Binar tak pernah menyangka, pria yang menolongnya di malam penuh badai itu, malah memangsanya sendiri! "Aku pikir, dia seorang pahlawan yang menyelamatkanku dari beberapa preman pemangsa. Tapi ... siapa sangka, dia malah menjadikanku korban mangsanya sendiri! Sampai aku mengandung benih dari pria asing bertampang kaukasoid itu." Malam kelam itu, membawa Binar pada persimpangan hidup, antara harus meminta pertanggungjawaban pada pria yang telah merenggut mahkotanya atau malah membiarkannya. Sebab dia merasa berhutang budi pada istri dari pria tersebut yang begitu baik, sudah menolongnya dari terlunta-lunta di jalanan. Akibat diusir oleh keluarganya karena hamil di luar nikah. Mohon dukungannya. Jangan lupa follow dan like🙏🏻💛
View MoreAffandi masih terus berusaha melepaskan lingkaran lengan halus itu dari pinggangnya yang terbungkus kemeja biru. Sementara Binar terpaku dengan degup yang panas menatap hal tersebut, terlebih mendengar ucapan Susan tadi. Makin panaslah dada juga pikiran wanita itu. Binar yang konyol, bahkan di saat genting-gentingnya seperti itu dia tak ada akal untuk menyentak tangan gatal tersebut dari pinggang suaminya. Dia hanya menatap, menatap dengan raut syok dan bodoh. "Tolongin ayah aku, Affandi. Dia masuk rumah sakit!" Wanita itu bukanlah Venuska, dia wanita baru. Tentunya salah satu mantan Affandi. Kebetulan tadi dia melihat Affandi lewat. Maka langsung saja, dia menyambarnya. "I-iya, lepas dulu ....""Affandi tolong, a-aku nggak mau kehilangan dia ...." Wajah putih bersih itu terbenam sempurna di dada bidang Affandi. "Nona, kamu nggak mau tolongin aku?" Affandi meringis melihat raut wajah Binar yang sudah memerah, sambil masih tetap berusaha me
Seorang pelayan rumah tangga membawakan beberapa cangkir kopi untuk sang majikan yang sedang berkumpul di ruang tengah. Affandi dan Binar duduk di sofa yang sama, dengan Binar yang menggendong Abimanyu. Sementara Aiman berserta Syeira duduk di sofa hadapan mereka. Ambar pun duduk di sofa yang berbeda, memerhatikan anak-anaknya bergantian. Menunggu sang putra sulung, apa yang hendak dikatakannya. "Lusa, aku dan Syeira akan ke Swiss. Seperti apa yang kubilang kemarin, kami akan berbulan madu." Aiman tersenyum tipis, sambil menggenggam tangan Syeira yang duduk di sampingnya. Wanita yang mengenakan blouse merah itu, tersipu-sipu dengan apa yang diucapkan sang suami. "Sekalian kami ingin melakukan pengobatan. Berharap, dengan membuka lembaran baru dan memeberikan kesempatan pada hubungan kami, Tuhan mau menitipkan seorang anak pada rahim Syeira. Buah hati kami." Aiman menatap lekat sang istri, lalu meraih kepala wanitanya, menaruhnya di bahu. Semenjak b
Laju mobil dijalankan pelan oleh Affandi. Sesekali dia melirik wanita berparas ayu yang tampak mendung wajahnya dengan bibir terkatup rapat, sedikit mengerucut sejak melihat berita viral Affandi yang sedang bertengkar dengan Venuska di cafe tadi. Memang banyak pasang mata yang melihat, tetapi Affandi tidak pernah menyangka jika ada yang mengambil momen tersebut, dan mem-viralkannya. Tangan Affandi yang memegang tuas, melayang dan menimpa punggung tangan Binar. Membuat si empu tangan yang sejak tadi memandang keluar, melirik si petugas medis itu. Affandi melemparkan senyum termanisnya. "Masih marah?" Wajah petugas medis itu tampak bersalah, sebab sudah membohongi Binar. "Kan aku sudah bilang, aku nggak ada apa-apa dengan Venuska. Aku hanya menyelesaikan masalah kami saja tadi ....""Iya, aku percaya." Binar menyela perkataan Affandi sambil menarik tangannya dari genggaman pria tersebut. Sedikit kecewa dengan Affandi yang membohonginya. Terl
Kilau mentari menyinari paras ayu yang masih terlelap dengan tidurnya itu. Affandi bangkit duluan dari ranjang, menutupi tirai jendela, menghalau sang mentari menggangu tidur wanitanya itu. Mata teduh Affandi menatap lekat wajah Binar yang tampak lelah, dibelainya lembut wajah wanita itu, bahkan sangat lembut. Tak ingin sang empu wajah terganggu tidurnya. Lantas, Affandi menyelimuti tubuh Binar dengan baik sesaat sebelum mendaratkan kecupan di kening wanita itu. Dia segera bersih-bersih, lalu keluar dari kamar hotel sebab harus menemui seseorang. [Temui aku sekarang!] Hanya karena pesan singkat juga beberapa foto yang dikirimkan oleh salah satu kontak di ponsel Affandi, pria tersebut meninggalkan Binar tanpa memberi tahu apa pun. **"Keluarlah, aku tidak mau masuk ke apartemenmu!" Affandi berujar dingin di sebuah lobi apartemen. Ponsel menempel pada telinga petugas medis itu. Terdengar kekehan manja dari ponsel Affandi. "Kenapa,
"Kenapa, Bang?" Affandi langsung tak enak hatinya. "Apa kami ada salah? Apa Abang sakit hati karena aku menikahi Binar, dan Abang mau perg---""Apaan!" Aiman langsung menonjok dada adiknya dengan kesal, sedangkan Affandi terkekeh kegelian sambil menatap kakak iparnya dan Binar bergantian. Kedua wanita itu sedikit mendelik pada si petugas medis tersebut. "Kami akan berbulan madu, sekaligus untuk berobat. Harap-harap saja, kami segera punya buah hati." Aiman menatap lekat sang istri. Syeira menempelkan kepalanya pada lengan Aiman. "Aamiin."Binar segera mengaminkan dengan tulus, begitu pula dengan Affandi dan Susan. "Bukannya kami yang menikah, lalu kenapa kalian yang berbulan madu?" protes Affandi usai mengucapkan amin tadi. Binar terkekeh kecil. "Memangnya kenapa? Anggap saja ini sebagai healing. Benar, 'kan, Sayang?" Aiman hendak menempelkan kening pada Syeira, tetapi tak jadi ketika melihat beberapa orang datang.
Setelah restu dari kedua belah pihak orang tua didapatkan. Sebuah pesta mewah di hotel bintang lima pun diadakan. Banyak orang-orang kelas atas berdatangan. Para pria dengan pakaian perlente, dan wanita sosialita yang tampak glamour memenuhi ruangan, dengan ditemani musik lirih yang syahdu. Semua tamu undangan duduk dengan tenang di bawah lampu-lampu gantung yang indah, menanti Affandi selesai mengucapkan ijab kabul di depan sana. "Saya nikahkan engkau Affandi Wijayakrama binti Rahardjo Adipati, dengan ananda Binar Widya binti Santo almarhum, dengan mas kawin seperangkat alat salat, emas murni seberat dua puluh gram, juga uang kes dua ratus juta rupiah dibayar tunai!""Sa-saya terima nikahnya Sinar--eh!"Para tamu langsung riuh mendengar kegugupan Affandi. Terlebih, Affandi salah menyebut nama pengantin. Adipati dan Ambarawati geleng-geleng kepala, malu juga terkekeh geli dengan kebodohan sang putra bungsu. "Siapa Sinar?" Aiman yang mengena
Pagi harinya dengan semangat yang menggebu, Affandi terjun dari ranjangnya dan melesat ke kamar mandi. Segera dia membersihkan diri dan berdandan semacho mungkin. Padahal apa, dia hanya ingin menemui Binar pagi hari ini. Hubungan mereka yang telah disetujui oleh keluarga semalam, membuat senyuman Affandi mengembang lebar dengan wajah berseri-seri. Padahal pria itu kurang tidur semalam, sebab terjaga dengan hati yang gembira mengingat sebentar lagi dirinya dan si Nona kesayangannya itu akan menikah. "Pagi, Nona." Affandi mengetuk pintu yang setengah terbuka itu. Binar yang sedang sibuk memakaikan baju pada Baby Abimanyu, hanya melirik sekilas, lalu kembali fokus pada putranya. Segera Affandi mendekat, membantu Binar. "Pegang punggungnya dengan baik, Dokter!" peringat Binar saat melihat Affandi menggendong Abimanyu, agar lebih leluasa Binar mengenakan pakaian untuk bayi menggemaskan itu. Abimanyu menangis di gendongan Affandi, makin kencang
Kepergian petugas medis itu dari ruang meja makan meninggalkan perasaan yang kacau pada hati Binar. Namun sebisa mungkin, dia ingin melenyapkan perasaan bodoh itu. Binar mengepalkan tangan erat, sembari menahan gejolak di pikirannya. Ada Syeira di sini, dan perkataan Tuan Adipati pasti didengar juga olehnya. Kata Aiman, dia sudah membereskan Syeira. Apa maksudnya? "Jadi, kamu sudah siap jadi menantu di rumah ini?" Ambar menimpali, memastikan jawaban Binar. Wanita yang tengah menunduk itu mengigit bibirnya sendiri, sesekali dia melirik kosong pada dinding yang melenyapkan punggung Affandi tadi. Ambar mengikuti arah pandang Binar. "Nyari apa?""Ah, tidak ada, Bu." Binar gelagapan. "Nyari Affandi?" tebak wanita tua itu. Binar melongo sesaat, lalu menggeleng cepat. "Jadi, sudah siap menantu di rumah ini?" Ambar mengulang pertanyaannya. Sekarang, pandangan Binar lari ke Syeira yang sedang sibuk meneguk ko
Pagi harinya Binar sudah diasyikan dengan memandikan Abimanyu. Gelembung-gelembung lembut membalut tubuh mungil putranya menciptakan licin di tangan Binar. Dengan segala kehati-hatian Binar memandikan bayinya itu. Terlebih, ada Ambar di ambang pintu kamar mandi yang mengawasi. Ya, setelah dimintai baik-baik dan diberikan pengertian oleh Aiman kemarin tentang kekesalan Binar yang ingin merawat bayinya juga, Ambar kini memberikan Abimanyu untuk dirawat oleh Binar. Tentu harus dalam pengawasannya, sebab Binar baru menjadi seorang ibu. Masih awam untuk hal-hal yang bersangkutan dengan bayi. "Hati-hati bungkus kepalanya, Binar!" peringat Ambar dengan tatapan waspada. Binar mengangguk, lalu membalut tubuh bayinya dengan handuk. Melilitnya dengan baik sesuai apa yang diajarkan wanita senja itu. "Cayang, kenapa? Dingin, ya?" Binar menggendong sang putra yang menangis usai dimandikan. Wajah, rambut, dan baju wanita itu juga tampak basah. Memang masih belum
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.