"Bisa minta waktumu." Inggrid menyentuh lengan kiri Akbar yang berlapis jas. "Kita harus bicara, kapan kau sempat? Aku selalu siap." Inggrid dengan raut wajah memohon dan sendu. Sungguh Akbar ingin tertawa, "Baiklah, kebetulan ada yang ingin aku sampaikan."
Wajah Inggrid berubah berseri mendengar ucapan Akbar.
"Jangan sok akrab denganku dan hentikan usahamu untuk kembali padaku. Singkirkan juga tanganmu," Akbar menghempaskan tangan Inggrid dan menepuk-nepuk lengan jas yang dipegang Inggrid seakan menghilangkan debu yang menempel.
Akbar Berjalan meninggalkan Inggrid yang kesal karena perlakuannya.
"Kirain mau CLBK," ujar Bowo.
"Masih betah di Gigital Winner? Kalau udah bosen bilang, nanti saya mutasi kamu ke Timbuktu."
Bowo berdecak, "Saya enggak seputus asa itu Pak."
.
.
Ana yang hampir sampai di H&M store melihat Aldi. Saat hendak memanggil, Ana melihat Aldi bersama seorang wanita. Bukan wanita yang seumuran dengannya atau Aldi, mungkin seumuran dengan Ibu atau tantenya.
Semua yang dikenakan wanita itu adalah barang branded, wanita itu menangkup kedua pipi Aldi lalu Aldi memeluknya dan si wanita itu melambaikan tangan sambil berjalan menjauhi Aldi. Ana semakin penasaran, wajarkah kalau ia menanyakan siapa wanita itu. Apalagi kini Ana adalah kekasih Aldi.
Menenteng dua buah paper bag, Aldi berbalik dan melihat Ana. "Sudah sampai?" Ana mengangguk. "Yang tadi siapa Kak?" Ana bertanya dengan pelan dan hati-hati.
"Owh, Tante aku." Ana mengangguk, dalam hatinya merasa lega karena merasa ada sesuatu yang aneh tapi jawaban Aldi membuatnya tidak lagi berfikir negatif.
"Kak Aldi, hari ini enggak kerja ajak aku ketemu di sini?"
Aldi merangkul bahu Ana lalu berjalan, "Kalau enggak dipaksain susah ketemuan sama kamu."
"Tapi aku enggak enak kalau Kak Aldi sampai bolos kerja." Aldi tertawa, "Aku sudah enggak kerja, sedang mengerjakan project."
"Project apa kak?"
"Hmm, rahasia."
Ana mencubit pinggang Aldi, "Auww, perih Na." Aldi mengusap pinggangnya.
"Lagian pake rahasia segala," ucap Ana.
Aldi tersenyum, "Kita mau ke mana?"
"Hmm, nonton yuk Kak, habis itu kita karaoke, eh tapi makan dulu ya."
Aldi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, inilah yang membuatnya malas berpacaran dengan perempuan yang umurnya di bawah dia. Selain malah menghabiskan budget, ribet dan jarang bisa diajak bermain hal yang menyenangkan karena belum berpengalaman. Maka dari itu, dia lebih senang jalan dengan yang lebih dewasa, selain akan dapat apa saja yang diinginkan juga akan terpuaskan perut dan bawah perut. Aldi tersenyum membayangkan hal-hal tersebut.
"Kak, gimana?"
"Eh, hmm gimana ya. Kita makan dulu aja ya."
"Oke, di mekdi ya kak."
Aldi menghela nafas, sungguh dengan Ana banyak sekali perbedaan kesukaan. "Boleh," ucap Aldi terpaksa. Bukan karena cinta mati Aldi mendekati Ana, walaupun Ana lumayan cantik. Tapi karena Ana sangat polos dan Aldi tau Ana belum tersentuh. Ia ingin merasakan mendapatkan virg*in.
Ana dan Aldi berjalan melewati beberapa store setelah mengisi perutnya. Baru kali ini ia makan dengan seorang perempuan di restoran fast food, biasanya minimal restaurant dengan menu paling murah antara lima ratus ribu sampai dengan satu juta. Tentu saja dibayar oleh tante-tante yang sedang dekat dengannya. Karena dengan Ana ia harus mengorek kocek sendiri jadi tak masalah dengan makan junkfood, meskipun lidahnya sudah terbiasa disuguhi makanan mewah.
Sabar Aldi, demi sarang burung yang masih rapet. Tersenyum, membayangkannya saja sudah membuat celananya sesak apalagi jika mendapatnya. Tanpa sadar, Ana sudah terlepas dari rangkulannya dan berada beberapa langkah dihadapan Aldi lalu memotretnya.
"Dapat," ucap Ana yang menyadarkan lamunan Aldi. "Wah pelanggaran, gak boleh dong foto sendiri harus berdua. Pinjam hpnya," Aldi melangkah bermaksud merebut ponsel Ana. Ana menghindar.
Bughhh, tubuh Ana menabrak sesuatu yang keras. Setelah diraba ternyata dada seorang, seorang pria yang memang lebih tinggi dari Ana karena ia harus menengadahkan wajah untuk melihat wajah pemilik tubuh kekar tersebut.
"Punya mata kan? Pakai untuk lihat jalan agar tidak tersesat."
Ana mundur beberapa langkah untuk memastikan orang yang ditabraknya. Oh my God, kenapa harus laki-laki ini lagi, kenapa juga setiap bertemu dengannya. Ada saja statement pedas yang keluar dari mulut manis wajah tampannya. Hehhh, manis ?
"Maaf, tidak sengaja."
"Kamu lagi," ucap Akbar sambil menepuk pelan jas yang tersentuh Ana. "Berarti saya tidak salah dong menilai kamu tidak disiplin, ceroboh, kasar dan... Jauh dari sukses, atau memang seperti itu dari lahir." Ucapan Akbar seakan membalikkan pertanyaan dan pernyataan ketika Ana bertanya pada Akbar saat kuliah umum di kampusnya.
"Eh Pak, 'kan saya sudah minta maaf. Lagian wajar dong, orang enggak sengaja. Kenapa mulut Bapak pedes begitu, habis makan mercon ya?""Ana," panggil Aldi yang mendekat pada Ana dan merangkul bahu gadis itu, "Kenapa?""Ini, orang aku udah minta maaf, ampun deh galak bener."Akbar menoleh pada laki-laki disamping Ana, menaikan alisnya berfikir kapan pernah melihat bocah ini.'Ahaaa, I remember you,' batin Akbar. Bocah kampret yang pernah hadir diantara hubungannya dengan Inggrid dulu. Bocah lugu yang pinter cari uang lewat jalan pintas dengan menjalani hubungan dengan istri orang yang rela memberikan materi berlebih. Akbar tersenyum sinis, "Kalian pasangan? Cocok sekali. Apa kamu masih menjalani profesi dulu?" Akbar mengalihkan tatapannya dan bertanya pada Aldi .Aldi ingat orang didepannya adalah suami dari salah satu tante-tante yang pernah dekat dengannya. Tidak ingin jadi panjang dan Ana tau semuanya, ia pun mengajak A
Akbar menyentuh bagian inti Maya dengan tangannya, menggerakan dari atas ke bawah dan kadang bergerak berputar membuat milik Maya basah, "Ohhhhh, Pak. Please!" Akbar melepas bathrobenya, Maya melirik ke bawah tubuh Akbar. Membelakan matanya melihat junior Akbar dalam posisi tegang dengan ukuran yang woww. Akbar memasang pengaman lalu mendorong miliknya ke tubuh Maya.Melenguuh dan mendessah hanya itu yang dapat Maya lakukan, saat Akbar terus menggerakan pinggulnya. Sesaat otaknya mengingat sumpah yang keluar dari mulut manis Ana. Shiitt, Akbar semakin mendorong lebih cepat membuat Maya memekik dan mengejang karena telah sampai pada puncaknya.Akbar membalikkan tubuh Maya sedikit menungging, kembali menancapkan miliknya pada tubuh Maya. Terus mengayuh dengan memejamkan matanya dan tanpa disadari Akbar, bibirnya mengucapkan sebuah nama "Sussana," lalu ia mengerang karena telah mendapatkan kenikmatan dunia.Setelah dirasa cukup mengeluark
Senin, hari sibuk di awal minggu ini menjadi awal Sussana mengenal kegiatan baru. Yah, hari ini adalah hari pertama ia magang yang merupakan program kegiatan kampus yang harus ia ikuti. Lebih dari 25 orang mahasiswa magang dengan berbagai macam program studi telah berkumpul di ruangan untuk mengikuti pengarahan.Bagian HRD menyampaikan ada pengarahan langsung dari Presdir sehingga mereka diminta menunggu.Mengenakan seragam putih hitam khas peserta magang, Ana dengan rok hitam dan blouse putih lengan panjang dan flatshoes juga berwarna hitam, duduk diantara Irgi dan Bima.Terlihat sedikit pergerakan di depan, salah seorang membuka acara dan mengatakan Presdir segera hadir. Ana mengeluarkan ponsel dan mengaturnya menjadi silent berbarengan dengan masuknya Presdir perusahaan bersama beberapa orang dengan posisi penting perusahaan itu.Saat menolehkan pandangan ke depan betapa terkejutnya Irgi terutama Ana yang mendapati bahwa Presiden Direkt
Akbar hanya menoleh sekilas tanpa menjawab, "Disapa bukannya jawab, dasar Om-om jutek," ucap Ana dalam hati."Tidak usah merutuk," ujar Akbar. Ana spontan menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Kok tau sih Pak? Bapak peramal ya?" Akbar hanya berdecak. "Kenapa ? Kamu mau ucap sumpah untuk saya lagi?""Enggak pak, lagian bapak mulutnya pedes banget wajarlah mulut saya refleks keluar kalimat itu.""Kalimat apa?" Akbar sudah mengunci tubuh Ana di dinding, ia berani begitu karena hanya ada mereka berdua di dalam lift. "Eh, Bapak mau ngapain?"ucap Ana dengan tubuh semakin merapat ke dinding lift. "Kamu maunya ngapain?" Ana melihat dia sudah hampir sampai di lantai tujuan, saat pintu lift akan terbuka Ana mendorong tubuh Akbar dan keluar dari lift dengan agak berlari. Masuk ke ruangan dengan sedikit terengah, "Suzana, kenapa lo?" tanya Satria ketua bagian tempat Una bertugas. "Ada orang gila Bang?" "Orang gila? Di mana? Masa sih bisa masuk ke da
Finance meeting pun dimulai, beragendakan pembahasan laporan dan anggaran project yang sebelumnya dianggap salah oleh Akbar. Sudah lebih dari dua jam rapat itu berjalan, Ana pun mulai jenuh karena sejak awal rapat dia hanya duduk di sebelah kiri Akbar."Kalau cuma jadi pajangan kayak cangkir-cangkir di bufet mah mending enggak usah diajak ikut rapat kali," batin Ana."Rekap ini dibuat oleh peserta magang, masa kalian yang katanya sudah pengalaman, bisa kalah sama anak magang yang pendidikannya aja belum selesai."Tuinggg, Ana mendengar kalimat yang sepertinya mengandung kontroversi dan benar saja sekarang semua peserta rapat melirik kepada Ana. "Ini nih yang kadang membuat pegawai tetap dan karyawan magang enggak akur. Pujian ditempat yang tidak semestinya. OMG, kenapa harus muji aku disaat mereka habis kena teguran. Selamat datang penyiksaan," batin Ana.Ana hanya menunduk, "Jadi, biasakan kalian bekerja teliti.""Oke, saya rasa cukup. Selamat
Sussana, dengan duduk menyamping sesekali membenarkan helaian rambut yang tertiup angin. Tanda disadari Akbar mengikuti laju motor tersebut yang berbelok ke arah pintu masuk sebuah mall tidak jauh dari perusahaannya.Ternyata gadis itu hanya di drop off di lobby, setelah memarkirkan kendaraannya Akbar segera mencari keberadaan Sussana. Hufttt, sepertinya Akbar kehilangan jejak Sussana.Brughh, seseorang menabrak bahunya saat ia memutuskan kembali ke mobil. "Punya mata kan?"Netra Akbar menatap sepasang netra gadis yang tadi dicarinya. "Hehehe, Pak Akbar. Maaf Pak, enggak sengaja. Lagian Bapak sih berhenti tiba-tiba." Akbar hendak membuka mulut menjawab rentetan kalimat yang keluar dari mulut Ana."Eh, enggak boleh marah, nanti kalau spontan saya ucap sumpah lagi, gimana?""Kamu itu memang hobi nabrak orang ya? Apa jangan-jangan mata kamu sudah minus?" Akbar tetap konsisten dengan ucapan membuat hati tersinggung a
Siang itu, beberapa divisi melaksanakan meeting bersama untuk persiapan ulangtahun Digital Winner. "Oke, jadi begitu ya. Sudah fix pembagian tugasnya." Untuk beberapa bagian ada seragam acara. Penerima tamu untuk perempuan dress hitam dan laki-laki suit hitam. Ada yg kurang jelas tanya kordinator." Caca ketua panitia mengarahkan acara. "Ingat ya, kita hanya persiapkan apa yang ditampilkan, beberapa pekerjaan ada yang dihandle oleh EO." "Lo bagian apa Na?"tanya Irgi. "Penerima Tamu." Hari perayaan Digital Winner pun tiba, acara dimulai jam delapan malam. Namun dari siang hari semua yang terlibat sudah tiba di hotel tempat acara. Acara sudah dimulai, Ana yang awalnya sebagai penerima tamu diminta mendampingi Ayu, ia merasa seperti panitia super sibuk karena harus ke sana kemari. "Ini, pastikan ini diterima Pak Akbar, beliau ada di VIP room," ucap Ayu menunjuk arah VIP room dan menyerahkan map pada Ana. Sesampainya di VIP Room Ana menghampi
Kini Ana merasa tubuhnya sedikit kedinginan, karena orang itu melepas semua penutup tubuhnya dan Ana mengerang karena tersentuhnya bagian sensitif dari tubuhnya. Ana melenguh, juga mendesah dan mengerang nikmat karena permainan yang dilakukan pada tubuh Ana. Sampai Ana memekik bahkan sudut matanya menitikan air mata karena rasa sakit di bawah sana.Namun kesakitan itu tidak lama kemudian berganti kenikmatan yang belum pernah ia rasakan. Orang itu membuat Sussana melayang, berputar dan terus melesat ke awan dan terhempas. Entah berapa kali ia merasakannya hingga tak berdaya dan terlelap.***Keesokan pagi Bira dan Laras sudah berada di depan pintu kamar Akbar, menunggu kedua orangtuanya. Tak lama Zudith dan Yudha bergabung dengan membawa black forest di tangan Zudith."Ya ampun Mih, udah kayak bocah aja." ucap Bira. Mereka berada di depan kamar Akbar ingin memberi kejutan karena hari ini hari kelahiran Akbar dan semalam mereka baru saja merayakan ula