Halo, teman-teman! Maaf banget Author baru bisa update lagi :") Sebentar lagi, kita akan berpisah dengan Stevan dan Elisa, nih. Terima kasih banyak sudah membaca kisah mereka sampai sejauh ini ya. Sampai bertemu di beberapa bab terakhir!
Stevan semakin sibuk menjelang hari persalinan Elisa. Ia ingin menyelesaikan banyak pekerjaan sekaligus sebelum mengambil cuti agar bisa fokus pada sang istri dan calon buah hati mereka nantinya. Kesibukan itu tentu berimbas pada banyak orang, tidak hanya Mario, tetapi juga divisi-divisi lain di bawah pengawasan Stevan, termasuk Alex yang sudah mendapatkan kepercayaan untuk mengepalai beberapa project besar. Namun, di tengah-tengah kesibukan itu, baik Stevan maupun Alex masih bisa mencuri waktu untuk orang-orang terkasih. Sesibuk apapun mereka di kantor, mereka masih meluangkan sedikit waktu untuk sekadar bercengkerama lewat panggilan telepon atau video. Obrolan singkat itu selalu menjadi pelipur di tengah hectic-nya pekerjaan di kantor. “Kau yakin tidak menginginkan apapun? Aku akan membelinya saat pulang nanti,” kata Stevan sambil menaikkan bingkai kacamata baca yang turun ke pangkal hidungnya. Matanya masih fokus pada dokumen di hadapan, dengan pulpen di tangan yang sesekali men
“Minggu depan?!” Elisa menjauhkan ponsel dari telinganya mendengar suara pekikan gadis di seberang sambungan. Ia tertawa mendengar suara grasak-grusuk yang terasa familiar. Meski sudah lama tidak saling kontak, nyatanya sahabatnya itu belum berubah, masih heboh seperti dulu saat mereka pertama kali berteman. “Astaga, aku belum menyiapkan apapun untuk calon bayimu!” kata Sera, terdengar panik. “Tenanglah, Sera,” kata Elisa sambil tertawa. “Kamu tidak perlu menyiapkan apapun.” “Tidak perlu bagaimana?! Calon keponakanku yang pertama akan lahir ke dunia, tidak mungkin aku tidak menyiapkan apapun!” protes Sera. Nadanya terdengar panik sekaligus antusias. Elisa tersenyum, senang karena Sera menyebut calon buah hatinya sebagai keponakan meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah sama sekali. “Besok aku akan berbelanja setelah makalah sialan ini selesai,” gerutu Sera, yang lagi-lagi membuat Elisa tertawa mendengarnya. Sudah lama sejak terakhir kali mereka bertemu. Keduanya dis
‘Paman, maaf mengganggumu malam-malam. Tapi aku ingin mengabarkan kalau Papa sudah siuman. Dia sudah dipindahkan ke kamar inap biasa.’ Elisa membaca pesan yang dikirimkan oleh Alex kepada Stevan. Ia mengerjapkan mata beberapa kali untuk memastikan penglihatannya tidak keliru. Wanita itu lalu menatap Stevan yang tidak mengatakan apapun. Namun, melihat tubuhnya yang menegang, Elisa bisa memastikan bahwa suaminya juga sama terkejutnya dengan dirinya.“Steve? Kamu baik-baik saja?” Stevan tampak tercenung di tempatnya. Perasaannya campur aduk. Ia pikir Harris tak akan mampu melewati masa kritis panjangnya. Stevan pikir, pada akhirnya maut lah yang menjadi hukuman bagi kakaknya itu. Tapi ternyata, Sang Maha Kuasa punya rencana lain. Dan Stevan tidak tahu perasaan apa yang selayaknya ia rasakan saat ini. Melihat kemelut di wajah suaminya, Elisa lantas mengusap-usap lengannya dengan lembut, mencoba menyalurkan rasa nyaman yang menenangkan. “Apa yang kamu rasakan, Steve?” Elisa ragu-ragu
*Satu minggu kemudian …. “Proses penyelidikan berjalan dengan lancar, Tuan. Tidak ada kendala. Tuan Harris dan juga Hilda mengakui semua perbuatan mereka. Bukti-bukti yang terkumpul sudah cukup untuk menuntut keduanya di meja hijau.” Stevan mengangguk sambil membaca berkas yang dibawa oleh Mario. “Tuntutan 10 tahun penjara?” “Benar, Tuan,” Mario mengangguk. Stevan mengangguk puas. Selain 10 tahun mendekam di balik jeruji besi, Harris dan Hilda juga harus membayar biaya denda yang tidak sedikit jumlahnya. Stevan lantas menutup dokumen dan menatap Mario. “Pastikan hal ini tidak mempengaruhi Wijaya Group.” Mario mengangguk. “Semuanya aman terkendali, Tuan. Semenjak Tuan Harris dikeluarkan dari jajaran direksi dengan cara tidak terhormat, kasus ini tidak membawa dampak besar bagi perusahaan.” “Bagus. Pertahankan,” kata Stevan.Mario kembali mengangguk. “Nyonya Besar akan mengambil alih selama Tuan cuti panjang?” “Ya. Kau bisa berkoordinasi dengan asisten Mama mulai hari ini. Janga
“Ibu tirimu memiliki utang besar, dan satu-satunya cara melunasi utang ini adalah dengan menikahi pamanku.”Elisa tercengang, tidak mampu percaya dengan ucapan Alex, sang kekasih.Menikah dengan paman sang kekasih untuk melunasi utang ibu tirinya? Omong kosong macam apa ini?!“Utang wanita itu tidak ada hubungannya denganku! Kenapa jadi aku yang menanggungnya?!” sergah Elisa. “Kenapa juga malah kamu yang repot-repot mengabarkanku mengenai hal ini?!”Alex menggenggam tangan Elisa, berusaha menenangkannya. “Ibu tirimu menjadikanmu jaminan jikalau dia tidak bisa mengembalikan uang yang telah dia pinjam.”“Apa katamu?” Elisa terbengong, tidak mampu memercayai hal yang baru saja dia dengar.Kepala Alex mengangguk, ekspresi tidak berdaya terpasang di wajahnya. “Mengetahui hal ini, aku berniat untuk membantu membayarkan utang ibu tirimu. Akan tetapi …,” dia menggertakkan giginya, merasa sangat malu. “... jumlahnya terlalu besar.”Alex cepat-cepat mengangkat kepalanya.“Oleh karena itu, aku
“Silakan sebelah sini, Nyonya. Kamar Anda dan Tuan Muda ada di lantai dua,” ucap seorang pelayan yang menyambut Elisa dan sekarang membimbing jalannya. Setelah meninggalkan restoran dan menenangkan dirinya, Elisa pun pergi ke kediaman suaminya. Dirinya sudah menikah dan terikat dengan Stevan Wijaya. Demikian, alih-alih meratapi dirinya yang masuk dalam jebakan Alex dan Stella, dia akan mencari cara untuk menjaga Stevan sekaligus memastikan cara menjauhkan harta pria itu dari tangan orang-orang jahat yang menginginkannya!Elisa berjalan melewati ruang tengah yang begitu lengang. Tak ada seorang pun di sana. Rumah mewah dengan lampu kristal super besar itu terasa dingin, tak ada kehangatan sama sekali.“Apa tidak ada orang lain di rumah ini? Kenapa sepi sekali?” Elisa meniti satu persatu anak tangga sambil menoleh ke sana kemari, tapi tak mendapati siapa pun.“Tuan Stevan tinggal sendiri. Beliau tidak pernah mengizinkan orang lain berbagi atap dengannya. Kami hanya bertugas membersihka
“Tadi aku melihatnya sendiri! Mata Stevan terbuka!” seru Elisa kepada pelayan yang tadi mengantarnya ke depan kamar Stevan. Sesaat lalu, Alex ketakutan dan lari tunggang langgang saat melihat Stevan tiba-tiba membuka matanya. Elisa yang takut salah memperlakukan pria itu, memutuskan untuk memanggil pelayan yang mengantarnya. Namun, saat pelayan wanita itu tiba, mata Stevan sudah tertutup kembali!Mendadak sebuah suara berkata, “Itu hanya refleks spontan, bukan tanda bahwa dia bangun dari koma.” Seorang wanita paruh baya dengan setelan pakaian elegan memasuki kamar Stevan, membuat pelayan yang menemani Elisa langsung menundukkan badannya.“Selamat datang, Nyonya Renata. Ini Elisa Andara, wanita yang—”“Aku tahu. Kamu tidak perlu menjelaskannya.”Elisa meneguk ludah, menatap Renata dengan perasaan tidak nyaman. Dari pembawaan dan gaya bicaranya, terlihat jelas jika wanita itu cukup otoriter dan keras kepala. Tipikal orang yang tidak akan segan memaksakan kehendaknya.“Tidak perlu taku
“Tidak perlu terkejut seperti itu, Sayang.” Renata terkekeh melihat wajah Elisa yang pucat pasi. Dia yakin menantunya itu sangat terkejut, kaget dan tidak menyangka, sampai berdiri dari duduknya dan terlihat linglung seketika.“Aku sudah membicarakan hal ini dengan dokter yang merawat Stevan. Dia tetap bisa memiliki seorang anak walaupun masih terbaring koma. Kamu pasti pernah mendengar istilah inseminasi buatan, kan?”“Inseminasi buatan?”Elisa menggenggam ujung gaunnya, berusaha tetap tenang meskipun keraguan menggelayuti hatinya. Dia tidak benar-benar menyerahkan dirinya sebagai seorang istri, hanya ingin merawat Stevan sampai pria itu sembuh. Namun, apa yang terjadi sekarang benar-benar di luar dugaan.“Bidang kedokteran sekarang ini sudah semakin canggih. Aku sudah mencari dokter spesialis paling berpengalaman untuk menangani masalah ini. Begitu kamu setuju, aku akan mengantarmu untuk bersiap. Pertama-tama kamu harus melakukan medical check up secara keseluruhan.”“Tunggu! Apa Ma