Kusembunyikan Kekayaanku Dari Suami dan Mertua (1)
"Mia, beresin dapur dulu! Habis itu cuci semua piring kotor dan sapu rumah, baru istirahat. Jangan malas! Perempuan hamil nggak boleh malas-malas!" ucap Bu Rina, mertuanya saat Mia baru saja duduk setelah sedari pagi berkutat dengan pekerjaan dapur, membantu Mbak Yem, tukang masak yang biasa dipanggil untuk bantu-bantu masak menyiapkan hidangan untuk para tamu acara arisan yang baru saja selesai dilangsungkan di kediaman ibu mertuanya itu.
Para tamu sudah pulang. Tinggal Mia, Bu Rina, Mbak Dina dan Mbak Sri, dua menantu yang lain serta dua adik iparnya yang saat itu masih berada di rumah besar milik mertuanya.
Beda dengan Mia yang baru saja duduk, dua menantu ibu mertuanya dan dua adik iparnya itu justru sudah sedari tadi duduk manis sambil menikmati hidangan yang susah payah Mia dan Mbak Yem siapkan. Tapi herannya, ibu mertuanya malah mengatakan kalau Mia sedari tadi hanya duduk-duduk saja.
Apa ibu mertuanya itu sudah mulai pikun atau berkurang penglihatannya sehingga tidak lagi bisa melihat dengan sempurna ya? Tak urung Mia bertanya heran dalam hati.
Mendengar ucapan ibu mertuanya, Mia menghela nafas. Nasib. Baru saja istirahat sejenak hendak mencicipi sisa hidangan acara, ia sudah ditegur begitu keras.
"Sebentar, Bu. Mia capek sekali, pengen istirahat dulu. Dari pagi tadi Mia 'kan di dapur terus bantuin Mbak Yem masak. Mia lapar," sahut Mia sembari meraih potongan bolu pandan dan hendak menyuapkannya ke mulut, tetapi belum sempat mengunyah, dengan cepat ibu mertuanya menepuk punggung tangannya, mencegahnya mengambil potongan kue itu.
"Beresin rumah dulu, baru boleh makan!" ketus ibu mertuanya kembali sembari mendelik tajam.
Mendapati perlakuan ibu mertua, ada yang terasa menyesak di sudut hati Mia. Sesuatu yang membuat sudut hatinya terasa sakit, seolah ditusuk sembilu tajam.
Ya, sedari dulu perlakuan ibu mertua padanya tak pernah baik. Ia selalu dibeda-bedakan dengan menantunya yang lain. Dijadikan pembantu di rumah ini. Entah mengapa. Apakah karena ia miskin lalu ibu mertua memperlakukannya seperti itu?
Ia hendak beranjak pergi karena tak ingin tangisnya tumpah di situ, tetapi baru saja melangkah, mertuanya telah kembali berseru dengan nada keras.
"Mau ke mana kamu, menantu miskin? Kamu nggak dengar ibu nyuruh apa? Beresin dulu rumah ini baru kamu boleh istirahat!" ucap Bu Rina kembali tanpa perasaan.
"Iya, main pergi aja! Kamu nggak dengar ibu nyuruh apa?" timpal Mbak Dini, menantu ibunya yang lain, diamini Mbak Sri yang tersenyum mengejek tanpa belas kasihan. Begitu pula dua adik iparnya, Mila dan Sinta yang sama-sama menatapnya dengan tatapan tak suka.
Kali ini Mia tak bisa lagi membendung air matanya. Susah payah ia berusaha menahan agar tak keluar di hadapan mertua dan iparnya yang lain itu, tapi Mia tak kuat. Akhirnya ia sesenggukan juga.
Hatinya sakit diperlakukan berbeda dari semua yang ada di rumah ini. Bagaikan bumi dan langit. Sedari awal menikah.
Terhadapnya, Bu Rina selalu bersikap judes dan sinis, sementara pada dua menantunya yang lain, ibu mertuanya selalu bersikap baik dan lembut.
"Heh, diperintah malah nangis! Dasar mantu cengeng. Udah miskin, pemalas, cengeng lagi. Baru disuruh beresin rumah aja nangis! Diam atau ibu suruh Azmi ngasih pelajaran ke kamu?" ucap Bu Rina dengan mata membulat sempurna, membuat Mia bergidik ngeri membayangkan jika ancaman itu benar-benar dilakukan ibu mertuanya itu padanya.
Ia tahu, Azmi suaminya pasti lebih mendengarkan ucapan ibunya dari pada dirinya. Jika Bu Rina menyuruh suaminya itu memberi pelajaran, pasti akan dilakukannya meski tahu Mia sedang mengandung anaknya dengan usia kehamilan yang masih sangat muda.
"Enggak, Bu. Jangan ... Iya, biar Mia beresin rumahnya tapi izinkan Mia istirahat sebentar saja ya, Bu. Mia capek dan lapar banget."
Mia mengelus perutnya. Sedari tadi ia memang belum makan, hanya minum saja. Ibu mertuanya menyimpan semua makanan yang telah selesai dimasak dalam lemari yang langsung dikunci rapat hingga akhirnya Mia hanya bisa menahan rasa lapar sendirian.
"Ya, udah. Istirahat aja sebentar. Habis itu kerjakan lagi pekerjaan rumah yang belum selesai. Awas kalau sampai sore semuanya belum beres!"
Ancam mertuanya lagi dan diangguki yang lain yang seolah-olah mendukung perlakuan ibu mertua itu padanya. Padahal mereka sama-sama menantu di rumah ini. Bedanya Mbak Dina dan Mbak Sri, memiliki rumah sendiri sebelum menikah sehingga saat sudah menikah, suami-suami mereka itu tinggal bersama di rumah tersebut. Tidak seperti dirinya yang pasca menikah, ikut suaminya tinggal di rumah mertuanya ini.
Meski perintah agama mensyariatkan seorang istri untuk ikut ke mana suaminya mengajaknya tinggal, tetapi sepertinya tak begitu dengan pandangan ibu mertuanya. Dengan ikut suami, ia justru dituduh miskin karena tak punya kediaman sendiri.
Mia mengangguk, lalu pergi ke dapur dan istirahat sebentar di sofa santai yang ada di belakang dapur. Tadi, ia melihat masih ada beberapa potong kue sisa di sana. Ingin ia makan sedikit untuk mengganjal perut yang sudah lapar.
Kusembunyikan Kekayaanku Dari Suami dan Mertua Zalim (2) "Mia! Apa yang kamu lakukan? Kamu barusan ngelawan Ibu lagi ya?" Belum sepuluh menit duduk istirahat, suara Azmi, suaminya terdengar dari arah ruang tengah. Sosok suaminya muncul diiringi ibu mertua dan kedua adik iparnya yang memandanginya dengan tatapan menyalahkan. "Ngelawan? Siapa yang ngelawan, Mas?" Mia bangun lalu mendekati suaminya hendak mengambil tas kerja lelaki itu, tetapi dengan gerakan tak suka, Azmi mengibaskan tangannya. "Nggak usah pura-pura patuh kalau kenyataannya kamu selalu ngelawan Ibu, Mia. Ibu barusan cerita, dari tadi kamu disuruh bantu beresin rumah nggak mau, malah duduk-duduk aja, sementara Ibu repot sendirian. Benar begitu?" Azmi mendelik menatapnya tajam. Mendengar ucapan suaminya, Mia mendongak kaget. Ia tahu Bu Rina tak pernah menyukai kedatangannya sebagai menantu di rumah ini sejak awal, tetapi untuk tega memfitnahnya, sungguh ia tak pernah menyangka. "Ng-nggak benar itu, Mas. Dari pagi a
Kusembunyikan Kekayaanku Dari Suami dan Mertua Zalim (3)Mia meraih ponselnya saat benda pipih segi empat itu berbunyi. Sebuah notifikasi pesan whatsapp tampak bergulir di atas papan layar. Pesan dari admin aplikasi kepenulisan yang sedang ia tekuni saat ini.Berawal dari ketertarikan dirinya saat banyak teman-temannya di dunia maya menceritakan pengalaman mereka saat mereka menuangkan hobi tulis menulis yang dimiliki dengan bergabung di beberapa aplikasi kepenulisan online yang saat ini tengah marak berkembang, Mia pun merasa tertarik dan mulai mengikuti jejak teman-temannya meluapkan hobi di bidang literasi dengan mencoba menulis novel dan mempostingnya di aplikasi menulis online tersebut.Tak disangka keisengan yang berangkat dari hobi tersebut ternyata menghasilkan royalti cukup lumayan. Namun, royalti tersebut memang belum diterima karena ia juga baru satu bulan belakangan ini. Dan hari ini
Kusembunyikan Kekayaanku Dari Suami dan Mertua Zalim (4) Mia memarkir motornya di depan sebuah anjungan tunai mandiri. Antrian tidak terlalu ramai sehingga ia bisa cepat-cepat masuk dan melakukan transaksi di dalamnya. Tak sabar, wanita itu memasukkan kartu ATM dan mulai melakukan transaksi. Ini gajian pertamanya dari sebuah aplikasi kepenulisan yang meskipun baru dirilis, tetapi ternyata cukup bisa mewujudkan mimpinya sebagai seorang penulis selama ini. Ia sendiri sebenarnya bukan baru-baru ini saja kenal dunia tulis-menulis. Jauh sebelum ini, ia sudah sering menulis di platform kepenulisan, tetapi ia tak terlalu menekuni hingga hobinya itu belum menghasilkan apa-apa, kecuali hanya nama saja. Tetapi berkat informasi dari teman-teman sesama penulis akhirnya ia menjadi tahu bahwa ternyata ada beberapa platform menulis yang saat ini memberikan royalti pada penulisnya. Mereka menyarankannya untuk ikut gabung dan mendaftar di sana. Dan ternyata semua itu tidak sia-sia. Buktinya so
Kusembunyikan Kekayaanku Dari Suami dan Mertua Zalim (5)Mia masuk ke dalam kamar, mengunci pintu lalu melepaskan jaket tebal yang membungkus tubuhnya.Dikeluarkannya makanan kering yang barusan ia beli tadi lalu menyimpannya ke dalam tas pakaian berukuran besar di atas lemari.Saat ini perutnya masih kenyang. Nanti jika sewaktu-waktu lapar, ia bisa mengganjalnya dengan makanan kering yang barusan ia beli tadi.Mia mengambil ponsel lalu membuka menu catatan, hendak melanjutkan cerita bersambung yang sedang ia tulis dan berencana akan mempostingnya di aplikasi kepenulisan yang sedang ia ikuti tersebut.Namun, baru saja hendak melakukan aktivitasnya, tiba-tiba benda di tangannya berdering. Sebuah nama tampak berkedip-kedip di layar. Rika, sahabat karibnya.Wanita itu mengusap tombol jawab lalu menyapa sang sahabat di seberang sana."Assalamualaikum, Rik, tumben nelpon sore-sore, ada apa?" sapanya di telepon."Waalaikum salam ...
Kusembunyikan Kekayaanku Dari Suami dan Mertua Zalim (6)Azmi pulang saat jarum jam sudah menunjukkan angka dua belas malam. Penampilan lelaki itu tampak kusut dengan rambut dan kemeja yang berantakan.Bukan kebiasaan baru sebenarnya bagi lelaki itu pulang malam seperti ini, tetapi tetap saja batin Mia merasa sakit setiap kali menyambut suaminya pulang dalam keadaan lelah dan tidak berstamina lagi seperti sekarang ini.Entah dihabiskan di mana waktu suaminya itu setiap malam. Apakah dihabiskan di coffe shop bersama teman-temannya seperti yang sudah-sudah atau sekarang ganti bersama Mizka seperti laporan Rika, sahabatnya tadi? Ya, bisa saja kebiasaan nongkrong suaminya berubah sejak kenal Mizka."Mas, kamu dari mana?" tak tahan memendam rasa ingin tahu, akhirnya keluar juga pertanyaan itu dari bibir Mia.Azmi mendengkus keras mendengar pertanyaannya, "ngapain kamu tanya-tanya? Mau ke mana dan ngapain aja aku di luar, apa hakmu in
Kusembunyikan Kekayaanku Dari Suami dan Mertua Zalim (7)"Apa! Main perempuan? Jadi kamu menuduh aku sudah main perempuan? Lancang benar kamu! Tahu dari mana aku main perempuan! Hati-hati kamu bicara!" Azmi tampak kesal mendengar tuduhan Mia. Lelaki itu mengibaskan tangan lalu melempar jaket yang ia pakai dengan kasar ke atas tempat tidur. Mendengar tuduhan Mia, hatinya kesal bukan main."Firasatku yang mengatakan itu, Mas! Lihat penampilan kamu sekarang, baju kamu, rambut kamu, semua acak-acakan. Dan ini ... ada bekas lipstik dan parfum wanita di sini. Kamu masih mau bilang nggak main-main dengan perempuan di luaran?" Telunjuk Mia terarah pada kerah kemeja Azmi yang dinodai warna merah bekas noda lipstik perempuan, juga wangi bau parfum khas wanita yang menguar dari kemeja sang suami. Kedua hal itu rasanya cukup masuk akal untuk membuat ia menarik kesimpulan seperti itu."Kamu jangan nuduh sembarangan tanpa bukti ya, Mia! Ini cuma noda kotoran, bukan lipstik! J
Kusembunyikan Kekayaanku Dari Suami dan Mertua Zalim (8)Ditanya begitu, Azmi salah tingkah. Ia tak biasa berbohong pada ibunya tetapi untuk jujur berkata iya, ia juga ragu."Maaf, Bu ... aku ...." Azmi tergagap. Ia takut ibunya bakal marah jika ia berkata jujur, itu sebabnya ia tak mampu meneruskan kata-katanya dan bicara jujur tentang perselingkuhannya bersama gadis bernama Mizka itu."Nggak papa, kalau memang kamu menyukai perempuan ini dan perempuan ini juga menyukai kamu, ibu dukung kok. Sepertinya dia bahkan jauh lebih baik daripada istrimu ini. Jadi, lanjutkan saja hubungan kalian. Ibu merestui. Jujur, ibu lebih suka kamu menikahi perempuan ini daripada istrimu yang sekarang ini. Kamu dengar Mia, biar saja mereka melanjutkan hubungan. Kalau kamu ikhlas, biarkan Azmi menikah lagi, tapi kalau kamu nggak rela, silahkan kamu pergi dari rumah ini!""Ibu!" pekik Mia kencang.Bagaimana bisa ibu mertuanya bukannya melarang perbuatan buruk anak lelak
Melihatnya memotong jalan, Bu Rina hanya mampu mendengkus kesal. Tetapi perempuan paruh baya itu akhirnya berlalu juga dari kamar menantunya itu, toh Mia sudah setuju untuk keluar dari rumah ini pagi-pagi sekali. Itu yang penting. Sebentar lagi ia akan menerima kehadiran menantu baru, seorang pengusaha salon kecantikan bernama Mizka.*****Pagi-pagi sekali, usai melaksanakan salat subuh, Mia langsung beres-beres, mengepak pakaian.Meski rasa sedih masih sedikit menggelayutinya mengingat perkawinan seumur jagungnya yang tampaknya harus segera berakhir, tetapi Mia tak punya pilihan lain. Ia harus segera meninggalkan rumah ini demi memenuhi kehendak ibu mertua yang tak menginginkan lagi keberadaannya di rumah ini.Usai mengepak pakaian, Mia bergegas keluar kamar. Hendak berpamitan pada sang mertua. Sementara pada Azmi, suaminya, malam tadi ia sudah menegaskan jika pagi-pagi sekali ia akan pulang ke rumah orang tuanya, sesuai permintaan ibunya.A