Fabian duduk di halaman salah satu mini market sambil memegang satu cup mie instan. Diseruputnya mie instan itu dengan mata terpejam-pejam.
"Astaga, enak sekali makan mie instan!" tutur Fabian dengan senyum mengembang.Ia memesan beberapa sosis, ayam krispi, snack kentang dan minuman-minuman dingin. Baginya duduk di minimarket tanpa pengawalan adalah anugerah. Fabian selalu pergi kemanapun bersama para pengawal, dan itu cukup mengganggu."Ah, aku ingin hidup bebas. Menyenangkan bisa makan dan minum kemasan seperti ini." Fabian bermonolog.Orang-orang memperhatikan Fabian dengan tawa mencibir. Ia dianggap orang aneh! Tapi ada juga beberapa wanita yang kagum akan ketampanan Fabian yang sangat menyita hati sebagian perempuan itu.Nampak dari kejauhan, mobil CRV terparkir di halaman mini market. Seorang pria keturunan Jawa yang berkulit gelap itu turun bersama seorang wanita muda.Fabian menggelengkan kepalanya. Ia sudah yakin pria itu Sugar Daddy. Kenapa banyak sekali orang miskin yang sok-sokan jadi Sugar daddy?'Mobil hanya CRV tapi berani sekali punya simpanan!' Pikir Fabian sambil menyeruput kembali Mie instan rasa soto itu.Setelah menghabiskan mie. Fabian berencana akan wisata kuliner sendirian malam itu. Ia ingin makan Pecel Ayam, Martabak, dan beberapa panganan lain di kawasan Jakarta pada malam hari.Baru saja Fabian hendak minum, tiba-tiba pria tadi berjalan ke arahnya dengan tatapan tidak menyenangkan. Ia terus menatap Fabian dengan kedua bola mata yang hampir saja keluar.'Siapa dia? Berlagak sekali!' pikir Fabian dalam hati."Masih bisa makan enak lo? Hebat bener! Bisa langsung keluar penjara pula?" Pria itu menatap Fabian dengan posisi berdiri.Tatapan pria itu sama sekali tidak menyenangkan!
Fabian mengkerutkan kening. Apakah yang pria maksud itu adalah Varsha?"Memang kita pernah kenal?" Fabian mengangkat kedua alisnya sambil menyedot sekotak susu UHT.
Pria itu tertawa memuakkan. Fabian mulai merasa tidak nyaman karena orang-orang memperhatikan mereka."Lo buta apa?! Menurut lo, siapa yang udah bikin gue bonyok?!" tanya Pria itu dengan nada meninggi.Fabian hanya manggut-manggut. Sepertinya, pria ini pernah bermasalah dengan Varsha. Apakah sebab Varsha masuk penjara adalah cecunguk itu?"Anda, seorang petinggi perusahaan?" tanya Fabian dengan santai sambil menyesap rokok.Pria yang bernama Agung itu sedikit bingung. Pasalnya Varsha yang dilihatnya itu berbeda dengan Varsha yang ia kenal. Sikapnya santai, dan tak terlihat takut sama sekali."Gua bener-bener empet ya sama lu!" bentak Pak Agung.Nampak wanita muda tadi menarik-narik Pak Agung."Udah ih, malu!" bisik wanita muda itu.Fabian tidak mengindahkan dan menyesap rokoknya dengan santai. Pak Agung yang sok itu mengambil susu kotak Fabian dan menyiramkannya ke wajah Fabian."Bangsat! Harusnya lo mati di penjara!"Fabian terkejut mendapatkan perlakuan menyebalkan itu. Sebenarnya, mahluk ini siapa sih?!"Wah... anda salah sasaran," Fabian beranjak.Orang-orang terus memandangi ke arah Fabian dan Pak Agung."Mas... Mas, jangan berantem!" sahut salah seorang pria.Fabian mendengus. Ditatapnya lekat-lekat lelaki yang jauh dari tampan itu dengan tatapan sinis."Memang, setinggi apa kau di perusahaan hah? Memang sekolahmu dan jabatan yang tinggi itu mengajarkan untuk merendahkan orang lain?" tanya Fabian sambil menyusut rambut dan mukanya dengan tissue.Pak Agung tertawa kecil."Sudah miskin, bertingkah pula. Kupastikan kau menjilat sepatuku dan memohon agar bekerja kembali!" bentak Pak Agung."Lawan Mas, lawan!" sahut salah seorang pengunjung.Fabian tidak suka kekerasan, namun jika diperlukan ia bisa melakukan hal yang telah Ayahnya berikan.'Sepertinya, sikap pria arogan ini telah banyak mengintimidasi Varsha.' Pikir Fabian.
"Aku sekarang paham kenapa Varsha bisa mendekam di penjara. Itu pasti karena semua tuduhanmu bukan?" Fabian berdecak lidah.
"Jangan berkata seolah-olah kau orang lain, keparat!" sumpah serapah itu lagi-lagi keluar dari mulut Pak Agung.Apa yang membuat mahluk berkulit hitam dan menyebalkan ini amat membenci Varsha? Fabian tidak habis pikir. Pasti pria itu iri karena tampangnya yang tidak sebanding dengan Varsha!"Selain menghina, kau bisa melakukan apalagi? Kupastikan kelaminmu itu pasti sangat kecil! Iya 'kan, Nona?" Fabian melirik ke arah wanita disamping Pak Agung sambil tertawa melecehkan.Pak Agung geram karena orang-orang menertawainya. Fabian meraih sosis yang ditusuk lidi dan memakannya dalam sekali suap.CLEB!Tanpa disangka-sangka tusukan lidi itu menusuk leher Pak Agung. Lelaki itu terpekik."Harusnya kubuat kau tidak bisa bicara sekalian, bajingan!" bentak Fabian berapi-api.Orang-orang nampak histeris ketika Fabian tiba-tiba menodongkan senjata api."Aku legal memegang senjata. Mau kubunuh atau bersujud meminta maaf padaku?" tanya Fabian sambil menyeringai.Pak Agung memegangi lehernya yang berdarah itu dengan gemetar."K-kau siapa?!" tanya Pak Agung sambil menunjuk Fabian."Bagus, akhirnya kau tanya siapa namaku. Kupikir kau hanya bisa bersumpah serampah layaknya kotoran." Fabian mendekatkan senjata api. "Turunkan tangan kotormu, ampas!"
DOR!Satu tembakan itu melayang ke udara. Orang-orang mulai bersembunyi ketakutan. Fabian mengangkat alisnya."Ada peluru di dalamnya bukan? Kupastikan ini mengenai otakmu...," tutur Fabian dengan tatapan tajam.Suara tarikan pelatuk itu membuat siapapun ketar-ketir, terlebih lagi Pak Agung. Ia terlihat sangat terlihat ketakutan! Ia kemudian berlutut, hendak memohon ampun."Ampuni saya, ampun!" tutur Pak Agung.Varsha tertawa kecil."Ini mental orang yang tadi berkoar-koar? Mana kata-kata umpatanmu tadi? Ucapkan sekali lagi wahai Bapak petinggi perusahaan yang terhormat...," tutur Fabian sambil menyeringai."Ampuni saya, ampuun!"Fabian tertawa puas. Ia menginjak kepala Pak Agung sampai kepala sombongnya itu mencium lantai."Itu posisimu. Langit hadir bukan untuk dijunjung, tanah ada untuk kau bersujud. Kenapa masih bersikap langit? Padahal kau hanya berasal dari tanah sengketa! Jilat sepatuku!"Fabian menginjak kepala Pak Agung benar-benar keras. Beberapa orang mengacungkan ponsel hendak mengambil gambar.Fabian menodongkan senjata ke arah orang-orang itu."Yang mengambil gambar atau video kupastikan mati hari ini."Orang-orang itu lari kocar-kacir. Fabian memandang Pak Agung."Jilat sepatuku!" titah Fabian.Pak Agung menuruti, gadis di sebelahnya nampak menahan malu. Fabian tertawa dengan puas.
BRAK!Fabian melempar beberapa lembar uang merah di kepala Pak Agung. Dikencinginya Pak Agung beserta uang itu."Itu untuk harga dirimu, bangsat! Bertingkah lagi, kupastikan anak isterimu mendapatkan paket berisi potongan kepala. Kepalamu yang kotor ini tentunya...!"Fabian meludahi Pak Agung, kemudian berlalu sambil makan snack dengan cuek. Ia menyeringai lebar, puas melihat pemandangan itu!
"Varsha, kupastikan orang-orang itu akan tunduk padamu besok!" ujar Fabian sambil tertawa kecil.Ponsel Fabian berdering, nama Varsha muncul di layar. Fabian tersenyum sambil menempelkan ponsel itu di telinganya."Ya," Fabian menjawab."Dimana kau?" jawab Varsha dari seberang."Baru saja membereskan cecunguk yang mengganggumu," Fabian menyeringai."Ada yang gawat!" ujar Varsha cepat.Fabian mengkerutkan kening. Apa yang dimaksud gawat oleh Varsha?!**Varsha berdecak lidah saat Alindra memaksanya untuk pergi. Gadis itu menarik lengannya sambil sesekali menyesap tangan Varsha seperti pada seorang kekasih.Ah, sialan itu!Varsha benar-benar bingung dengan hubungan seperti apa yang tengah dijalin antara Fabian dan Alindra. Lelaki itu bahkan tidak mengatakan apa-apa terhadapnya!"Ayolah Fabian, kau sudah berjanji padaku..., jika pada akhirnya kita tidak bisa menikah, tolong! Biarkan aku menyerahkan kesucian ini," tutur Alindra sambil terus mencengkram lengan Varsha.Varsha risih. Sungguh! Belum pernah ia berdekatan dengan wanita manapun kecuali keluarganya sendiri. Alindra memang cantik, tapi bagi Varsha, gadis itu bukan seleranya."Alindra, aku tidak mau hal ini menjadi masalah untuk kita berdua. Nyonya Keiyona bisa membunuh kita berdua!" tutur Varsha berusaha mencari alasan.Alindra menggelengkan kepalanya."Aku tidak peduli! Aku tidak bisa menikah dengan orang y
Varsha tiba di gang menuju ke arah rumahnya yang sudah nampak sepi dari aktifitas. Ia menyesap rokok dan membuang sisa rokok tersebut ke sembarang arah.Jalanan rumahnya terasa becek karena hujan mengguyur kota Jakarta sejak sore hari. Varsha berjalan semangat agar tiba di kediamannya lebih cepat. Ia sudah bisa membayangkan wajah sumringah adik dan Ibunya saat Varsha membawa uang sebanyak itu.Dengan uang sebanyak itu, apa yang akan ia beli untuk pertama kali? Varsha merasa hatinya amat sangat membuncah, harapannya begitu tinggi memikirkan hal tersebut. Ia akan membeli berkarung-karung beras, bahan pokok, dan juga kalung emas untuk Ibunya.Ibu dan adiknya, pasti bahagia sekali! Varsha tersenyum senang.Varsha akhirnya tiba di kediamannya itu. Sedikit aneh! Ia mendapati pagar rumahnya terbuka tanpa ada yang menutup kembali. Apakah Alvia lupa mengunci?Perlahan Varsha masuk ke halaman rumah itu dan menutup pagarnya. Baru saja Varsha me
"Jangan bunuh diri!" ujar gadis itu sambil memelototi Varsha.Varsha tertegun menatap seorang gadis cantik berbalut kemeja dengan tangan terkepal."Siapa kau?!" tanya Varsha dengan mata terbelalak.Gadis itu melayangkan jitakan di kepala Varsha secara spontan. Varsha benar-benar kaget atas perlakuan gadis pemberani itu."Selelah apapun hidupmu, tidak sepatutnya kau bunuh diri! Berapa banyak orang yang memohon untuk hidup dibawah sini, sedangkan kau malah ingin mengakhiri hidup!" bentak gadis itu lagi.Varsha menarik napas dan berdecak lidah."Apa urusannya denganmu? Memang kau tahu aku siapa?!" bentak Varsha tak kalah sengit.Gadis itu terdiam. Ia menarik napas. Varsha berharap gadis itu pergi dan meninggalkannya agar ia bisa mati."Aku tidak peduli kau siapa, tapi jika kau butuh teman bicara... kau... kau bisa bicara padaku! Aku akan mendengarkanmu!" Gadis itu berapi-api.
Varsha menatap salah seorang ajudan Fabian yang menyerahkan sebuah dokumen diatas meja. Disamping dokumen tersebut, terdapat sebuah bolpoin mahal dengan ukiran nama Fabian."Ini surat perjanjian kontrak, bahwa kau bersedia untuk menjadi Fabian Suryakancana dengan kontrak selama satu tahun. Jika misi yang ditentukan itu gagal, maka dengan sukarela anda harus menyerahkan nyawa." Ujar ajudan Fabian.Varsha menelan saliva.Bukankah hal ini sangat berat? Apakah ia harus benar-benar menjadi alat Fabian? Sebenarnya hati Varsha bertolak belakang, namun jika ia mendekam di penjara pun hidupnya akan semakin sengsara. Ia tidak punya banyak pilihan untuk hidup."Baik."Varsha meraih bolpoin itu, menandatangan perjanjian diatas materai dan juga meninggalkan sidik jarinya diatas sana. Fabian tersenyum licik sambil meneguk whiski dengan sekali tegak."Menjadi diriku, kau akan belajar juga seperti apa sifatku, sikapku, dan kebiasaan
"Varsha!"Varsha menyadari panggilan itu untuknya. Namun ia melengos, berpura-pura tidak mendengarnya."Varsha, masa kau lupa aku?!" Syahna menghampiri Varsha sambil menunjuk mukanya sendiri.Varsha menatap Syahna seksama hingga akhirnya Frans menghampiri."Nona Syahna, senang bertemu dengan anda." Frans membungkukan tubuhnya.Syahna menatap Frans seksama kemudian ia ikut membungkukkan badan."Maaf sepertinya saya salah orang, ia mirip dengan temanku." Syahna mengusapi lengannya dengan perasaan bersalah.Teman? Sejak kapan Varsha berteman dengan Syahna?"Namaku Fabian, mungkin... kita belum pernah bertemu?" Varsha berakting seramah mungkin dan mengulurkan tangannya.Syahna tertegun. Terasa ada yang aneh. Ia sudah pernah bertemu dengan Fabian. Tapi, ada yang berbeda dengan Fabian."Ah, mungkin kau melupakanku. Kita pernah bertemu, saat peresmian Rumah Sakit cabang ke tiga di Jaka
Fabian menyambut kedatangan Alindra dengan seringai penuh arti. Ia menatap Alindra dari atas sampai bawah dengan tatapan layaknya serigala yang siap menerkam."Fabian!" seru Alindra.Gadis itu berhambur ke pelukan Fabian, bibirnya tertaut di bibir Fabian dengan lengan melingkar di leher. Bahkan Fabian memagutnya tanpa peduli para pelayan berada disana memperhatikan.Varsha gemetar. Tidak mungkin ia harus meniru perilaku berengsek semacam itu!!!"Aku merindukanmu, sejak pesta kemarin, aku tidak bisa berhenti memikirkanmu Fabian... aku tidak bisa menikah dengan seorang lelaki yang sudah kuanggap adik sendiri!" Alindra terlihat dramatis.Fabian mengacungkan telunjuknya, menempelkannya di bibir Alindra yang terulas lipstick berwarna nude."It's okay baby, ceritakan padaku disini... aku selalu ada... menyediakan waktu untukmu." Fabian mengulurkan tangannya, mengusapi wajah Alindra.Varsha tak karuan memandangi pe
Varsha merasakan tangannya gemetar. Ia tidak percaya dengan apa yang sudah dilakukannya, apa yang sudah tubuhnya kerjakan.Ia kotor.Varsha telah menjaga prinsip itu seumur hidup. Namun pada akhirnya ia melanggar semua prinsip itu dengan tindakan yang sangat buruk. Ia tidak dapat memilih ingin hidup seperti apa, ia hanya bisa menjalani waktu ke waktu dengan naluri."Brak!"Lima gepok uang jatuh di pangkuan Varsha. Kepulan asap rokok mengenai wajah Varsha, berasal dari mulut yang tengah menyeringai padanya."Wanita adalah barang terbaik untuk meredakan stress. Keluarkan semuanya jika kau merasa penat. Wanita tidak akan menolakmu." Fabian terkekeh.Varsha mengepalkan tangan kuat-kuat. Entah kenapa, baru kali ini ia tidak selera dengan jumlah uang yang Fabian berikan. Ia melakukan hal kotor pertama yang luar biasa menyiksa batinnya."Ayolah, kau seperti anak gadis yang baru saja diperawani." Fabian terkekeh, "Kau aka
Varsha dibangunkan pada pukul enam pagi. Ia yang lemas dan habis mabuk itu sontak mengerjapkan mata. Tubuhnya menggeliat dengan sedikit kesulitan. Seluruh tubuhnya kaku dan linu."Selamat pagi Tuan, hari ini jadwal anda ke kantor Triasono Group." Frans menganggukkan badannya sembilan puluh derajat.Varsha mengangguk. Ia berusaha bangkit dari posisinya dan duduk sambil menggosok mata.Astaga, tidak terasa setelah banyak pelatihan bisnis ia masuk ke kantor untuk pertama kali. Varsha sedikit gugup. Apakah ia bisa menjalani semua itu?Varsha bergegas mandi menggunakan sabun yang benilai cukup fantastis. Penampilan Varsha yang sangat sederhana itu berubah menjadi sosok pria yang lebih dari sekedar tampan! Uang telah mengubahnya menjadi seseorang yang memiliki sebuah kharisma mewah.Tubuh tegap dan tinggi itu dibalut dengan pakaian dari merk ternama. Rambutnya segera ditata oleh asisten kamar, wajahnya turut diolesi skincare mahal yang mem