Share

Chap 5 - Xavier Jayden Vladimir

Avery segera pergi ke garasi untuk melihat apakah mobilnya masih ada atau tidak. Sarmin melihat Avery sedang berjalan ke arah garasi, iapun mengikuti Avery dari belakang. 

“Ada apa, Non? Ada yang bisa bapak bantu?” tanya Sarmin sopan.

Avery tersentak kaget mendengar panggilan dari Sarmin. “Apakah mobilku masih ada, Pak?” tanya Avery kepada Sarmin pelan. Ia masih berdiri ragu di depan garasi mobil yang tertutup pintu. Avery ingin mencari mobilnya yang berwarna merah berlogo tiga bintang.

“Masih, apakah Non ingin menggunakannya sekarang?” tanya Sarmin bingung. 

“Ya.” Avery mengangguk.

Sarmin segera membuka pintu garasi mobil. Ia menunjukkan tempat parkirnya mobil Avery.

“Mobil ini masih dalam kondisi sangat bagus dan terawat. Setiap hari bapak selalu menyuruh saya memanaskannya dan sering di bawa ke bengkel untuk pengecekan mesinnya. Bapak berkata, nanti jika Non Avery datang, mobil ini harus siap digunakan dan aman dari segala macam kerusakan,” jelas Sarmin sambil membuka sarung mobil Avery perlahan.

“Terima kasih.” Avery sedikit terenyuh dengan penjelasan Sarmin. Ia tidak menyangka ayahnya akan menjaga barangnya sampai seperti itu bahkan memperbaiki segala cacat yang telah Avery buat sebagai pelampiasan kemarahan pada ayahnya.

Setelah Sarmin membuka penutup mobil milik Avery, tidak ada debu yang menempel pada mobil itu, bahkan warna catnya masih merah mengkilap. Seperti tidak pernah ditinggalkan sedikitpun oleh Avery.

“Silahkan, Non dicek terlebih dahulu,” ucap Sarmin menunjuk mobil Avery dengan jari jempol kanannya.

Avery mengelilingi mobilnya yang sudah lama tidak ia gunakan. Semua masih terlihat sama seperti tujuh tahun lalu bahkan terlalu mulus tanpa goresan yang pernah Avery lakukan dahulu saat marah kepada ayahnya. Semua sudah diperbaiki oleh ayahnya.

Rasa tidak tega karena terlalu kejam memperlakukan ayahnya membuat Avery berpikir kembali, apakah ia sudah salah berbuat seperti itu terhadap ayahnya sendiri? Tapi kekecewaannya yang terlalu mendalam pada perbuatan ayahnya dahulu seolah membuat Avery mengenyahkan segala rasa tidak tega yang ia miliki. Avery tidak mau berlama-lama terlarut dalam perasaan terhadap ayahnya, saat ini yang paling penting adalah menemukan Rosalind, adiknya.

Avery menyalakan engine start, dan mencoba menginjak pedal gas pada mobil itu, bunyi raungan kas mobil kuda jingkrak sangat menyenangkan untuk didengar oleh Avery. Setelah itu, Avery mulai menjalankan mobilnya perlahan keluar dari garasi rumahnya. Ia merasa bahagia bisa menyetir kembali mobil yang pernah ia idapatkan sebagai hadiah ulang tahun dari ayahnya yang saat itu sangat ia sayangi.

Setelah keluar dari gerbang rumahnya, Avery hanya bisa memacu kendaraan dengan kecepatan 20 Km/jam saja karena hari ini jalanan kurang bersahabat dengannya. Kepadatan lalu lintas membuat ruang geraknya semakin sempit. Avery membutuhkan waktu hampir satu jam untuk sampai ke komplek perumahan Nina di daerah Grand Intercon, Jakarta Barat. Avery turun dari mobil dan mulai memencet bel untuk memanggil orang di dalam rumah untuk membukakan pintu.

“Maaf, anda siapa?” tanya seorang satpam yang mendekati Avery di depan pintu gerbang.

“Saya Avery, kakak dari Rosalind, temannya Nina,” Avery melepaskan kacamata hitamnya dan memandang satpam itu.

“Ah, Nona sedang ada di dalam, sebentar saya tanyakan terlebih dahulu ya, Non.” Satpam itu masuk ke dalam posnya dan terlihat menelepon. Setelah menutup teleponnya, satpam itu bergegas mendatangi Avery kembali.

“Non, silahkan masuk. Nona Nina sudah menunggu.” Satpam itu tersenyum dan membukakan pintu gerbang agar mobil Avery bisa dimasukkan ke dalam pekarangan rumah.

“Terima kasih, Pak,” ucap Avery sopan. Ia segera memakai kacamatanya dan masuk ke dalam mobil untuk memasuki pekarangan rumah Nina yang cukup megah walaupun masih tidak bisa menandingi Avery.

Setelah sampai ke tempat parkir yang diarahkan oleh satpam tersebut, Avery keluar dari mobilnya dan Nina sudah ada di pintu masuk menyambut kedatangan Avery.

“Kakak, kapan datang ke Jakarta?” tanya Nina girang. Ia sangat bahagia bertemu Avery setelah tujuh tahun berpisah.

“Kemarin, Nina. Kamu apa kabar?” tanya Avery sambil memeluk Nina.

“Baik, tentu saja aku baik. Kakak bagaimana?” Nina memeluk erat Avery.

“Tidak baik.”

“Kenapa? Ada masalah?” tanya Nina bingung.

“Rosalind hilang. Kamu tahu dia berada dimana?” selidik Avery.

“Rosalind? Bukankah dia sedang jalan-jalan? Dia mengatakan di chat bahwa ia butuh refreshing,” jawab Nina bingung.

“Bisakah kamu memperlihatkan chat dari Rosalind?”

“Ini, Kak.” Nina memberikan handphonenya yang berisi chat dengan Rosalind.

“Empat hari lalu?” Avery melihat semua histori chat Rosalind dengan Nina. Tapi ada satu hal yang ia masih penasaran dengan chat yang diberikan oleh Nina.

“Nin, Siapa Xavi?” tanya Avery penasaran dengan nama pria yang berada di chat Rosalind dan Nina.

“Ah, dia pacar Rosalind yang baru. Mungkin sudah enam bulan mereka berpacaran,” jelas Nina.

"Enam bulan?" Avery sendiri heran mengapa Rosalind tidak memberitahukan sebelumnya. “Siapa nama panjang pria itu?” selidik Avery.

“Xavier Jayden Vladimir," ucap Nina yakin.

“Vladimir?” Avery mengernyitkan dahinya. Ia sangat mengetahui bahwa Vladimir adalah perusahaan yang selama ini bersaing bahkan menjadi musuh bebuyutan bagi perusahaan Vermont. Bagaimana bisa Rosalind memiliki pacar seorang Vladimir?

“Dia CEO Vladimir Corp sekarang, Kak, mungkin ia baru menjabat sebagai CEO sekitar tiga bulan lalu,” jelas Nina.

“Terus bagaimana hubungannya dengan Rosalind sekarang?”

“Sepertinya sudah putus karena Xavi terlalu sibuk dengan pekerjaannya.  Rosalind cukup sedih dengan hubungannya yang kandas, jadi dia ngin menenangkan diri,” jelas Nina murung.

“Apakah ada hal lain yang terjadi di antara mereka?"

“Entahlah, Kak,” Nina hanya bisa mengedikkan bahunya saja, "Rosalind menjadi banyak rahasia sejak berpacaran dengan Xavi." tambah Nina.

"Banyak rahasia?" tanya Avery heran.

"Ya, Rosalind tidak banyak mau bercerita tentang Xavi karena Xavi tidak suka identitasnya dibongkar oleh siapapun. Bahkan mereka berkencan harus menggunakan masker dan topi agar tidak ada yang melihat mereka," jelas Nina.

"Cukup mencurigakan."

"Benar. Aku sudah pernah memperingatkan Rosa tentang keanehan Xavi, tapi Rosa sepertinya sudah cinta mati dengannya sampai ia tidak mau mendengarkan aku lagi," ucap Nina sedikit protes karena tidak dipedulikan oleh Rosalind.

"Aku akan menyelidiki Xavier. Oh ya apakah Rosa pernah mengatakan dia akan pergi refreshing kemana?” tanya Avery penasaran.

“Dia hanya mengatakan refreshing di pedesaan yang jauh dari Xavi. Ia tidak mau berada di kota terlebih dahulu,” jelas Nina mengingat apa yang telah dikatakan oleh Rosalind.

“Pedesaan dimana? Apakah kamu tahu?”

“Tidak, Kak. Rosa mengatakan rahasia saja. Ah, atau kakak mungkin bisa bertanya pada satu temannya yang berada di pedesaan juga.” Tiba-tiba Nina mengingat nama teman yang berasal dari pedesaan.

“Siapa namanya? Dimana aku harus mencarinya?” tanya Avery penasaran.

“Namanya Theo. Ia berasal dari Jawa Barat. Tapi aku masih tidak tahu dimana dia berada. Jawa Barat sangatlah luas.”

“Siapa nama panjangnya?”

“Theo Santoso. Ia adalah kenalan Rosalind di kampus. Mungkin kakak bisa mencari tahu tentang dirinya di kampus.”

“Terima kasih banyak, Nina. Kamu sangat membantu.” Avery memeluk Nina dan berpamitan. Ia segera menelpon ayahnya untuk mencari tahu.

“Temukan Theo Santoso, teman kampus Rosalind. Ia tinggal di Jawa Barat,” perintah Avery di telepon. Sudah tidak ada waktu yang bisa ia sia-siakan untuk mencari keberadaan Rosalind, ia harus bertindak cepat sebelum semuanya terlambat.

“Baik,” ucap Jordan singkat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status