Share

Bab 3. Kerjasama

Ryan memutuskan untuk mengambil tindakan. Ia mulai menyusup ke dalam kamar ibu mertuanya, membuka komputer dan dokumen Emily untuk mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya sedang direncanakan oleh ibu mertuanya dan istrinya - Selly.

Ryan menghabiskan berjam-jam di depan komputer mama mertuanya, mencoba mengumpulkan setiap bukti yang ia dapatkan. Ia menemukan banyak dokumen terkait keuangan, bisnis, dan kehidupan pribadi keluarganya yang menyimpan rahasia besar.

Saat Ryan sibuk menyelidiki dokumen-dokumen yang tersebar di atas meja komputer ibu mertuanya. Matanya fokus, jari-jarinya lincah menekuni setiap detail yang bisa ia temui.

"Ryan, apa yang kau lakukan di sini?" bentak Emily, tiba-tiba muncul di pintu dengan ekspresi marah.

Ryan terkejut, cepat membalikkan kepalanya. Dia berusaha setenang mungkin, dengan ekspresi wajah tanpa dosa karena sedang amnesia.

"Emily, aku mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini. Aku perlu tahu kebenarannya, agar aku bisa lepas dari amnesia ini." Ryan menjelaskan dengan mimik wajah polos.

"Mengintip dokumen pribadiku?" ujar Emily dengan nada sinis, langkahnya mendekati Ryan dengan ekspresi yang memanas.

Ryan mengangguk dengan suara bergetar, masih terus mencoba mempertahankan jari-jarinya yang ada di hadapan komputer.

Dia bertingkah seakan-akan tidak sadar dan tidak banyak tahu, sehingga saat mata Emily tidak awas - jarinya cepat keluar dari dokumen yang dirahasiakan ibu mertuanya kemudian masuk ke link musik.

"Tidak ada yang perlu kau lindungi! Kau tidak lebih dari seorang sampah," bentak Emily, tangan kirinya menggapai benda terdekat untuk menyerang Ryan.

Namun, sebelum ia bisa melakukan apa pun, Emily menampar Ryan dengan keras, membuatnya terjatuh ke lantai.

"Kau tidak akan bisa menghentikan apapun!" teriak Emily, mencoba mengambil dokumen-dokumen yang ada di tangan Ryan.

Ryan berusaha bangkit, wajahnya yang terasa sakit akibat tamparan itu, tetapi tekadnya tak goyah. Tapi sebisa mungkin ia berakting natural, akan tidak membutuhkan berkas-berkas dokumen tersebut.

Emily melangkah maju dengan langkah panjang, tatapan tajam yang menyala dengan kemarahan tak terbendung. Matanya yang menatap Ryan penuh kebencian, namun terhenti ketika melihat bahwa berkas-berkas yang menjadi incarannya masih utuh.

"Aku tahu kau mengintai! Kau pikir aku tak menyadari?" desis Emily dengan suara gemetar, tangannya menggigil saat melihat dokumen-dokumen itu masih aman.

Namun, Ryan tetap tenang, ekspresinya yang polos dan terlihat tak berdaya mengelabui ibu mertuanya - Emily.

"Aku... aku tak tahu apa yang sedang terjadi padaku, Emily. Aku mencoba mengingat, tapi semuanya hanya gelap." Ryan kembali berakting.

Emily memandangnya dengan tatapan bingung dan marah. Dia takut bahwa Ryan mungkin saja berpura-pura. Meski begitu, kebingungan dan penyesalan Ryan terlihat nyata.

"Jangan pernah sentuh berkas-berkas itu lagi, Ryan!" ujar Emily dengan suara yang mengancam, walau dia sedikit ragu melihat ekspresi polos Ryan.

"Maaf, aku tak bermaksud untuk menyakiti perasaanmu, Emily. Aku... aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diriku." Ryan mengangguk cepat, memperlihatkan ekspresi tak berdaya.

"Jangan main-main, Ryan. Aku akan memantau setiap gerakmu. Jangan harap bisa mendapat informasi apa pun dari sini!" Emily masih terlihat bingung, namun melihat keadaan berkas yang masih utuh, dia menarik diri dengan langkah mundur.

Dengan tatapan yang masih penuh kebencian, Emily menghardik Ryan supaya meninggalkan kamarnya. Namun, meskipun kehilangan akses ke dokumen-dokumen itu, Ryan sudah memiliki segalanya yang diperlukan dalam ingatan otaknya yang brilian.

Namun, dalam keberhasilan menyimpan informasi tanpa diketahui Emily, Ryan menyadari bahwa permainan pikiran ini akan semakin rumit dan berbahaya bagi kehidupannya.

Tak lama kemudian Diana datang ingin menemui Ryan dan Selly. Tapi melihat wajah ibu mertuanya Ryan yang terlihat tegang, Diana justru penasaran dengan apa yang terjadi di rumah ini.

"Tante, ada apa?" tanya Diana penasaran.

"Eh, kamu Di. Gak ada apa-apa, hanya ..." Emily tidak bisa langsung memberikan jawaban.

Diana masih menunggu penjelasan Emily, hingga beberapa saat kemudian ibu mertuanya Ryan itu menceritakan kejadian yang tadi ada di kamarnya.

Mendengar cerita tersebut, Diana mengerutkan keningnya. Ia memikirkan tentang kondisi Ryanoir yang katanya amnesia, juga badannya yang tidak sehat secara keseluruhan karena lumpuh pada satu kakinya sehingga harus berada di kursi roda.

Tapi Diana tahu persis apa yang terjadi pada pernikahan sepupunya, Selly dengan Ryanoir. Semua itu karena Ryanoir yang seorang Tuan Muda dari keluarga Herlambang, tentunya memiliki banyak harta. Dan iming-iming dari Tuan Besar Herlambang - kakek Ryanoir, bagi wanita yang mau menikah dan merawat cucunya akan mendapatkan banyak uang dari jatah bulanan yang diberikan. Sebab uang itu bukan hanya sekedar untuk merawat Ryanoir saja, tapi untuk kehidupan keluarga si wanita.

"Memangnya, apa yang Tante rencanakan sehingga menantu Tante seperti itu?" tanya Diana, yang tidak tahu rencana Emily.

"Ck, tentu saja aku ingin uang yang lebih besar, Diana. Ryanoir itu tidak berguna selain uangnya saja," decak Emily dengan sinis.

"Jadi?" Diana mendesak tantenya itu agar mau menceritakan rencananya.

Akhirnya, Emily menceritakan rencananya pada Diana dengan meminta bantuan pada keponakannya itu agar membantunya untuk membuat Ryanoir tidak bisa kembali pada ingatannya yang menjadi Tuan Muda.

Sebagai seorang ahli kejiwaan, Diana tentu saja heran dengan sikap Emily. Padahal Tuan Besar Herlambang sudah memberikan fasilitas rumah dan mobil yang dikendarai mereka, dan itu bukan hanya satu tapi ada dua mobil mewah.

Dari pembicaraan mereka ini, Diana bisa menarik kesimpulan bahwa Ryanoir ternyata mendapatkan tekanan dari istri dan ibu mertuanya. Dan itu bisa sakitnya kemarin hingga akhirnya amnesia. Kemungkinan alam bawah sadar Ryanoir tidak menginginkan kehidupan yang lemah sehingga berpikir untuk menjadi kuat, sama seperti yang diceritakan kepadanya beberapa waktu lalu.

"Lalu, di mana dia sekarang, Tante!" tanya Diana dengan melihat sekeliling, karena rumah terlihat sepi.

"Selly sedang ada pertemuan dengan teman sosialitanya, sedang "sampah" itu ada di kamarnya. Aku usir tadi, saat ada di kamarku." Emily menjawab dengan ketus.

"Boleh aku bertemu dengan, Ryanoir?" Diana memberanikan diri untuk bertemu dan berbicara dengan Ryan di rumah ini.

Dokter ahli kejiwaan itu merasa bersimpati atas nasib Ryanoir, yang nyatanya menderita di bawah tekanan istri dan ibu mertuanya sendiri. Sedangkan semua kemewahan dan fasilitas yang disediakan adalah milik keluarga Ryanoir sendiri.

"Kamu harus bisa membuat Ryan lupa selama-lamanya, Diana!" lirih suara Emily, penuh penekanan.

"Tante ..."

"Aku tidak akan menagih hutang ayahmu, jika kamu mau bekerja untukku!" seru Emily memotong kalimat Diana yang mau menjawabnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status