.
.
.
“Bibi! Bangunlah Bi!” teriak Mawar seraya memeluk bibi Hans.
Bibi Hans telah kehilangan banyak darah. Tubuh tuanya telah dengan ganas dikoyak oleh harimau itu karena dia terus berusaha melindungi Mawar.
“Bi, jangan mati. Kumohon.”
Mawar mengusap darah yang mengalir di dada bibi Hans yang tercabik oleh hewan buas itu. Dia begitu panik dan tubuhnya gemetaran. Mawar tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya karena darah bibi Hans mengucur begitu derasnya.
“Nyonya, maafkanlah saya,” ucap Bibi Hans tiba-tiba.
Wanita tua itu membuka matanya. Dia terlihat meneteskan air matanya karena rasa bersalah yang menderanya. Sudah lebih dari 20 tahun dia hidup bersama dengan Jayden yang telah diasuhnya layaknya anaknya sendiri. Dan sang tuan muda begitu mempercayainya. Tetapi apa yang dilakukannya? Dia malah mengkhianati Jayden dengan membawa isterinya ke Madelline!
“Tidak Bi. Jangan ucap
...Di sebuah pulau terpencil yang sangat jauh dari peradaban manusia modern, seorang wanita berkulit putih dan berparas sangat cantik nampak sedang tertidur pulas akibat obat bius yang dihirupnya dengan kedua tangan yang terikat kuat dengan sebuah tali tambang yang cukup besar. Meringkuk di atas kasur besar berukuran king size, wanita itu samar-samar dapat mendengar deburan ombak yang bersahut-sahutan.Dengan kepala yang agak pening, wanita itu mencoba untuk sayup-sayup membuka kedua matanya yang sangat indah itu yang sepertinya sedikit terheran-heran dengan situasi disekitarnya. Disana, diruangan itu dirinya melihat sebuah kamar kayu yang didesain dengan begitu mewah dan elegan bagai villa milik artis-artis tersohor dunia yang ingin menampilkan kesan etnik didalamnya. Tunggu dimanakah ini?, batinnya di dalam hati sembari mengumpulkan seluruh kesadarannya yang sebelumnya telah menghilang.Mengerjapkan kedua matanya beberapa kali, wanita itu beru
. . . Malam telah berganti pagi di pulau Henai, wanita yang sebelumnya terus berteriak itu saat ini kembali terbangun dengan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Sayup-sayup, sekilas wanita itu mulai membuka kedua matanya dengan sangat perlahan. Sejujurnya saat ini, dirinya berharap bahwa semua yang terjadi padanya kemarin hanyalah sebuah mimpi atau sekedar ilusi. Sayangnya, harapannya hanyalah sebuah angan-angan belaka karena ternyata ia mendapati dirinya masih berada di ruangan terkutuk itu. Membayangkan kejadian kemarin, hati Mawar seketika tersayat. Ia tidak bisa membayangkan bahwa si kucluk yang dulu jelek itu bisa menculiknya begitu saja dan bahkan telah berani menciumnya! Tidak! Mawar merasa tidak boleh terus berada disana lebih lama lagi, atau kalau tidak, dia akan mengalami hal-hal yang lebih buruk dari yang diterimanya kemarin. Dengan pemikiran itu, Mawar bergegas bangkit dari tidurnya dan berpikir sebentar untuk mencari jalan keluar.
. . . Satu jam telah berlalu, Mawar yang sebelumnya menangis, saat ini sudah menghentikan tangisannya itu karena kedua bola matanya sudah mulai membengkak karena menangis terlalu lama. Mawar, dengan rambutnya yang sudah acak-acakan dan dengan baju yang dua hari ini belum digantinya, benar-benar terlihat sangat mengenaskan. Dalam hati, tentu Mawar ingin merutuki pria brengsek itu. Tetapi hanya untuk merutuki saja, nampaknya dirinya sudah tidak memiiki tenaga lagi mengingat sudah dua hari semenjak dirinya diculik, ia tidak makan sesuap nasipun. Mungkin, jika kondisinya terus berlanjut seperti ini, Mawar yakin bahwa dirinya akan segera mati. Dalam halusinya, Mawar melihat ada seorang… bukan, tapi lebih tepatnya adalah sebuah malaikat kecil yang mendatanginya. Perlahan, malaikat kecil itu berjalan dengan bunyi “Nging….” yang samar-samar mengalun lembut ditelinganya. Mendekat dan semakin mendekat, malaikat berbentuk kecil bulat dan berwarna hitam itu kemud
. . . Dari kejauhan, di pantai itu, Mawar bisa melihat seorang pria sedang dipeluk mesra oleh seorang wanita berpakaian Sabrina dengan bahu yang terbuka lebar. Hanya dengan melihatnya saja, Mawar bisa memastikan bahwa mereka berdua adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Dalam hati, Mawar tidak bisa untuk menahan umpatannya karena pria muda disana adalah adik junior yang telah menculiknya. Benar. Pria yang sedang berada di anjungan pantai itu adalah Jayden yang sedang bersama wanita lain. Beribu pertayaan tentu menghinggapi pikiran Mawar yang tidak habis pikir dengan tindakan pria yang ada disana. Lagipula, kalau pria itu memiliki kekasih, mengapa dia masih menculiknya?! Sekelebat rasa marah seketika menelusuk di dalam hati Mawar karena pria brengsek itu kemarin telah merenggut ciuman pertamanya. Cih! Pria brengsek! Hidung belang, tidak tahu diri! Gerutu Mawar yang mendapatkan kedipan lampu hijau oleh Jali, si robot. Merasa
. . . “Yuhu!!! Jali, kemana kita pergi?” Mawar yang tengah mengendarai motor ATV itu bertanya kepada si robot kecil yang hanya mengedipkan lampu merahnya. “Ah, dasar robot kecil. Begitu saja tidak tahu. Kalau begitu, aku yang akan memimpin jalan ya.” Mawar terus mengendarai motor beroda empat itu dijalan beraspal yang tampak sangat halus disana seakan-akan hanya Mawarlah yang pertama kali mencoba untuk menyusuri jalan itu untuk pertama kalinya. Berbelok kekanan dan kekiri, Mawar mencoba melalui jalan disana yang sepertinya hanya searah saja. Tetapi menuju kemanakah jalan itu? Mawar sendiri tidak tahu, apalagi Jali, si robot itu. Setelah beberapa waktu menyetir, sepertinya mereka berdua tidak menemukan apapun disana selain hanya pemandangan indah dipesisir pantai yang sangat menawan. Sejenak, Mawar menghentikan motornya hanya untuk memikirkan langkah apa yang seharusnya dia ambil. Sambil mengusap-usap dagunya, ia nampaknya sedang berpik
. . . Sementara itu di rumah keluarga Mawar, seorang nenek berambut putih nampak mondar-mandir di ruang tamu mereka seakan menunggu kedatangan sang cucu yang belum kunjung pulang selama dua hari ini. Awalnya neneknya itu mengira bahwa Mawar akan pergi untuk mencoba baju pengantin yang sudah dipilihnya sebelumnya. Tetapi sampai hari ini, Mawar, cucunya itu belum juga pulang ke rumah. Padahal beberapa hari lagi adalah hari pernikahannya, tentu sang nenek merasa sangat khawatir apabila terjadi apa-apa kepada cucu perempuan tunggalnya itu. Apalagi, dalam masyarakat tradisional, orang-orang generasi tua sepertinya sangat mempercayai adanya cobaan yang biasanya datang menjelang hari pernikahan. Sehingga nenek itu sampai tidak bisa tidur karena memikirkan keberadaan cucunya. “Pak, bagaimana ini? Mengapa sudah dua hari Mawar belum pulang juga?”Nenek itu sudah tidak tahan lagi sehingga dirinya kemudian sedikit mendesak sang suami yang sepertinya masih terlihat
. . . Byur!!! Suara keras terdengar setelah Mawar, wanita yang dipanggulnya itu dijatuhkan ke dalam bak mandi yang telah terisi dengan air hangat di rumah itu. “Awww! Jayden!” Mawar kembali berteriak ketika tubuhnya itu telah mendarat didalam bak air dan seluruh pakaiannya menjadi basah kuyup. Sedikit melirik ke arah wanita yang sudah nampak kotor itu, Jayden kemudian terlihat menyambar sebuah sepaket botol sabun dan melemparkannya tepat didekat kaki Mawar supaya wanita itu dapat meraihnya dengan mudah. “Wanita brengsek. Bersihkan badanmu yang bau itu.” Setelah berkata demikian, Jayden kemudian pergi dari sana diikuti oleh si robot buat kecil yang sepertinya sangat takut pada sosoknya. Sedangkan Mawar, masih saja terus mengumpat didalam bak mandi yang masih bisa didengar oleh Jayden yang saat ini terlihat sedang membongkar barang bawaan wanita itu yang sempat dibawanya kabur tadi. Sekilas, Jayden melihat beberapa perlen
. . . Samar-samar deru nafas sepasang insan disana terdengar saling bersahutan di-iringi deburan ombak dari arah luar serta tiupan angin yang menerabas dedaunan pohon palem didekat balkon kamar itu. Mawar yang saat ini sudah merasa lebih baik dengan suhu tubuh yang mulai normal mulai membuka kedua matanya untuk memandangi jendela kaca terbuka yang memperlihatkan birunya langit sore hati yang dapat dilihatnya dengan sangat gambling. Sejenak, Mawar yang baru saja terbangun itu terdiam hanya untuk menikmati sensasi yang sangat nyaman disekitarnya. Entah mengapa, selama hidupnya, dirinya belum pernah mengalami tidur siang senyaman dan senyenyak itu. Yang ia tahu, setiap kali tidur, ia selalu merasa sangat resah dengan alasan yang tidak jelas, sehingga kerap kali dirinya tidak begitu menikmati tidur siangnya. Tapi kali ini, suasananya sangatlah berbeda. Udara di pulau itu sangat sejuk seakan memberikan ketenangan tersendiri untuknya. Tentu sangat berbandin