Wano menyentuh daun telinga Yuna perlahan dengan bibirnya yang hangat dan lembap.Suara tawa yang lirih itu bergema di pikiran Yuna seperti mantra.Yuna pun tak bisa menahan gemetar tubuhnya.Mungkinkah Wano mencoba merayunya?Bisa-bisanya dia bergairah di klinik hewan, apa Wano mengira dirinya juga binatang?Yuna mundur sedikit seraya tersenyum tipis."Maaf, Wano, aku nggak tertarik padamu."Gairah Wano seketika lenyap karena ucapan Yuna yang dingin.Dia menatap wajah dingin dan tenang Yuna dengan suara yang penuh keputusasaan."Jadi, apa yang bisa membuatmu tertarik pada orang hina ini? Aku bisa melakukan apa pun yang kamu suka?Dia rela menjadi budak cinta, atau bahkan orang ketiga.Asalkan Yuna mau menyukainya, dia rela mengubah citranya demi cinta.Dia menatap Yuna dengan penuh kasih sayang, berharap melihat sedikit keharuan di wajahnya.Cukup sedikit saja, maka Wano akan merasa lega.Detik berikutnya, dia mendengar suara tajam Yuna."Aku nggak akan menyukai selama orangnya itu ka
Daerah itu cukup terpencil dengan sedikit orang di jalan. Yuna sudah berjalan cukup jauh ketika melihat sebuah toko mie.Disaat Yuna sedang berjalan ke toko itu, dia merasakan ada seseorang yang mengikutinya dari belakang.Dengan spontan Yuna menoleh ke belakang.Yuna melihat seorang pria dengan tatapan kejam dan jahat sedang menatap ke arahnya.Yuna mulai berlari karena merasakan ada yang salah.Namun tubuh Yuna terlalu lemah karena anemianya, sehingga dia tidak bisa berlari terlalu jauh ketika pria itu mengejar, Yuna juga mendengar seseorang berteriak di belakangnya."Matilah kamu Yuna!"Setelah itu Yuna merasakan sesuatu di siramkan ke punggungnya.Dengan cepat Yuna bisa merasakan rasa terbakar yang menusuk menyebar di punggungnya.Yuna tahu cairan apa itu.Kalau cairan itu mengenai wajahnya, mungkin hidup Yuna benar-benar akan berakhir.Yuna segera berlari mengabaikan semuanya dan bergegas mengeluarkan ponselnya untuk menelepon seseorang.Pria di belakangnya terus mengejar Yuna.Te
Air mata Yuna mengalir di wajahnya ketika melihat tubuh Wano yang penuh darah.Disaat itu muncullah pengawal yang bertugas diam-diam menjaga Yuna.Mereka segera membawa Wano ke rumah sakit.Setengah jam kemudian.Wano dibawa ke ruang UGD untuk perawatan.Yuna berdiri di koridor rumah sakit masih dengan tubuhnya yang basah.Zakri segera menenangkan Yuna, "Punggung Bu Yuna juga terluka, harus cepat diobati atau nanti bisa makin parah."Yuna menggelengkan kepalanya pasrah, "Nggak mau, aku mau tunggu di sini.""Pak Wano tetap mengutamakan luka Anda di kondisi darurat seperti tadi, dia nggak mau luka Anda jadi parah. Kalau Anda nggak mau mengobati luka itu, sama saja Anda menyia-nyiakan usaha Pak Wano."Zakri benar-benar seorang asisten terampil yang bisa dengan mudah menangkap maksud dari presdirnya.Yuna berhenti membantah kemudian pergi mengikuti dokter ke ruang perawatan.Operasi Wano selesai disaat luka Yuna juga sudah di obati.Yuna melihat Wano yang masih tidak sadar, terbaring di ra
"Selamanya kamu nggak bakal tahu seberapa dalamnya perasaanku pada kak Wano, ada kesepakatan nikah di antara kami berdua bahkan sebelum aku lahir. Hubungan kak Wano dan aku baik-baik saja, kami pasti sudah menikah sejak lama kalau bukan karena kemunculanmu."Yuna mengangkat alisnya, "Begitukah? Kalau memang perasaanmu begitu dalam pada Wano, kenapa kamu cepat-cepat kabur disaat dia terpuruk?""Itu ide ayahku, aku nggak punya pilihan.""Bukankah kamu punya beberapa pilihan? Kamu bisa memaksa akan bunuh diri, Keluarga Saradan sangat mencintaimu, mereka pasti lebih memilih punya menantu cacat daripada membiarkanmu mati. Atau karena Nona Qirana memang nggak mau menghabiskan hidup dengan orang cacat? Kamu pikir kamu begitu jujur sampai orang lain nggak bisa melihatnya?"Yuna bersandar santai di tepi pintu, semua ucapannya mengenai hati Qirana.Qirana merasa sangat marah.Kedua tangan Qirana mengepal erat.Mata Qirana menatap nyalang pada Yuna.Qirana sangat ingin maju menyerang Yuna dan mer
Yuna masih terkejut ketika Wano memanggilnya.Kemudian Yuna berjalan ke sisi ranjang Wano sambil menatap kosong ke arahnya, "Lukaku baik-baik saja, lukamu lebih parah dan butuh istirahat."Wano menarik Yuna ke dalam pelukannya dan tanpa ragu membuka baju wanita itu.Selembar kain kasa menempel di punggung putih Yuna.Permukaan kulit Yuna di bawah kain itu rusak dan bahkan tanda lahir kelopak mawar itu pun tidak bisa dilihat.Wano merasakan rasa sakit di hatinya ketika melihat luka Yuna.Wano tahu penyerangan ini diarahkan pada Yuna.Tujuan utama penyerangan adalah untuk menghancurkan tanda lahir Yuna.Jadi selain Wano dan Yudi, ada orang lain yang tahu Yuna adalah anak perempuan Maya.Jemari dingin Wano mengusap lembut kulit Yuna.Suara Wano terdengar serak, "Apa sakit sekali?"Yuna menggeleng lembut, "Dokter bilang kalau kamu nggak cepat mencucinya dengan air, luka ini bisa lebih parah."Yang bisa Yuna pikirkan saat ini hanyalah Wano dengan satu tangan menutup lukanya yang terus menge
Wendy memberikan sebuah kotak kue kecil pada Yuna, sambil tersenyum lalu berbisik di telinganya, "Jangan biarkan Wano mendapatkanmu dengan mudah, sudah sifat alami pria menyia-nyiakan apa yang bisa dengan mudah mereka dapatkan, mengerti?"Wendy sudah berlalu pergi sebelum Yuna bisa bereaksi.Wendy segera menelepon neneknya ketika melangkah keluar."Nenek tidur yang tenang, kulihat barusan Wano dan Yuna sedang berpelukan dan sepertinya nggak lama mereka akan tidur bersama lagi 'kan?Mendengar kabar Wendy membuat Marisa sangat bersemangat."Bagus sekali, rencana ini mulai berjalan. Besok semua orang di keluarga kita akan pergi berlibur dan para pelayan akan kuliburkan, aku nggak percaya cucu menantuku akan membiarkan cucuku menderita."Wendy mengagumi rencana Marisa.Seperti sebuah kalimat, siapa yang tidak berani mengambil resiko tidak akan bisa meraih hal besar.Hanya saja di sini Yuna adalah kelinci kecil polos dan Wano adiknya adalah serigala jahat.Yuna berdiri tidak bergerak lebih
Tanpa menunggu reaksi Yuna, Wano langsung menggenggam tangan Yuna dan menyusupkannya ke dalam piyamanya.Yuna terkejut dengan suhu panas tubuh Wano dan langsung menarik kembali tangannya.Wajahnya memerah, suaranya pun parau."Wano, kalau kamu macam-macam, aku nggak akan peduli lagi padamu!"Dia baru saja kehilangan kendali, jadi dia tidak akan membiarkan dirinya terjatuh ke dalam perangkap Wano lagi.Melihat bibir mungil Yuna yang sedikit memerah setelah dicium olehnya, Wano seketika tersenyum puas."Yuna, kamu masih punya perasaan padaku. Kamu juga tadi menikmatinya, 'kan?""Hentikan omong kosongmu!" Yuna kemudian meraih bantal dan melemparkannya kepada Wano.Melihat Yuna yang begitu marah, membuat Wano lagi-lagi tersenyum puas.Dia memang ingin membuat Yuna kehilangan kesabaran seperti ini.Namun, ketika ingin menghindari bantal yang dilempar Yuna, Wano malah tak sengaja menyentuh lukanya.Rasa sakit itu membuatnya mendesah secara mendadak.Dia langsung memohon dengan suara memelas,
Di sisi lain.Wano baru saja hendak mengambil telepon untuk menelepon Yuna. Dia ingin bertanya mengapa Yuna belum kembali.Pintu ruang rawat tiba-tiba terbuka.Qirana mendorong kursi roda Vina dan berdiri di depan pintu.Tidak terlihat bayangan dari pengusirannya semalam, wajahnya tetap tersenyum dengan indahnya."Kak Wano, bibi memintaku mengantarnya ke sini untuk melihatmu."Suasana hati Wano yang baik langsung sirna oleh kedatangan mereka.Wano kemudian berkata dengan agak kesal, "Baru aja sadar. Kalau nggak istirahat dengan baik, nanti bisa kenapa-napa."Meskipun wajah Vina tampak murung, tetapi dia berbicara dengan penuh semangat.Vina menatap luka-luka di tubuh Wano, lalu berkata, "Apa kamu rela mati begitu saja cuma gara-gara Yuna? Dia hanya bisa menyusahkanmu, 'kan? Kenapa kamu begitu tergila-gila padanya?"Mata Wano seketika berkilat dingin."Dia wanitaku, terserah bagaimana aku mau memperlakukannya. Aku bebas menentukan hidup dan matiku, jadi orang lain nggak perlu ikut campu