Akhirnya Nanda bertemu dengan Ali dengan tampilan berbeda. Tidak lupa dia membawa buah tangan untuk Ali dan OB kantor lainnya.
“Halo semua,” sapa Nanda diruang OB.“Wah, Nanda sesuatu luar biasa Istri CEO kita berkunjung keruang OB.” Seru Lia senior OB waktu Nanda kerja dulu."Kalian bisa saja, aku kangen sama kalian," sorak Nanda berkoar merapat dengan para seniornya.Nanda memberikan bingkisan yang dia bawak, senior OB begitu senang atas pemberian Nanda."Wah bagus banget jaket ini terima kasih Nanda," seru Budi seumuran dengan Ali."Sama-sama Pak de Budi," sahut Nanda tersenyum riang."Bagus banget setelan baju ini pasti mahal harganya," ujar Lia."Gak Lia masih terjangkau, ada lagi itu tas buat kita nanti pergi." Sorak Nanda kegirangan bersama Lia.Mereka makan pizza bersama saling bercanda mengingat masa kerja dulu. Kemudian Ali menyepikan Nanda menjauh dari yang lain“Gimana Nanda perlakuan Pak Dion ke kamu?” tanya Ali.“Aman Pak de ternyata Dion orangnya baik,” jawab Nanda.“Sudah Pak de duga makanya Pak de tenang kamu menikah sama Pak Dion. Sekarang mau itu pernikahan tanpa cinta, jalani tugas kamu jadi istri yang baik. Lindungi suami dan pernikahan kamu,” saran Ali berbincang pelan dengan Nanda.“Iya Pak de doakan Nanda biar bertambah kuat,” sahut Nanda.“Pak de selalu dukung kamu,” balas Ali.Di waktu bersamaan, setelah Dion meeting proposal tentang fiturnya kerja sama dengan pemerintah kota. Tepatnya di ruang kerja Dion mendiskusikan dengan Hanif rencana bulan madu Dion bersama Nanda.“Beberapa hari jadwal kosong saya Hanif?” tanya Dion.“Sekitar empat hari Pak,” jawab Hanif.“Jangan lupa perintahkan Linda siapkan semua keperluan Nanda terutama baju dinasnya,” kata Dion.“Beneran, Pak Dion mau tidur dengan Nanda?” tanya Hanif agak terbata-bata.“Beneran, pernikahan saya dengan Nanda saja melalui pernikahan resmi walaupun diawali kontrak.” Terang Dion.Hanif terpaku diam, menurutnya bukan waktu yang tepat bicara kontrak pernihakan Dion dan Nanda. kemungkinan keputusan Dion segera meniduri Nanda adalah yang terbaik untuk menyelamatkan perusahaan papanya Dion.“Rahasiakan dulu dari Nanda, selebihnya soal urusan bulan madu di sana bersama Nanda biar saya yang urus,” ujar Dion.Hanif keluar dari ruang kerja Dion, dia juga memberi perintah Linda sesuai ucapan Dion.Sementara Linda bingung harus memilih bentuk seperti apa baju dinas yang akan dikenakan Nanda.“Pak Hanif menurut Bapak, warna apa yang cocok buat dipakai Ibu Nanda?” tanya Linda mikir.“Ibu Nanda orangnya penuh semangat, ambisius juga dan mentalnya kuat. Warna merah dan nude cocok buat dia,” saran Hanif.“Baik Pak,” sahut Linda.***Di perjalanan pulang, Nanda meminta Dion berhenti di tempat kerja Ayahnya tempat parkir salon kecantikkan. Mereka turun dari mobil, Nanda belari kencang ke arah Ayahnya.“Ayah,” pekik Nanda memeluk erat Ayahnya.“Nanda, putri kesayangan Ayah.” Kata Ayahnya dengan Mata berkaca-kaca.“Apa kabar Ayah?” sapa Dion.“Ayah baik-baik saja nak Dion,” jawab Ayahnya Nanda.Lantas mereka bertiga duduk makan bakmie ayam di dekat parkiran salon kecantikkan. Tatapan Ayahnya tidak lepas dari Nanda memandangi dengan kerinduan.“Ayah berhenti saja jadi tukang parkir. Bukannya hutang Ayah sudah lunas semua,” Kata Dion bicara pada Ayahnya Nanda.“Dirumah juga sepi Nak Dion malah kalaudi rumah saja Ayah jadi pusing gak ada kegiatan,” jawab Ayahnya Nanda.“Pikirin kesehatan Ayah nanti Dion bantu mau buka usaha apa di rumah cari kegiatan,” kata Dion lagi.“Tidak usah buang-buang uang, ratusan juta kemarin sudah lebih dari cukup. Kalian tidak usah pikirkan Ayah, uang bulanan dari kalian juga lebih-lebih dari cukup.” Balas Ayahnya Nanda.Ayahnya tersenyum sangat puas melihat anaknya menikah dengan Dion yang sekarang menjadi menantu kepercayaannya.“Ayah kasih Nanda buat kamu dengan banyak harapan sampai akhir hayat Ayah tapi kalau kalian ada apa-apa tolong jangan sakiti Nanda, pulangkan saja dia ke Ayah.Nanda sangat beharga buat Ayah, waktu dia lahir ke dunia, suara tangisannya nyaring sekali. Saat itu juga Ayah berjanji akan jadi pelindungnya sampai Ayah tidak ada di dunia ini.” Seru Ayah membelai kepala Nanda.Hati Dion pun tersentuh dengan perkataan Ayahnya Nanda penuh kasih sayang. Andai Papanya juga bersikap seperti itu dia tidak akan khawatir dengan perusahaan Papanya.Malam itu Nanda sangat senang melampiaskan kerinduan dengan Ayahnya. Dion juga bahagia melihat canda tawa Nanda dan Ayahnya Nanda.***Keesokkan harinya ketika Nanda bangun tidur, di ruang tv tengah sudah ada Linda menunggu Nanda."Hari ini jadwal Ibu Nanda ke salon kecantikkan," papar Linda yang langsung berdiri tegap saat melihat Nanda keluar dari kamar."Jadwal ke salon kecantikkan ya," rutuk Nanda."Iya Ibu Nanda," sahut Linda."Baiklah aku mandi dulu," kata Nanda kembali masuk ke kamar.Nanda dan Linda menuju ke salon kecantikkan yang tidak lain tempat Ayahnya menjadi tukang parkir. Lekas Nanda menghampiri Ayahnya dan merangkul tangan Ayahnya.Tiba-tiba pundak Nanda terdorong kuat oleh seseorang. Ternyata Bianca yang mendorong pundak Nanda dan berdiri dihadapan Nanda."Kamu," kata Nanda gondok."Oh, jadi dia Ayah kamu tukang parkir rendahan. Pantas saja waktu di pernikahan kamu wajahnya terlihat tidak asing. Dunia ini sangat sempit," caci Bianca di depan Ayahnya Nanda."Di mata kamu dia memang hanya tukang parkir tapi di mata aku dia Ayah yang sempurna," balas Nanda membela harga diri Ayahnya."Miskin," cibir Bianca lalu membalikkan tubuhnya pergi dari hadapan Nanda dan Ayahnya Nanda.Nafas Nanda terengap-engap karena emosinya hampir meluap. Tangannya ingin sekali mencabik-cabik mulut busuk milik Bianca, Nanda merasa tidak sanggup lagi menampung ejekkan dari Bianca apalagi secara langsung di depan Ayahnya."Sabar Nak, setiap manusia punya masalah, beban dan penyakit. Anggap saja adik ipar kamu terkena penyakit hati sampai menguliti tubunya sendiri. Doakan saja dia berubah, bisa melalui fase di mana dia membenci dirinya sendiri memiliki penyakit hati itu." Kata bijak dari Ayahnya bikin hati Nanda yang semula marah menjadi tenang."Ibu Nanda waktunya perawatan diri," ujar Linda mengajak Nanda masuk ke salon kecantikkan.Linda memesan khusus paket pengantin tanpa sepengetahuan Nanda. dia memesan itu untuk membuat pesona Nanda makin terpancar. Beruntungnya ada ruangan khusus buat lulur pengantin, spa, perawatan rambut dan wajah jadi Nanda tidak bertemu dengan Bianca.***Hari di mana rencana bulan madu akan terlaksana, Dion mengatakan pada Nanda jika mereka berdua akan pergi ke Bali.“Besok kita akan pergi ke Bali,” ujar Dion pada Nanda.Duar.Jantung Nanda hampir copot, nafasnya tidak beraturan dan matanya mendelik bulat mendengar ucapan Dion.Pikir Nanda, “Dion ajak aku pergi ke Bali buat apa, jangan bilang untuk meniduri aku”.Lidahnya mengeras, bibirnya merapat bahkan mengeluarkan suara pun tidak sanggup. Tubunya tegang dihadapan Dion, diam menyerupai patung. Dion tertawa geli melihat Nanda tampak canggung sedangkan Nanda sempat-sempatnya terpana melihat Dion menertawakan dirinya.Nanda membatin, “Akhirnya terlukis lagi senyuman manis dibibir tipis milik Dion, astaga mikir apa aku ini kotor sekali”.Nanda menaplok jidatnya untuk kembali sadar. Dia tidak boleh jatuh cinta dengan Dion sebab dia teringat kontrak pernikahannya.“Kamu mau tahu gak kenapa kita pergi ke Bali,” kata Dion menatap Nanda.Tetap saja Nanda tidak bersuara, dia tidak ingin asal
Dion dan Nanda masih berada di Bali, mereka jalan-jalan menikmati sunset di pantai. Genggaman tangan Dion sangat erat dan tidak lepas dari tangan Nanda.Mereka juga mampir ke pusat oleh-oleh di Bali, membeli semua barang-barang unik di Bali. Tiba-tiba Dion melingkarkan sebuah kalung berlian cantik ke leher Nanda. Tersentak Nanda begitu terharu atas perhatian Dion padanya."Cantik sekali," ungkap Nanda berkaca-kaca."Tanda merah dileher kamu lebih bagus," canda Dion sembari menunjukkan bekas ciuman dahsyat dari dia di leher Nanda."Kamu sih ganas banget untuk bernafas saja aku engap," sewot Nanda mencubit perut Dion."HaHaHa," tawa Dion geli.Mereka melanjutkan jalan-jalan lagi mengintari pulau Bali. Nanda juga menyadari kalau cincin pernikahan terus melingkar di jari manis tangan kanan Dion.Batin Nanda, "Benar kah dia sudah berubah, bagaimana dengan kontrak pernikahan kami. Apakah cinta Dion yang didepan ku itu palsu".Duduk di pinggir kolam berenang, mereka duduk merasakan desiran an
Selesai pulang bulan madu, Dion dan Nanda istirahat di rumah dengan kebiasaan baru mereka. Tidur dalam satu kamar. “Aku gak papa kan tidur dikamar kamu?” tanya Dion.Nanda mangangguk tanda setuju Dion tidur di sampingnya.Batin Nanda, "gimana dengan kontrak pernikahan ku sama Dion, bahas atau tidak ya tapi takutnya aku dan Dion malah berdebat".“Kamu kenapa, ada yang mau kamu tanyakan sama aku?” tanya Dion.Nanda masih bergelut dengan isi kepalanya, wajah bimbangnya tampak tertera dari tatapan Nanda. Bagi Nanda bukan perkara mudah untuk tidur bersama tapi dia sudah terhanyut dalam dan menyatu dengan tubuh Dion. Nanda ingin sekali menuntut perasaan cinta yang tulus dari Dion tapi ketakutannya dengan kontrak pernikahan menjadi tembok besar untuknya. Sekarang dia hanya bisa menunggu kepastian dari Dion soal pernikahan mereka, kontrak sementara atau selamanya. Kata cinta dari Dion sangat terdengar kosong, dia harus siap sebagai alat untuk mencapai tujuan Dion dan itu tidak bisa di pungkir
Besoknya di pagi hari, kebetulan mereka keluar dari ruangan secara bersamaan. Mereka saling bertukar tatapan canggung. Dion melengoskan wajah di hadapan Nanda. Dia bersikap acuh terus berjalan tanpa menyapa ataupun berbicara pada Nanda. Dion hendak meminum secangkir kopi panas dan roti isi selai kacang, sedangkan Nanda makan cereal di atas meja makan untuk sarapan. Nanda memasang wajah cemberut setiap kali bertemu muka dengan Dion. Mereka berdiam diri tidak saling menegur dan aktif dengan ponselnya sendiri-sendiri. Seketika ada chat masuk dari Lia, mantan rekan kerja Nanda sama-sama OB di perusahaan Dion.Lia[Nanda ada festival makanan di kantor, kamu kesini ya kumpul bareng, kita-kita kangen sama kamu. Jangan lupa izin dulu sama Pak Dion ya Nanda,] Nanda,[Oke Lia nanti aku kabari secepatnya kalau udah dapat izin dari Dion]Nanda terus melirik ke Dion yang sedang menonton berita pagi. Tidak mudah untuknya duluan mengajak Dion bicara, yang ada Dion pasti cuek dengannya. Setiap ka
Selanjutnya selesai acara festival di perusahaan Dion, Hanif yang sedang mencari-cari keberadaan Nanda akhirnya ketemu. Nanda termenung sendirian. "Ibu Nanda," tegur Hanif."Iya Pak Hanif," sahut Nanda."Pak Dion sudah menunggu Ibu di dalam mobil," seru Hanif."Ayo," balas Nanda lalu berdiri dan melangkah bersama Hanif menuju mobil.Dion dan Nanda masih terpaku diam satu sama lain. Hanif juga tidak berani untuk berkata akibat ulah ketiga pegawai wanita pada Nanda. Nanda masih menguatkan jiwa dan raganya untuk tetap tegar dan tidak terus-terusan meratapi cibiran orang-orang yang menyepelekannya.Helaan nafas Nanda sangat panjang bahkan tarikan nafasnya amat dalam terdengar sangat jelas keluhannya yang tertanam di benaknya. Nanda berpikir,"Merengek pada diri sendiri sekarang percuma, solusinya aku jalani saja hidup yang suda terlanjur di buat oleh kontrak pernikahan".Bibirnya manyun selama di perjalanan menuju pulang. Dion menyadari drama yang di rasakan Nanda saat ini adalah sebagia
Dion sudah pulang ke rumah Ayahnya Nanda setelah memberi Nanda waktu menyendiri. Dia mengetuk pintu kamar berniat masuk untuk istirahat.“Nanda,” panggilnya.Lantas Nanda membuka pintu kamarnya. Lalu Dion masuk dan Nanda kembali terbaring di atas kasur. Dion mengambil setelan baju tidur yang sudah dilipat Nanda. Dia ingin sekali merangkul tubuh Nanda tapi dia tahan karena Nanda lagi masa memulihkan mentalnya.Mereka tidur saling membelakangi tubuh. Sejak Nanda menikah, kasur di kamarnya sudah diganti Ayahnya Nanda dari ukuran single jadi king. Kedua bola mata Nanda tidak bisa menutup rasa kantuk di kalahkan dengan rasa jenuh. Kedua kakinya Nanda tidak bisa diam, bergerak mengikuti pikirannya yang lagi kusut.“Kaki kamu bisa diam tidak,” ketus Dion. Sontak kedua kakinya terdiam, tapi selang beberapa menit kedua kakinya bergerak kembali. Dion jengkel kemudian dia menahan kedua kaki dan tubuh Nanda dalam dekapan erat. Dia membelai rambut Nanda dengan kedua matanya terpejam.“Aku ngantu
Dion dan Nanda sudah pulang ke rumah Papanya Dion, ketika mereka baru menginjak halaman rumah. Suasana halaman depan berubah drastis, tampak dekorasi mawar putih dan dekorasi ulang tahun serba putih. Terdapat juga papan dekorasi bertulisan selamat ulang tahun Gery.Cengiran Dion melukiskan rasa sebalnya melihat rumahnya yang di mana, tempat ia tumbuh dari kecil sampai dewasa terasa asing. Ia bahkan menancapkan tatapan tajam pada Feni, Bianca dan Gery yang sedang sibuk mengawasi persiapan acaranya.Feni pun melihat Dion dan Nanda baru kelihatan di rumah, dia mendatangi mereka untuk bicara. "Kalian berdua jangan lupa tampakan diri nanti malam," sinis Feni bicara."Baju kalian nanti sore diantarkan," sambung Feni."Iya Tante," sahut Nanda.Dion tidak menanggapi Feni bicara, dia meneruskan langkahnya menuju kamar. Disusul Nanda juga melangkah ke kamar.Memasuki kamar, Dion bergegas menghubungi Hanif untuk memesan setelan jas warna merah terang dan dress warna terang dengan taburan glitte
Berkat kejadian acara ulang tahun Gery, Feni dan kedua anaknya sangat sinis pada Dion dan Nanda. Mereka semua sarapan bersama, tidak lupa menerbangkan tatapan garang, Dion sendiri tidak peduli dengan Feni dan kedua anaknya."Serius kalau bukan permintaan Papa ajak sarapan bersama, aku tidak sudi satu meja dengan Feni," bisik Dion pada Nanda."Bagaimana pun juga Gery dan Bianca saudara satu Ayah sama kamu," ujar Nanda membalas bisikan Dion.Dion seakan menepis omongan Nanda, dia menolak mentah-mentah pernyataan Nandan melalui sorot matanya yang jutek. Nanda membatin, " Lagi-lagi aku salah bicara padahal aku bicara berdasarkan fakta akurat".Di pastikan Dion kembali lagi ke mode ketusnya karena dia tidak terima omongan Nanda bicarakan hubungannya tentang Gery dan Bianca.Dion berpikir, "Nanda, kamu tahu apa tentang hubungan keluarga ini, sok tahu pakai bicara saudara satu Ayah. Jelas-jelas campuran aliran darah Mama lebih kental dalam tubuh ku di banding darah Ayah, sebaliknya juga. Dar