya setuju kalau kamu calon istri saya."
Nanda masih bingung dengan situasi di kantor CEO tadi. Tau-tau, dia sudah diseret ke sebuah restoran oleh Hanif masih dengan seragam office girl nya. Tiba-tiba menjadi pengantin? Apa CEO-nya sudah gila?Dion sudah sampai terlebih dahulu di restoran steak langgannya. Selang dua puluh menit, Hanif dan Nanda datang menyusul. Mereka bicara serius mengenai kontrak pernikahan."Nanda, Pak Dion ini harus segera menikah dalam waktu dekat. Berhubung Pak Dion belum punya calon istri yang cocok menurut padangan Pak Dion, jadi waktu saya bawak kamu tadi. Pak Dion langsung setuju," terang Hanif."Tanpa bertanya dulu sama saya?" tanya Nanda meradang."Kenapa memang kamu keberatan?" tanya Dion pada Nanda."Jelas keberatan, Pak Hanif gak izin sama saya hadap Bapak. Permasalahannya apa, main tarik tangan saya." Amuk Nanda menggebu, sepanjang jalan ke restoran dia menahan jengkel sama Hanif dan Dion."Kamu berani marah sama saya?!" gertak Dion.Sontak Nanda lupa kalau dia masih menjadi pegawai di peru
Setelah pertemuan awal mereka setuju menjalin kontrak pernikahan. Hari minggu siang, Dion menjemput Nanda di persimpangan dekat perusahaan milik Dion. Mereka pun ke salon dan butik terlebih dulu, sebelum pergi ke rumah Dion.Mobil Dion tiba, lalu berhenti di depan Nanda yang sudah menunggunya. Ketika di perjalanan menuju rumah keluarga Dion, di dalam mobil suasana kikuk terjadi diantara mereka. Sesekali saling melempar tatapan, Dio pun memutuskan mulai membuka omongan untuk mengajak Nanda bicara."Banyak wanita di luar sana cantiknya lebih terawat dibanding kamu. Mereka stylish juga dari keluarga terpandang, tapi kesan pertama kamu beda. Kamu tidak genit, kamu juga tidak mencuri perhatian ku secara berlebihan,” terang Dion.“Aku terpukau dengan kesan itu,” tambah Dion lagi.Nanda mengeryitkan dahinya menangkap omongan Dion. Bagi Nanda pemikiran Dion terlalu kritis karena menilai seseorang pun dari ekspresi.“Apakah itu sebuah pujian Pak?” tanya Nanda pada Dion.“Perkataan aku tadi bisa
Berhubung weekend Dion janjian lagi dengan Nanda mengajaknya pergi mengurus dekorasi kamarnya kelak, jika mereka sudah menikah. Dion bergegas meluncur rumah Nanda.Setelah sampai rumah Nanda, ia disambut Leon dengan wajah penuh prasangka."Orang kaya beneran lu?" tanya Leon yang duduk tepat di depan Dion.Dion mengacuhkan ajakan Leon bicara lantaran ia menganggap bicara dengan Leon buang-buang waktu. Dia memilih fokus pada handphone miliknya tapi ekor matanya tetap waspada terhadap Leon."Lu gak dengar gue ajak bicara, belum jadi laki Nanda aja gak hormat sama gue. Gimana nanti jadi ipar, ngelunjak lu." Oceh Leon sedari tadi mendaratkan matanya yang melotot besar pada Dion."Woi, budek lu ya," teriak Leon kesal karena dicuekin."Gue hanya bicara sama orang normal. Gue anti sama orang pemalas, pembuat onar, beban keluarga apalagi orang itu laki-laki." Sembur Dion jujur."Beneran kurang ajar mulut lu ya, percuma banyak uang tapi kagak di ajari adab sama orang tua lu," oceh Leon ngamuk.
Tepat di hari pernikahan, Nanda terlihat sangat menawan. Bentuk tubuhnya dibalut dengan kebaya warna cream, diperindah kerlipan payet yang gemerlap. Rambutnya pun di rangkai cantik dengan hairdo klasik, ditambah aksesoris mutiara warna putih.Peristiwa menegangkan dimulai dan terdengar sudah janji sakral di telinga semua orang. Ijab qabul berjalan dengan khidmat dan lancar di gedung mewah khusus pernikahan tengah kota.Tidak perlu berlama-lama, Nanda segera berjalan menuju pelaminan untuk bersanding dengan Dion.Paras Dion dan Nanda bak raja dan ratu sehari. Mereka sama-sama memancarkan aura takjub. Dengan gagahnya, Dion menyambut kedatangan istrinya di depan mata.Mereka bertatapan dengan binaran mata yang sayu sebab ijab qabul Dion dan Ayahnya, membuat Nanda pilu bahkan pedihnya yang Nanda rasakan sampai tiba acara sungkeman kepada orang tua.“Nanda atur tangisan kamu, make up kamu luntur semua” bisik Dion coba menenangkan Nanda.Namun Nanda tidak peduli ucapan Dion, dia menangis se
Setelah resepsi pernikahan, Dion dan Nanda kembali menuju rumah Papanya Dion. Mereka menuju ke kamar Dion yang letaknya di samping teras rumah Papanya Dion.Kamar Dion seperti paviliun terpisah dengan rumah utama milik orang tuanya. Kemudian lanjut mereka membersihkan diri untuk istirahat, Nanda tidur dikamar Dion sedangkan Dion tidur diruang kerja.Pertama kali Nanda tidur dikamar baru walaupun sudah di ganti semua interiornya tapi aroma tubuh Dion masih tericum. Parfum yang di pakai Dion sangat melekat di hidung Nanda.Nanda berdengus sembari berkata,” Hem.. wangi khas Dion”. Setelah berbenah diri, Nanda pun melangkah menuju tempat tidur. Pikirannya selalu terbayang kasih sayang mendiang Ibunya, air matanya pun menetes dengan kerinduannya mendalam.Hati Nanda hancur fakta, Ibunya pergi tanpa berpamitan dengan keluarga besarnya.Ibunya meninggal dunia karena menderita kanker usus. Berjuang menjalani kemoterapi menjadi ingatan pahit, melihat Ibunya menahan sakit tapi tidak membuat Ibu
Ketika maka malam dirumah keluarga Dion, Papanya bertanya tentang malam pertama mereka sebagai suami istri.“Kapan kalian bulan madu?” tanya Papa Dion.“Belum ada rencana aku lagi sibuk,” jawab Dion singkat.“Gimana Nanda rasanya sudah menjadi istri sah Dion, ada perubahan gak dari sikap Dion ke kamu?” tanya Papanya Dion.“Banyak berunah Pa. Dia semakin terbuka dan jauh lebih baik memperlakukan aku sebagai istri,” jawab Nanda yakin.“Sebelum menikah Kak Nanda diperlakukan buruk ya sama Dion seperti wanita sewaan gitu,” sindir Geri melirik pada Nanda.Sontak Dion dan Nanda kaget atas ucapan Geri seperti mengarah pernikahan kontrak mereka.Dion menghentakan sendoknya karena ulah Geri berusaha mengorek urusan pribadinya.Nanda dengan cepat mencegah tindakan buruk Dion didepan Papanya.“Sebelum menikah dia agak kaku tapi setelah menikah dengannya, aku yakin dia sangat menghargai seorang wanita seperti dia menyayangi Mamanya.” Omongan Nanda membuat semua keluarga Dion berpusat padanya.Nand
Akhirnya Nanda bertemu dengan Ali dengan tampilan berbeda. Tidak lupa dia membawa buah tangan untuk Ali dan OB kantor lainnya.“Halo semua,” sapa Nanda diruang OB.“Wah, Nanda sesuatu luar biasa Istri CEO kita berkunjung keruang OB.” Seru Lia senior OB waktu Nanda kerja dulu."Kalian bisa saja, aku kangen sama kalian," sorak Nanda berkoar merapat dengan para seniornya.Nanda memberikan bingkisan yang dia bawak, senior OB begitu senang atas pemberian Nanda."Wah bagus banget jaket ini terima kasih Nanda," seru Budi seumuran dengan Ali. "Sama-sama Pak de Budi," sahut Nanda tersenyum riang."Bagus banget setelan baju ini pasti mahal harganya," ujar Lia."Gak Lia masih terjangkau, ada lagi itu tas buat kita nanti pergi." Sorak Nanda kegirangan bersama Lia.Mereka makan pizza bersama saling bercanda mengingat masa kerja dulu. Kemudian Ali menyepikan Nanda menjauh dari yang lain“Gimana Nanda perlakuan Pak Dion ke kamu?” tanya Ali.“Aman Pak de ternyata Dion orangnya baik,” jawab Nanda.“Su
Hari di mana rencana bulan madu akan terlaksana, Dion mengatakan pada Nanda jika mereka berdua akan pergi ke Bali.“Besok kita akan pergi ke Bali,” ujar Dion pada Nanda.Duar.Jantung Nanda hampir copot, nafasnya tidak beraturan dan matanya mendelik bulat mendengar ucapan Dion.Pikir Nanda, “Dion ajak aku pergi ke Bali buat apa, jangan bilang untuk meniduri aku”.Lidahnya mengeras, bibirnya merapat bahkan mengeluarkan suara pun tidak sanggup. Tubunya tegang dihadapan Dion, diam menyerupai patung. Dion tertawa geli melihat Nanda tampak canggung sedangkan Nanda sempat-sempatnya terpana melihat Dion menertawakan dirinya.Nanda membatin, “Akhirnya terlukis lagi senyuman manis dibibir tipis milik Dion, astaga mikir apa aku ini kotor sekali”.Nanda menaplok jidatnya untuk kembali sadar. Dia tidak boleh jatuh cinta dengan Dion sebab dia teringat kontrak pernikahannya.“Kamu mau tahu gak kenapa kita pergi ke Bali,” kata Dion menatap Nanda.Tetap saja Nanda tidak bersuara, dia tidak ingin asal