Share

Bab 8

"Tia aprianti ...."

"Mas, jangan main-main dengan kata talak! Aku yakin Mas, Raffa pasti sembuh. Dia hanya butuh dukungan dari kita sebagai orang tua," potong Tia.

"Aku tidak main-main, Tia! Aku sudah memikirkannya matang-matang. Aku sudah tidak butuh kalian berdua. Aku sudah punya Selly dalam hidupku,"

"Kelamaan kamu, Van! Cepetan ucapin talak, Ibu sudah gak betah berada disini lama-lama! Bisa alergi!" Bu Sutri melihat sekelilingnya dengan tatapan jijik.

"SEPTIA APRIANTI, MULAI SAAT INI AKU TALAK KAMU DENGAN TALAK TIGA, DAN MULAI DETIK INI JUGA KAMU BUKAN ISTRIKU LAGI!" Irvan mengucap kata-kata itu dengan jelas dan lantang.

Mendengar kata talak keluar dari mulut sang suami, seketika tubuh Tia merosot jatuh kelantai. Air matanya mengalir deras. Dia terdiam tak sanggup berucap sepatah katapun. Tak pernah terbayangkan sebelumnya nasib pernikahannya harus berakhir di tahun kedua.

Irvan sang suami, yang selalu dia sanjung setiap orang tuanya menelpon. Tak disangka tega menghancurkan hatinya berkeping-keping hingga tak berwujud lagi.

"Kau membuang kami, Mas!" Tia menengadah menatap Irvan dengan mata berkaca-kaca.

"Menurutmu itu tadi apa, hah? Kamu belom sadar juga? Kamu sekarang sudah jadi janda Tia! Hahaha!" Ibu tertawa dengan penuh kemenangan.

"Baiklah Mas, aku terima talak darimu! Aku harap kamu segara mengurus surat cerai Ke pengadilan agama, karena aku enggak mau terlalu lama kau gantung," ucap Tia seraya berdiri dan menghapus air matanya.

"Sombong sekali kamu! Emangnya kamu kira anak ku juga mau berlama-lama dengan statusnya sekarang? Yang ada anakku yang ingin mendapatkan akta cerai itu secepatnya! Karena dia ingin segera menikah dengan Selly, menantu kesayanganku!" Ucap bu Sutri membanggakan kekasih anaknya.

"Iya Tia, aku akan segera mengurus surat perceraian kita. Aku harap kamu tidak mempersulit selama proses berjalan,"

"Kamu tenang saja Mas, aku tidak akan datang saat sidang nanti, supaya urusan kita bisa cepat selesai. Tapi ingat mas, hari ini kau telah membuang darah daging mu seperti sampah yang tak berguna! Suatu saat kau akan bersujud di telapak kakiku meminta maaf dan memohon untuk bertemu Raffaku! Sampai kamu matipun tidak akan pernah aku izinkan. Seujung kuku pun kau tak boleh menyentuhnya bahkan bayangannya sekalipun, camkan itu!"

"Hahaha, itu tak akan pernah terjadi Tia! Untuk apa aku bertemu dengannya? Yang ada kamu nanti memohon kepadaku untuk datang ke pemakaman anakmu itu!" Hahaha tawa Irvan semakin kencang diikuti Selly dan juga Bu Sutri.

"Saat ini kalian bisa tertawa sepuasnya, tapi setelah ini kalian akan menangis darah! Aku berdoa semoga selamanya kamu tidak akan memiliki keturunan lagi, Mas!"

Jederrrr! Tiada hujan tiada angin tiba-tiba saja petir menyambar disiang hari.

Seketika semua berjingkrak karena kaget, seakan-akan alam pun mengaminkan doa dari seorang ibu yang anaknya tersakiti.

Setiap wanita bisa terima jika dirinya yang tersakiti, tetapi tidak akan bisa terima saat ada orang menyakiti anaknya. Apapun akan dilakukan untuk melindungi anaknya.

"Dan kau, wanita murahan! Suatu saat kau akan merasakan apa yang aku rasakan saat ini! Kau tidak hanya menyakitiku tapi kau telah menyakiti anakku, camkan itu!" Telunjuk Tia mengarah tepat ke hidung Selly. Bulu kuduk Selly tiba-tiba berdiri ada sedikit ketakutan dalam hatinya mendengar ucapan Tia.

"Doamu itu tidak akan terkabul, Tia! Karena kamu manusia kotor, pendosa makanya anakmu sakit-sakitan. Orang sakit 'kan untuk melebur dosa, sedangkan bayi gak punya dosa! Kenapa dia sakit? Ya, karena dosa ibunya," ucap bu Sutri, entah dari mana dia mendapatkan ilmu tersebut.

"Kalau aku yang punya anak masih bayi ibu bilang pendosa, bagaimana dengan ibu yang sudah punya cucu? Ingat Bu, kita sama-sama seorang Ibu cuma beda diusia saja. Suatu saat kau akan merasakan betapa sakitnya melihat anak sendiri bertarung nyawa melawan penyakitnya!" ucap Tia penuh penekanan.

"Di dunia ini tidak ada manusia yang suci, kecuali bayi. Semua manusia pasti punya dosa. Tetapi tidak sepantasnya sebagai sesama manusia, Ibu langsung memvonis orang lain dengan kata pendosa!" imbuh Tia

"Halahh ..., Sok pinter kamu! Orang kampung macam kau itu tahu apa?" Celah bu Sutri.

Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang dari tadi melihat bagaimana kejamnya perlakuan yang diterima ibu satu anak itu. Rasa iba dan ingin menolong tentu ada tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena itu masalah keluarga sedangkan dia tidak punya hubungan kekeluargaan apapun dengan mereka.

Ya, dia adalah dokter Danu! Dokter yang menangani penyakit Raffa. Dari pertama saat dia menangani kasus infeksi ususnya Raffa dia sudah merasakan ada yang disembunyikan oleh ibu satu anak itu. Tapi kini dia bisa melihat dengan matanya sendiri bagaimana perlakuan yang tidak manusiawi diterimanya.

Tiba-tiba drrrtt drrttt drrrtttt ....

'Sepertinya ada telepon masuk dari aplikasi hijau,' gumamnya seraya megambil handphone yang ada dalam saku celana panjangnya.

Ruang PICU itu tulisan yang tertera di layar handphonenya saat beliau membuka benda pipi itu.

'Ruang PICU, ada apa ya? Apa mungkin ada yang darurat' batinnya dia pun segera memencet tombol hijau yang tertera dilayar benda pipi tersebut.

["Hallo, selamat sore!"] Ucapnya setelah menempelkan benda pipi itu di telinganya.

["Selamat sore Dok, maaf mengganggu tadi kami menghubungi nomor telepon ruangan Dokter tapi tidak dijawab, sepertinya Dokter tidak ada ditempat makanya kami menghubungi nomer pribadi dokter! Pasien Raffa kondisinya menurun, Dok!"] jawab perawat ruang PICU

["Baik saya, akan segara ke sana!"] Dokter Danu langsung mematikan sambungan telepon gegas dia berlari menuju ruang PICU yang jaraknya tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Dokter Danu," gumam Tia saat netranya melihat sosok tersebut berlari kearahnya.

Ya, dari tadi Tia masih berdiri didepan ruang PICU. Meladeni manusia-manusia tak punya hati didepannya saat ini.

Sesampainya didepan ruang PICU Dokter Danu tidak mengucapkan kata sepatah pun, beliau langsung membuka pintu dan masuk.

'Apa terjadi sesuatu didalam?' gumam Tia. Dia sudah tidak mendengarkan lagi ocehan Ibu mertua.

Tia kembali berusaha mengintip kedalam lewat celah gorden.

"Raffaaa!" Teriaknya saat samar-samar melihat para petugas berkerumun di bed anaknya.

'Ya Allah apa yang terjadi dengan anakku? Kuatkan lah dia panjangkan umurnya ya Allah, aku belum siap kehilangn dia! Dia hartaku satu-satunya' doa Tia di dalam hati air matanya sudah mengalir deras membasahi pipinya.

Ceklekkk! Pintu ruang PICU terbuka. Tia dengan refleks menatap kearah pintu melihat siapa yang keluar dari sana.

"Dengan keluarganya dek Raffa?" tanya seorang perawat.

"Iya mbak, saya Ibunya," ucap Tia seraya mendekat.

"Mari Bu, silahkan masuk,Dokter mau bicara!"

Tia pun masuk mengikuti perawat tersebut sedangkan Irvan dan bu Sutri mengintip dari cela pintu yang tidak ditutup rapat oleh perawat tadi. Meski begitu mereka bisa mendengar cukup jelas apa yang terjadi didalam.

Sesampainya di bed sang anak, Tia melihat para perawat mulai melepaskan alat-alat medis yang ada di tubuh anaknya.

"Apa yang terjadi sama anak saya, Dok?" tanya Tia.

"Bu, sebelumnya kami minta maaf! Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, dengan sangat menyesal dan berat hati kami harus menyampaikan ....

Bersambung ....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dapur Nenk Lia
yaaah Thor harusnya Rafa sehat dong Thor bknnya malah meninggal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status