Share

Bab 4 - Keluarga Bermuka Dua

“Tidak perlu terkejut seperti itu, Sayang.” Renata terkekeh melihat wajah Elisa yang pucat pasi. Dia yakin menantunya itu sangat terkejut, kaget dan tidak menyangka, sampai berdiri dari duduknya dan terlihat linglung seketika.

“Aku sudah membicarakan hal ini dengan dokter yang merawat Stevan. Dia tetap bisa memiliki seorang anak walaupun masih terbaring koma. Kamu pasti pernah mendengar istilah inseminasi buatan, kan?”

“Inseminasi buatan?”

Elisa menggenggam ujung gaunnya, berusaha tetap tenang meskipun keraguan menggelayuti hatinya. Dia tidak benar-benar menyerahkan dirinya sebagai seorang istri, hanya ingin merawat Stevan sampai pria itu sembuh. Namun, apa yang terjadi sekarang benar-benar di luar dugaan.

“Bidang kedokteran sekarang ini sudah semakin canggih. Aku sudah mencari dokter spesialis paling berpengalaman untuk menangani masalah ini. Begitu kamu setuju, aku akan mengantarmu untuk bersiap. Pertama-tama kamu harus melakukan medical check up secara keseluruhan.”

“Tunggu! Apa Mama sudah gila?” Harris yang sedari tadi hanya diam di tempatnya, memberanikan diri untuk mendekat ke arah Renata. Dia dengan jelas menyatakan ketidaksetujuannya dan menuntut penjelasan dari ibunya.

Renata melirik putra tertuanya, tapi tak mengatakan apa pun. Tatapannya kembali beralih kepada Elisa yang masih tertegun. Keraguan tampak jelas dari sorot mata indahnya.

“Bagaimana, Sayang? Katakan iya dan kita bisa pergi ke rumah sakit sekarang.”

“Ma! Stevan pasti akan marah jika mengetahuinya.”

“Apa aku meminta pendapatmu?” sindiran Renata berhasil membuat Harris tertegun.

“Urusan Stevan menjadi urusanku juga, Ma. Sebagai Kakak, aku berhak ikut menentukan—”

“Di mana kamu saat dia mengalami kecelakaan hebat hari itu? Apa kamu menolongnya?” Mata Renata memicing. “Alih-alih mengunjunginya di rumah sakit, kamu sedang sibuk berfoya-foya dengan istrimu di sebuah pesta!”

Harris sudah membuka mulutnya, tapi tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun dari sana. Akhirnya, dia hanya bisa diam.

Melihat Harris yang tidak bisa berkutik, Renata mendengus sambil membuang muka. Wanita itu lantas kembali menatap Elisa yang sedari tadi hanya diam.

“Bagaimana, Elisa? Kamu tidak akan menolak permintaan Mama kan? Kita akan lakukan inseminasi buatan secepatnya saat kamu sudah siap. Lebih cepat, lebih baik.”

Elisa meneguk ludah. Dia memang pernah mendengar istilah medis itu, tapi tidak pernah menyangka akan mengalaminya sendiri. 

Sependek pengetahuannya, inseminasi buatan hanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang kesulitan memiliki momongan. Bukan oleh gadis yang bahkan belum pernah berhubungan sepertinya!

“Ma … Mama tenang dulu. Tolong jangan tergesa-gesa.” 

Shana, istri Harris berusaha membujuk mertuanya karena sang suami sudah tidak berdaya.

“Mama lihat Elisa. Dia itu masih terlalu muda, pasti belum siap untuk memiliki seorang anak. Sekarang, fokusnya adalah merawat Stevan sebaik mungkin. Jangan membebaninya dengan hal-hal lain.”

Elisa hampir mengangguk, tapi diurungkan saat melihat Renata mengangkat sebelah alisnya. 

“Aku tahu, Mama pasti khawatir Stevan tidak akan terbangun dari koma seperti yang dokter katakan. Tapi, kita tidak bisa mengambil keputusan sembarangan …

Bagaimana jika kehamilan Elisa bermasalah? Bukankah kita sia-sia mengeluarkan dana untuk inseminasi buatan? Lebih baik uang itu kita gunakan untuk membeli aset! Saat Stevan sadar dari koma, baru kita bantu mereka untuk memiliki momongan.”

Elisa mengerutkan keningnya, dia tidak tahu seberapa dekat Stevan dengan wanita yang masih mengoceh di depannya. Namun, kalau dibilang dia perhatian kepada Stevan, rasanya lebih cocok mengatakan wanita itu hanya tidak ingin Stevan punya keturunan?

Mata Elisa memicing. ‘Harris dan Shana, dua orang ini … sepertinya hanya ingin menguasai harta keluarga Wijaya.’

Akan tetapi ….

“Aku setuju ….”

Mendengar ucapan Elisa, mata Shana berbinar. “Apa kubilang? Elisa pasti akan setuju denganku!” 

Shana sudah menampilkan senyum kemenangan di wajahnya. Dia tahu Elisa adalah kekasih putranya dulu, jadi tidak mungkin Elisa ingin mengandung anak Stevan.

“Aku setuju melakukan inseminasi buatan.”

Sontak, Shana melongo. “Apa!?” Dia menatap Elisa dengan mata melotot tak percaya.

“Jika itu yang Mama inginkan, aku akan melakukannya. Hari ini juga tidak masalah. Toh, aku sudah resmi menjadi istri Stevan. Mengandung anaknya bukanlah kejahatan meski harus melalui proses inseminasi buatan.” 

“Elisa!” seru Shana dengan wajah panik. “Jangan gegabah! Kamu yakin ingin hamil anak pria yang–”

“Aku yakin.” Elisa tersenyum kepada Shana. “Terima kasih sudah perhatian kepadaku.”

Renata terlihat sangat puas. Dia tidak salah menilai menantunya. Elisa bisa diandalkan dan cukup cerdas untuk membaca situasi. “Kalau begitu, persiapkan dirimu. Kita pergi tiga puluh menit lagi.” 

Melihat perkembangan adegan, Shana menjadi semakin panik. “Suamiku, lakukan sesuatu!” Shana menarik tangan Harris, meminta pria itu membujuk ibunya sekali lagi.

Renata melirik putra tertua dan sang menantu sekilas sebelum masuk ke kediaman utama dan meninggalkan tempat tersebut. Tidak jauh di belakangnya, Elisa juga meninggalkan tempat itu untuk kembali ke rumah Stevan.

Di sisi yang lain, tampak Alex mengepalkan tangannya. Dia mendengar semua pembicaraan mereka. 

Harris pun melirik ke arah sang putra. “Alex! Bukankah Elisa menurut padamu!? Cepat bujuk dia!”

Alex menganggukkan kepala. Tentu saja dia tidak akan membiarkan Elisa mengandung anak Stevan! Rencananya untuk menguasai harta sang nenek bisa kacau!

Dengan langkah tergesa, pria itu berusaha menghadang Elisa sebelum kembali ke rumahnya.

“Elisa!”

Alex tiba-tiba muncul dan menghadang Elisa dengan mencengkeram tangan wanita tersebut. Dia berusaha memasang wajah sedih untuk mendapatkan perhatian Elisa seperti biasanya.

“Kamu baik-baik saja?”

Elisa tak menjawab, mengamati wajah Alex dengan seksama. Dia harus berpura-pura tidak tahu kebusukan pria itu dan tidak memancing kecurigaannya.

“Aku baik-baik saja.” Elisa melepaskan tangannya dari genggaman Alex. “Tolong jaga sikap. Kalau nenekmu melihat kita, dia akan merasa aneh.”

“Kenapa kamu setuju melahirkan anak untuk Stevan? Kamu lupa kalau pernikahan kalian hanya pura-pura?”

“Cincin berlian ini menjadi bukti bahwa aku sudah menikah,” tegas Elisa menunjukkan cincin di jari manisnya. “Dengan bukti nyata seperti ini, tidaklah wajar menolak permintaan nenekmu.”

“Elisa sayang, aku—”

“Berhenti memanggilku seperti itu!” Elisa memotong ucapan Alex, memasang wajah jijik yang membuat Alex terkejut. Dia sudah muak melihat sandiwara Alex dan ingin segera memasuki rumah Stevan yang hanya tersisa jarak beberapa langkah saja.

“Elisa, kenapa kamu jadi seperti ini?” Alex memasang wajah terluka, walau hatinya merasa kesal. ‘Wanita jalang, bisa-bisanya dia membentakku!?

Seakan tahu pikiran Alex, Elisa mendengus. “Seperti apa? Bukankah kamu yang memintaku menikahi Stevan?” tanyanya dengan senyuman sinis. “Sekarang, aku sudah melakukannya, kenapa kamu masih terus menggangguku?”

“Kamu hanya pura-pura! Untuk apa benar-benar bersedia mengandung anaknya?!” bentak Alex dengan wajah frustrasi. 

Sadar bahwa dirinya kelepasan, Alex memasang wajah sedih.

“Maaf, El. Aku hanya tidak rela kamu mengandung anak dari pria lain. Aku mencintaimu dan aku–”

“Jika aku melahirkan anak untuknya, semua harta Stevan bisa menjadi milikku. Bukankah itu yang kamu inginkan? Apa masalahnya?”

Saat pertanyaan itu melambung, Alex mengerjapkan mata.

Ah, jadi itu maksud Elisa. Dia ingin mengandung anak Stevan agar bisa menguasai hartanya dengan sah!

Alex tersenyum. Dia mengira Elisa akan membantunya mendapatkan seluruh properti Stevan seperti rencana awal mereka.

“Ah, kamu benar, El! Kamu sungguh cerdas! Tentu saja kamu harus melakukan itu. Aku setuju.” 

Tawa hambar Alex membuat Elisa menarik satu sudut bibirnya. Dia semakin mengerti tabiat buruk kekasihnya dan bertekad tidak akan terjebak dengan rayuan gombal pria itu lagi di masa yang akan datang. Bahkan, rasa cinta yang dia miliki untuk Alex sudah pudar dengan sendirinya setelah mengetahui semua kebusukannya.

“Kamu tidak perlu khawatir, Elisa. Aku pasti akan memperlakukan anak itu dengan baik seperti anak kandungku sendiri.”

Elisa mendengus, lalu berkata, “Kalau tidak ada hal lain, aku pergi dulu. Aku harus mengurus Stevan.”

“Ya! Ya! Pergilah dan urus pamanku itu dengan baik!” ucap Alex sembari tersenyum lebar. “Kalau perlu apa-apa, jangan sungkan untuk menghubungiku ya, Sayang!”

Dalam hati Elisa, dia merasa jijik. Namun, dia tidak mengatakan apa pun dan hanya berbalik pergi. 

Sebelum sepenuhnya masuk ke dalam rumah, dia melirik ke belakang dan melihat sosok Alex yang meninggalkan kediaman dengan langkah senang. 

Dasar pria bodoh.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Susi Yozhi
sampe disini makin seru....lanjut....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status