.
.
.
“Yuhu!!! Jali, kemana kita pergi?” Mawar yang tengah mengendarai motor ATV itu bertanya kepada si robot kecil yang hanya mengedipkan lampu merahnya.
“Ah, dasar robot kecil. Begitu saja tidak tahu. Kalau begitu, aku yang akan memimpin jalan ya.” Mawar terus mengendarai motor beroda empat itu dijalan beraspal yang tampak sangat halus disana seakan-akan hanya Mawarlah yang pertama kali mencoba untuk menyusuri jalan itu untuk pertama kalinya.
Berbelok kekanan dan kekiri, Mawar mencoba melalui jalan disana yang sepertinya hanya searah saja. Tetapi menuju kemanakah jalan itu? Mawar sendiri tidak tahu, apalagi Jali, si robot itu. Setelah beberapa waktu menyetir, sepertinya mereka berdua tidak menemukan apapun disana selain hanya pemandangan indah dipesisir pantai yang sangat menawan.
Sejenak, Mawar menghentikan motornya hanya untuk memikirkan langkah apa yang seharusnya dia ambil. Sambil mengusap-usap dagunya, ia nampaknya sedang berpikir serius yang selama ini belum pernah dilakukannya. Ya, Mawar memang selama ini terkenal dengan sifat pemalasnya dan kemampuan otaknya yang tidak begitu baik. Sehingga ia sebenarnya tidak pernah menggunakan isi kepalanya untuk berpikir dengan serius.
Tetapi situasi kali ini berbeda, ia tidaklah berada pada situasi nyaman seperti sebelumnya sehingga bagaimanapun ia mau tidak mau harus menggunakan otaknya yang selama ini vacuum itu. Sejenak, Mawar berpikir, lalu sebuah pemikiran muncul dikepalanya.
“Oh! Bukankah aku membawa ponsel? Hahaha! Jali! Jali! Aduh, kenapa aku baru sadar.” Dengan perasaan senang, Mawar kemudian membuka tas punggung kecilnya dan mengambil ponsel miliknya dari sana.
Bingo. Mawar merasa sangat senang karena di tempat itu rupanya ada jangkauan sinyal dengan kekuatan sangat tinggi. Ia mengira bahwa kekuatan sinyal itu adalah sebuah indikasi bahwa dirinya pastilah berada ditempat yang tidak jauh dari perkotaan sehingga ia kemudian merasa tidak cemas lagi. Sedikit mengambil sebatang cokelat yang ada disana, Mawar kemudian duduk di atas motor itu untuk sedikit menikmati nuansa tepian pantai sejenak sebelum ia kabur dari sana.
“Jali. Apa pantainya indah ya?” Mawar memakan cokelat itu sedikit demi sedikit dan menyodorkan pada Jali, si robot yang langsung menolak tawarannya.
“Hahaha. Aduh. Bodohnya aku Jali. Kau itu kan robot, mana mungkin kau bisa makan?! Hahaha.” Mawar terlihat menertawakan kebodohannya sendiri sebelum akhirnya dirinya menyadari bahwa sinyal di lokasi itu tiba-tiba saja menghilang!
“Eh, Tunggu. Jali, mengapa sinyal ponselku tiba-tiba menghilang?” Mawar yang sebelumnya merasa senang kali ini merasa sangat cemas kembali karena ponsel itu adalah cara satu-satunya ia untuk pulang.
Sejenak, Mawar tampak frustasi karena dia terlebih dahulu tidak mengecek panggilan yang masuk atau menghubungi seseorang untuk memberitahukan keadaannya. Aduh bodoh sekali, batinnya dalam hati sambil memukul-mukul kepalanya yang berkuncir kuda itu. Sekarang sinyal ditempat itu sudah hilang 100% bagai ditelan bumi dan juga baterei ponselnyapun sudah hampir habis. Dalam kebingungan, ia kemudian bertanya kepada Jali.
“Eh, robot kecil, Apakah kau punya GPS atau semacamnya?” Dengan penasaran Mawar bertanya kepada robot itu yang seketika langsung membuka tutup bulat diatasnya menampilkan sebuah layar kecil yang membuat Mawar sangat terpesona.
“Astaga Jali. Kau keren sekali! Seumur-umur, aku belum pernah melihat robtot secerdas dirimu. Untung saja aku tadi membawamu. Hahaha!” Mawar yang sudah memakan sebagian batang cokelat itu kemudian mendekatkan wajah cantiknya kepada layar itu dan mulai mengamati peta lokasi dimana dirinya berada saat ini.
Posisinya telah terdeteksi di sebuah pulau yang nampaknya sangatlah jauh dari asalnya, bahkan meskipun beberapa kali ia mencoba memahami lokasi itu, Mawar tetap tidak tahu dimana dirinya saat ini berada. Untuk itu, ia kemudian mencari tahu lokasi dermaga sehingga ia bisa menemukan perahu atau semacamnya untuk setidaknya meminta pertolongan.
Oh. Hatinya sangat lega saat ia tahu bahwa lokasi dermaga yang hendak ia tuju sebetulnya tidak jauh dari sana. Bahkan, ia hanya perlu mengikuti jalan besar beraspal itu saja untuk sampai disana.
“Hahaha! Jali. Jaliku. Kita sudah hampir dekat.” Mawar dengan senyum sumringahnya kemudian menepuk-nepuk benda bulat kecil itu dan mendudukkannya didepannya supaya Mawar dapat mengikuti arah GPS itu. Saat ini Mawar sangat yakin jika dirinya akan berhasil kabur dari pria brengsek itu.
Sekilas mengingat kejadian di anjungan pantai tadi, Mawar merasa sedikit kesal karena mantan budak yang menculiknya itu rupanya masih berani menculiknya padahal pria itu sudah memiliki seorang kekasih. Mengusap-usap keras bibirnya, Mawar juga merasa tidak terima karena bibirnya telah ternoda oleh pria semacam itu. Tetapi sudahlah, Mamar menggelengkan kepalanya untuk melupakan semua nasib buruknya dan mulai menyalakan mesin motor ATVnya. “Jali apakah kau sudah siap?”
Jali, si robot, kemudian memberikan sebuah tanda OK yang membuat Mawar seketika bersorak. “Haha! Pintarnya kau ini! Ayo kita pergi!”
.
.
.
Sementara itu, Jayden dengan pakaian casualnya, masih saja berada pada anjungan pantai disana seakan dirinya tidak terganggu oleh apapun. Bahkan dengan kaburnya Mawar, dirinya sama sekali tidak merasa khawatir, karena ia bisa mengendalikan semuanya dari tempat dirinya berdiri saat ini. Jayden, dengan sebuah layar pengendali ditangannya, benar-benar sanggup melakukan apa saja di pulau itu. Bahkan memutus akses sinyal bukanlah hal yang sulit bagi seorang jenius seperti dirinya.
Sembari memasukkan salah satu tangannya ke sakunya, beberapa saat ia kemudian mengamati pergerakan benda yang semakin lama semakin mendekat kepadanya. Beberapa kali benda itu nampaknya berhenti sesaat, lalu melanjutkan perjalanannya lagi. Ya, mungkin saja benda itu merasa lelah sehingga perlu mengisi kekuatannya untuk kembali bergerak.
Dengan kedua lesung pipi yang muncul ke permukaan, Jayden terlihat tersenyum karena sesuatu yang sangat ditunggunya itu telah datang kepadanya. Benar. Benda yang ada pada deteksi layar ditangannya itu adalah Mawar dan robotnya yang saat ini tengah berhenti tepat dihadapannya.
Mau kabur dari genggamannya? Jangan pernah bermimpi! Jayden membatin di dalam hatinya sembari menatap tajam ke arah mangsa yang saat ini sepertinya tengah ketakutan.
“Jay-jay-“ Mawar mengeluarkan suara terbata-bata dengan kedua mata indahnya yang hanya berkedip-kedip diikuti oleh si robot kecil yang juga mengedipkan lampunya yang berwarna merah.
Melemparkan senyum mengejeknya, Jayden kemudian melangkahkan kakinya beberapa langkah kesamping motor ATV itu dan sedetik kemudian, tanpa aba-aba, ia langsung memanggul tubuh wanita brengsek itu ke bahunya dan juga secepat kilat ia menyambar robot kecil itu dengan menggunakan telapak tangannya yang besar.
“Ah! Jayden! Lepaskan aku! Lepas!!! Arrrrkkk!!!” Mawar terus berusaha meronta-ronta dibahu miliknya yang kekar. Tetapi tentu saja, wanita brengsek itu tidak akan mampu menandingi kekuatan lengannya yang sangat kuat. Bahkan karena merasa risih dengan teriakan yang didengarnya, tangan kekarnya tidak segan-segan untuk sesekali mencubit keras pantat milik wanita itu yang semakin berteriak karena tidak terima dengan tindakannya!
. . . Sementara itu di rumah keluarga Mawar, seorang nenek berambut putih nampak mondar-mandir di ruang tamu mereka seakan menunggu kedatangan sang cucu yang belum kunjung pulang selama dua hari ini. Awalnya neneknya itu mengira bahwa Mawar akan pergi untuk mencoba baju pengantin yang sudah dipilihnya sebelumnya. Tetapi sampai hari ini, Mawar, cucunya itu belum juga pulang ke rumah. Padahal beberapa hari lagi adalah hari pernikahannya, tentu sang nenek merasa sangat khawatir apabila terjadi apa-apa kepada cucu perempuan tunggalnya itu. Apalagi, dalam masyarakat tradisional, orang-orang generasi tua sepertinya sangat mempercayai adanya cobaan yang biasanya datang menjelang hari pernikahan. Sehingga nenek itu sampai tidak bisa tidur karena memikirkan keberadaan cucunya. “Pak, bagaimana ini? Mengapa sudah dua hari Mawar belum pulang juga?”Nenek itu sudah tidak tahan lagi sehingga dirinya kemudian sedikit mendesak sang suami yang sepertinya masih terlihat
. . . Byur!!! Suara keras terdengar setelah Mawar, wanita yang dipanggulnya itu dijatuhkan ke dalam bak mandi yang telah terisi dengan air hangat di rumah itu. “Awww! Jayden!” Mawar kembali berteriak ketika tubuhnya itu telah mendarat didalam bak air dan seluruh pakaiannya menjadi basah kuyup. Sedikit melirik ke arah wanita yang sudah nampak kotor itu, Jayden kemudian terlihat menyambar sebuah sepaket botol sabun dan melemparkannya tepat didekat kaki Mawar supaya wanita itu dapat meraihnya dengan mudah. “Wanita brengsek. Bersihkan badanmu yang bau itu.” Setelah berkata demikian, Jayden kemudian pergi dari sana diikuti oleh si robot buat kecil yang sepertinya sangat takut pada sosoknya. Sedangkan Mawar, masih saja terus mengumpat didalam bak mandi yang masih bisa didengar oleh Jayden yang saat ini terlihat sedang membongkar barang bawaan wanita itu yang sempat dibawanya kabur tadi. Sekilas, Jayden melihat beberapa perlen
. . . Samar-samar deru nafas sepasang insan disana terdengar saling bersahutan di-iringi deburan ombak dari arah luar serta tiupan angin yang menerabas dedaunan pohon palem didekat balkon kamar itu. Mawar yang saat ini sudah merasa lebih baik dengan suhu tubuh yang mulai normal mulai membuka kedua matanya untuk memandangi jendela kaca terbuka yang memperlihatkan birunya langit sore hati yang dapat dilihatnya dengan sangat gambling. Sejenak, Mawar yang baru saja terbangun itu terdiam hanya untuk menikmati sensasi yang sangat nyaman disekitarnya. Entah mengapa, selama hidupnya, dirinya belum pernah mengalami tidur siang senyaman dan senyenyak itu. Yang ia tahu, setiap kali tidur, ia selalu merasa sangat resah dengan alasan yang tidak jelas, sehingga kerap kali dirinya tidak begitu menikmati tidur siangnya. Tapi kali ini, suasananya sangatlah berbeda. Udara di pulau itu sangat sejuk seakan memberikan ketenangan tersendiri untuknya. Tentu sangat berbandin
. . . “Bos! Berita besar!!!” Salah seorang pria berpakaian adat terlihat tergopoh-gopoh menemui seorang pria gendut tua berkumis tebal yang saat ini tengah duduk di tendanya untuk menanti kedatangan orang suruhan yang telah dibayarnya untuk menyamar itu. “Den... Den... Jayden Bos!” Kata suruhan itu kepada bosnya yang rupanya sudah mengerutkan alisnya karena begitu tidak sabar menanti berita yang akan disampaikan oleh anak buah suruhannya. “Den… Den…” “Iya...?” “Den… Den…” “Aku gebuk kamu ya Kasim!” Tidak sabar dengan ucapan anak buahnya yang tergagap-gagap, orang yang dipanggil bos itu kemudian mengambil sandal dari kakinya sekedar untuk mengancamnya supaya orang suruhan itu bisa berbicara dengan lebih lancar. “Den Jayden tidur sama wanita bos!” Dengan lancar, orang suruhan bertubuh kurus itu kemudian mengutarakan apa yang dia lihat. Benar. Tadi saat dirinya sedang menyamar sebagai seorang masyarakat ada
...Wah! Melihat ruangan yang ada dilantai satu, Mawar begitu terkesima dengan interior yang ada didalamnya. Ruangan itu berdinding kaca yang seakan memperlihatkan semua gemerlap lampu malam yang ada diluar dan juga pemandangan pantai yang begitu mempesona pada petang hari. Oh. Sebelumnya dirinya tidak menyadari bahwa tempat itu begitu mewah. Mungkin karena siang tadi, ia hanya berfokus pada upaya melarikan diri sehingga ia tidak melihat dengan jelas ruangan yang sebetulnya sempat dilewatinya bersama si robot Jali itu.Sekilas, Mawar menyusuri ruangan itu dengan kedua mata indahnya. Lihat saja semua perabotnya, mereka semua terbuat dari bahan-bahan yang sangat mahal dan didekorasi dengan sangat elegan. Lalu lampu-lampu di ruangan itu, semuanya berbentuk asimetris yang sangan modern. Hanya dengan meilhatnya saja, Mawar dapat memastikan bahwa barang-barang itu pastinya tidak mudah ditemukan dipasaran, tetapi pasti sang pemilik telah memesannya disuatu tem
...Di atas sofa berwarna putih, pria yang saat ini tengah duduk bersama robot kecil dibahunya terlihat sedang membuka sebuah program untuk mengaktifkan sebuah tower pemancar yang ada di pulau itu kembali. Beberapa detik setelahya, jangkauan sinyal secepat kilat dapat menembus ke area terpencil itu sehingga Jayden dapat membuka beberapa laporan perusahaan dari email yang telah diterimanya.Ting! Dari beberapa email itu, ada salah satu email dengan sebuah penanda yang tiba-tiba saja menarik perhatian dari pria itu. Perlahan, ia membukanya dan ia dapat membaca sesuatu yang sepertinya mengusik hatinya.From: SusenoAda yang mencari tahu keberadaan wanita itu.Sebuah kalimat yang begitu sederhana namun mampu membuat perasaan Jayden menjadi tidak senang sehingga pria itu kemudian mengakses lokasi dimana seseorang telah berani mencari wanitanya.Klik! Lokasi ditemukan.Jayden yang saat ini tengah memeriksa sebu
...Sepiring nasi goreng hitam kembali tersaji di depan pria yang saat ini tengah bersiap untuk meluapkan kejengkelannya itu. Tetapi sayangnya, sebelum pria itu sempat mengumpat wanita yang ada dihadapannya, tiba-tiba saja dari depan pintu rumahnya, ia dapat mendengar suara orang beramai-ramai sedang mengetuk pintu rumahnya berkali-kali.Mawar yang ada dihadapannya tampak menyunggingkan sebuah senyumnya yang langsung dapat ditangkap oleh pria itu. Sepertinya, wanita itu sangat bahagia karena ia berpikir akan ada orang yang menyelamatkannya. Omong kosong!Dengan langkah santai, Jayden kemudian memeluk wanita disampingnya itu dan menyembunyikannya dibalik tubuhnya yang kekar sembari ia berjalan menuju ke pintu yang ada disana.“Ceklek!” Pintu itupun segera terbuka menampilkan beberapa orang, bukan, mungkin lebih tepatnya belasan orang berpakaian adat Henai sedang membawa oncor dengan kaki yang beralaskan tanah. Hanya dengan melih
. . . “Menikahlah denganku.” Kata seorang pria sembari mengulurkan tangannya ke arah wanita yang saat ini tengah berjuang antara hidup dan mati di tengah lautan lepas dengan ombak yang semakin keras menggulungnya. Bertahan, wanita itu berjuang untuk melawan hantaman ombak yang seakan ingin menenggelamkannya. Tetapi seperinya, dirinya tidak mampu untuk lebih lama lagi mengambil nafasnya ditengan luapan air yang ingin menyeratnya semakin lebih dalam lagi. Di tengah kematian yang semakin dekat hendak menjemputnya, wanita itu teringat bahwa ia tidak bisa mati begitu saja karena mengingat bahwa ada kakek nenek yang begitu mencintainya dan pasti mereka sedang menunggu kedatangannya. Kakek nenek itu adalah milik Mawar satu-satunya setelah dirinya kehilangan kedua orangtuanya ketika masih kecil. Dengan penuh kasih sayang, mereka berdua merawatnya meskipun dalam kepedihan dan kekurangan mereka. Tetapi sekarang, kedua orangtua itu yang belum sempat diba