Share

Bab 3 Jangan di paksa, Mas

Braakkkk!!!

Tia buka pintu dengan kasar.

Matanya melotot melihat Raffa yang ada digendongan sang mertua. Dimulutnya terdapat botol susu yg isinya sudah hampir habis. Air susu itu meleleh kepipi bercampur dengan air mata sang bayi

"Raffaaaaa!!! Tia berteriak histeris.

Dia berlari sekencang mungkin mengambil Raffa dari gendongan bu Sutri. Tubuh tua itu hampir saja terjengkang karena terdorong, untung saja tidak terjatuh.

"Raffa ...." Panggilnya lagi ketika bayi itu sudah berada dalam gendongannya. Dirabanya badan sang bayi ternyata sudah basah kuyup terkena air susu.

Tubuh Tia langsung merosot kelantai, dibawanya tubuh mungil itu kedalam pelukan. Tangisnya pecah saat itu juga.

"Arrrgggghhhh!!!" Tia menjerit sekeras-kerasnya. Dia tumpahkan rasa sesak dalam dadanya.

"APA YANG KALIAN LAKUKAN TERHADAP ANAKKU?? Haahhh!" Bentaknya.

Hosshh!! Hosshh!! Hosshh!! Dadanya naik turun menahan emosi.

Dia menatap wajah sang suami dan mertua secara bergantian.

"Apa salahku pada kalian? Kenapa nyawa anakku yang kalian jadikan permainan?"

"Dan kamu mas, apa kamu tidak bisa berfikir jika air susu itu bisa masuk ke saluran pernapasan anakmu? Apa kamu tidak berpikir itu bisa membunuh anakmu?"

"Lebay kamu, Tia! Yang kita kasih itu susu bukan racun, teriak-teriak gak jelas! Raffa anakku juga, jadi aku berhak memutuskan apa yang berhubungan dengan Raffa!"

"Tapi jangan dipaksa, Mas! Tunggu anaknya mau!" Bentak Tia.

"Ya, kalau gak dipaksa, gak bakalan mau, Tia!" kali ini sang ibu mertua membuka suara.

Tia berbalik menatap tajam kearah bu Sutri.

"Ini kedua kalinya Ibu membahayakan nyawa anakku! Kalau sampai terjadi apa-apa pada anakku, akan aku bunuh kalian semua!" wajah bu Sutri berubah pias, tapi itu hanya sebentar saja.

"Ehh ..., kamu itu sadar diri! Kamu itu numpang dirumah ku berani-beraninya kamu mengancam ku!" bentaknya tidak mau kalah.

"Kau lihat sendiri 'kan, Irvan seperti apa sifat istrimu ini sama orang tua berani melotot, meninggikan suara tunggu apalagi segera ceraikan dia biar jadi gembel sekalian! Nanti kamu, Ibu carikan wanita yang jauh lebih baik dari istrimu ini," imbuhnya.

"Tia! Kamu jangan kurang ajar sama ibu!" Bentak Irvan.

Tia berdiri dengan hati hancur, dibawanya Raffa kekamar. Dibukanya pakaian Raffa yang basah lalu dilapnya tubuh mungil itu dengan air hangat. Tak lama Raffa pun tertidur mungkin Karena kecapekan menangis.

"Maafin Ibu Nak lagi-lagi Ibu gagal menjagamu," tes tes tes! Air mata Tia jatuh menetes ke pipi Raffa, bayi itu pun menggeliat.

"Sstttt ssstttt sssttt!" Tia menepuk pelan paha anaknya agar tertidur lagi.

****

Malamnya Raffa diare, dia juga menolak minum ASI, badannya terkulai lemas. Tia mulai khawatir melihat kondisi anaknya. Tia segera menemui Irvan yang lagi nonton tv.

"Mas, Raffa diare Mas! Dari sore sampe malam buang air besarnya sudah lebih dari sepuluh kali! Ayo anterin ke rumah sakit, aku khawatir dia alergi susu!" ucap Tia

"Bayi diare itu malah bagus, Tia. Berarti mau tambah pintar," sahut bu Sutri.

Tia tak membalas omongan sang ibu. Dia hanya menatap kearah suaminya, ayah dari anaknya. Tapi sang suami hanya diam saja, Tak ada rasa khawatir sedikitpu yang terlihat diwajahnya. Tia kembali kekamar melihat keadaan Raffa.

Bibir Raffa sudah membiru, tarikan napasnya membuat bahunya bergerak naik turun. Tia melihat ada cekungan di rongga dadanya menandakan Raffa sesak napas berat.

Tanpa pikir panjang Tia memesan taksi dari aplikasi online. Dia mempersiapkan segala sesuatu yang sekiranya dibutuhkan seperti kartu jaminan kesehatan serta syarat-syarat lainnya untuk pendaftaran.

Baju ganti untuk dirinya dan Raffa. seandainya disuruh rawat inap dia tidak perlu lagi, pulang ke rumah mengambil baju ganti. Melihat kondisi sekarang ini Tia tidak yakin Irvan akan menyusulnya dan Raffa. Tidak lupa pula dompet dan ATM.

"Untung aku punya tabungan walaupun tidak banyak. Uang kiriman dari emak di Sumatera. Aku disini tidak punya keluarga makanya emak merasa khawatir dan mengirimkan uang setiap bulan. Aku sengaja menyembunyikan hal itu dari mas Irvan!" ucap Tia dalam hati

Tinn tinn tinn ....

Terdengar suara klakson mobil didepan rumah sepertinya taksi sudah datang. Buru-buru Tia keluar menggendong Raffa.

"Mau kemana kamu, Dek?"

Tanya Irvan kebingungan.

"Mau ke rumah sakit, Mas! Aku tidak bisa tenang perasaanku mengatakan Raffa tidak baik-baik saja," jawabnya

"Sudah dibilangin bayi diare itu bagus mau tambah pintar kok malah ngeyel, mantu kok gak ada nurut-nurutnya sama orang tua! Udah biarin saja van, mau dibawa kemana anaknya yang penyakitan itu sekalian aja gak usah pulang!" bentak bu Sutri.

"Mas, kamu beneran gak mau ikut?" Tia bertanya pada sang suami tapi dia hanya diam tak bergeming.

"Gak usah ikut, Irvan!" Bentak bu Sutri.

Tia yang tidak bisa menunggu lama karena kasihan melihat kondisi Raffa langsung masuk kedalam mobil.

"Jalan, pak!" ucapnya.

"Baik, Bu sesuai aplikasi ya," jawab pak sopir.

"Agak lebih cepat pak, kasihan anak saya!"

"Baik, Bu!"

sepanjang jalan air mata Tia mengalir tiada henti. ketakutan kehilangan Raffa menyeruak masuk dalam pikirannya

"Ya Allah kuatkan lah anak ku, berikan aku kesempatan sekali lagi untuk menjaganya!" doanya didalam hati.

Kurang lebih lima belas menit taksi sudah sampai di depan unit gawat darurat di rumah sakit yang merawat Raffa sebelumnya.

Setelah membayar Tia buru-buru keluar dari taksi dan berlari mengendong Raffa.

"Dokter ..., tolong anak saya! Teriaknya sambil menangis.

Para Dokter jaga dan perawat berlarian menghampiri ku.

Melihat kondisi Raffa mereka semua panik langsung menggendong Raffa kesebuah ruangan yang tertutup tirai.

"Ibu tunggu disini dulu ya, Bu. Adeknya sudah dehidrasi parah jika telat sedikit saja adeknya bisa lewat!" ucap Dokter jaga.

"Ba-baik, Dok! to-tolong selamatkan anak saya,"jawabnya gemetaran. Tubuh Tia ikutan lemas mendengar berita dari Dokter barusan.

"Kami akan berusaha sebaik mungkin. Ibu berdo'a saja, doa seorang Ibu itu dikabulkan,"

"Amiinnn ...,ya Allah ...." Tia mengusapkan kedua tanganku kemuka.

Tidak lama, ada perawat datang menghampirinya

"Ibu, urus pendaftaran rawat inap dulu ya! Adeknya punya kartu jaminan kesehatan, kan?

"Punya, mbak!"

"Ya, sudah diurus dulu aja biar bisa pesan kamar!" perintahnya

Tia pun berlalu ke tempat pendaftaran. Tak terlihat Irvan menyusulnya. "Benar dugaan ku, dia pasti patuh dengan omongan Ibu!" gumam Tia

"Sudah lah yang terpenting sekarang adalah Raffa. aku harus bisa fokus pada anakku biar dia sembuh," imbuhnya

****

Saat kembali Tia melihat dokter Danu keluar dari tempat Raffa dirawat. Dokter Danu berjalan menghampiri Tia yang berdiri menatapnya.

"Bisa Ibu ikut keruangan saya?" Pintanya saat berhadapan dengan Tia

"Bisa, Dok!" Tia pun berjalan mengekor dibelakang Dokter Danu.

"Silahkan duduk, Bu!" ucap dokter Danu saat tiba diruangannya.

"Terimakasih, Dok!"

"Bisa Ibu jelaskan apa yang terjadi dengan Dek Raffa?" Tanya Dokter Danu sambil bersandar di kursi kerjanya, kedua tangannya dilipat didepan dada. Dia menatap Tia dengan tatapan menghunus, ada gurat kemarahan terlihat jelas diwajahnya.

"Dokter, masih ingat nama anak saya?" bukannya menjawab Tia malah balik bertanya.

"Jelas saya masih ingat, itu anak baru dua bulan yang lalu dirawat disini. Bukankah saya sudah berpesan jangan kasih makan apapun sebelum enam bulan? Cukup kasih ASI Ibu saja, apa ASI Ibu tidak mencukupi?"

"Maaf, Dok!"jawab Tia seraya menunduk.

"Sekarang jelaskan!!" tegasnya.

Tia pun menjelaskan apa yang terjadi dari awal kenapa sampai Raffa terinfeksi ususnya sampai kenapa Raffa bisa berada disini lagi saat ini. Dokter Danu pun sabar mendengarkan ceritanya. Dia hanya manggut-manggut tangan kanannya memegang dagu.

" Tadi saya sudah memeriksa keadaan Raffa. Dia dehidrasi berat, sama sesak napas. Kami sudah memasang infus dan oksigen. Setelah ini kami akan mengambil sempel fesesnya buat dicek di laboratorium. Dan Dek Raffa akan kami Rontgen dada untuk tau apa penyebab dia sesak napas," jelas Dokter Danu.

" Tolong anak saya, Dok. Disini saya gak punya siapa-siapa selain dia!" ucap Tia. Air matanya jatuh mengingat keadaan anaknya saat ini.

"Ibu yang kuat ya, do'akn saja Dek Raffa semoga cepat sehat!" Ucap dokter Danu

Tia keluar dari ruangan Dokter Danu dengan langkah gontai dia berjalan kembali ke tempat Raffa dirawat. Berulangkali dia menarik napas panjang untuk meredam rasa sesak dalam dada, Setiap mengingat nasib malang bayinya.

Sesampainya di tempat Raffa dirawat, Tia melihat anaknya masih terkulai lemas, selang oksigen tertancap di hidungnya. Ditangan kanannya tertancap selang infus, perlahan Tia mendekat dan ditatapnya erat tubuh mungil itu ternyata banyak bekas tusukan jarum ditangan kiri ada dua, di Kaki kiri kanan masing-masing ada satu.

"Sepertinya Mbak-mbak perawat kesusahan memasang infusnya. Kasihan sekali kamu Nak, tubuh kecilmu harus merasakan banyaknya tusukan jarum," gumamnya air matanya kembail menetes membasahi pipinya.

"Semoga saja penyakitmu tidak parah Nak!"

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status