Sementara itu, Andrew sudah merasa besar kepala. Dengan sikap royal terhadap semua anak-anak kost, dia menganggap anak-anak kost telah dapat dipengaruhinya dan berpihak padanya. Begitu juga, sikap induk semangku yang sangat memanjakan dan selalu mendukung sikap dan keinginan cucunya itu membuat anak-anak kost rada segan juga padanya. Toh, mereka merasa Andrew itu tidak merugikan mereka, malah membuat mereka menjadi senang dengan kemurahannya itu. Sehingga mereka memberi dukungan pada Andrew untuk mendekatiku. Apalagi mereka tau Andrew telah menghujani diriku dengan berbagai macam hadiah.
Ada beberapa anak kost yang suka mencari muka pada Andrew dan selalu menjadi spionnya. Mereka selalu mematai-matai setiap gerak-gerikku di kampus, sehingga tidak heran, kapan aku ke kamar kecilpun Si Andrew jadi mengetahuinya. Apalagi aku ketemu dengan laki-laki, habislah aku diinterogasi macam-macam oleh Si Andrew. Seolah-olah aku ini sudah jadi miliknya saja. Kini sifat asli Andrew ke
Begitu aku lihat pengirim SMS, langsung tersimpul senyum manisku. Ternyata dadaku yang berdebar-debar tidak karuan itu, sebagai perwujudan dari kontak batin dari orang yang sangat aku harap-harapkan menghubungiku. Gelombang resonansi yang dipancarkan dari lubuk hati cowok idamanku lebih dahulu sampai dan menggetarkan jiwaku. Aku langsung duduk bersilah di atas pembaringan. Tanganku sibuk memencet tombol Hpku membuka isi berita yang dikirim cowok yang membuat hatiku begitu kasmaran padanya.Bagaimana sudah bisa mengatasi kesulitan belajarnya, nggak-Ana?Kemudian akupun dengan sigap memencet tombol-tombol huruf Hpku guna membalas SMS itu.Alhamdulillah, sudah.Datang kembali SMS kedua.Berarti sudah dapat konsentrasi dan fokus dong, kini.Aku jawab kembali SMSnya, dengan bercanda.Justru kali ini, aku tidak bisa fokus karena terbayang-bayang kamu bertutur kata terus padaku.
Pagi itu jam baru menunjukkan jam 9 pagi, aku dengan penuh ceria mempersiapkan diri untuk berangkat ke kampus. Hari ini aku ingin sekali kelihatan feminim. Untuk itu, aku sengaja mengenakan pakaian pavoritku yang terbaru dan serasi dengan warna kulitku, yang kuning langsat. Aku kenakan gaun rok span warna merah jambu dan baju tangan panjang dengan ornamen bordiran di depan warna kuning serta rompi warna violet. Rambutku yang panjang sepunggung memang sudah aku kramas dan aku keringkan dengan hair draiyer. Wajahku yang biasanya polos tanpa bedak, maka kini aku rias, aku pupuri bedak dengan bedak sari ayu, alisku aku rapikan dan aku beri celak serta tak lupa aku oleskan lipstik warna merah muda di bibirku. Pokoknya aku ingin memperlihatkan penampilanku yang berbeda dari biasanya. Aku ingin memperlihatkan citra diriku yang sesungguhnya. Kekuatan karakter yang memancar muncul dari luar maupun dari dalam diriku.Rencananya sih aku dari kampus akan langsung pergi
Kehadiran kami bak Charlie Angels langsung menarik perhatian para mahasiswa yang lagi nongkrong di lorong koridor ruang kuliah. Mereka pada memperhatikan diriku, walaupun kami berjalan bertiga dengan Widya dan Cinthya. Rasanya ada yang aneh pada diriku di mata mereka. Mereka langsung membelalakkan matanya menelanjangiku dari ujung rambut sampai ujung kakiku. Decak kagumpun meluncur dari mulut yang pada menganga, takhjub. Mereka menjadi heran melihatku tidak seperti biasanya. Biasanya aku selalu mempergunakan jean dan kemeja serta tanpa make up. Kini malah aku pakai gaun dan make up yang mempesona mereka. Melihat berpuluh pasang mata terperangah begitu, terselit nuansa tersendiri dalam hatiku. Ada kebahagiaan mengalir berhembus dalam sanubariku. Sorotan mata kagum dari cowok-cowok itu, mengundang nada-nada ceria di hatiku. Aku pun langsung melontarkan senyum simpul menyapa mereka satu persatu. Seolah-olah diriku ini merupakan primadonanya jurusan Psikologi…Begitu juga
“Kalau kita lama-lama di sini, malah bisa-bisa orang menjadi curiga pada kita. Sebaiknya kita cari tempat yang tepat untuk memperhatikan dia,” Jonipun celingukan cari tempat yang cocok untuk mengamat-amati Aditya. Akhirnya matanya jatuh pada bangku panjang yang terdapat di depan Puskesmas Kampus tidak jauh dari Musholla. “Hei Raka, lihat di depan Puskesmas itu ada bangku dan cocok buat kita mengamat-amati Aditya dari sana.”“Betul juga kata kamu, Joni. Ayolah kita ke sana saja, tunggu apa lagi,” sambung Raka, ketika dilihatnya Joni menoleh memperhatikan satu persatu mahasiswa yang baru datang memasuki Musholla.“Gila juga itu Anak, banyak kawannya,” seru Joni, sembari berjalan menuju bangku di depan Puskesmas.“Itu sih belum apa-apa. Kalau mereka semua sudah kumpul bisa ratusan jumlahnya. Aku rada kecut juga, kalau terus memata-matanya. Kalau mereka tau apa yang sedang kita lakukan di sini bisa kita jad
Di ruangan Rektorat, Aditya dengan serius memperhatikan arahan dari Purek IV bidang kemahasiswaan, mengenai teknis penyambutan dan penyusunan materi acara yang tepat disajikan kepada tamu dari negeri jiran tersebut. Tidak terasa pertemuan dengan Purek IV tersebut memakan waktu sampai pukul 4 sore dan hanya jeda waktu makan siang saja. Begitu pertemuan dengan pihak Rektorat selesai, Aditya langsung melihat jam tangannya. Dia tidak lupa akan janjinya padaku, sehingga dia pun bergegas mohon diri dari Safira dan kawan-kawannya. Hanya Safira saja yang mengetahui tujuan Aditya sesungguhnya. Safira dapat memahami bagaimana gejolak yang membara di dalam hati Aditya, sehingga dia memakluminya dan dia mengiringi kepergian Aditya sampai tempat parkir kampus. Walau untuk itu, Safira harus menekan perasaannya. Safira rela memberi dukungan moril kepada Aditya untuk menemuiku dan dan dia melepas kepergian A
Begitu Widya dan Cinthya menampakkan diri di ujung escalator naik dan kebetulan pandangan Aditya tepat sedang menoleh ke arah kedatangan. Melihat kehadiran Widya dan Cinthya dada Aditya langsung bergemuruh, gembira. Ada suatu pengharapan muncul di dalam hatinya, bersamaan dengan munculnya Cinthya dan Widya. Ada keyakinan dirinya, bahwa diriku pasti datang bersama sobat karibku. Dia sangat berharap diriku cepat muncul di belakang Widya atau Cinthya. Tapi dilihatnya bayanganku tidak muncul-muncul juga, membuat perasaan cemas pun mulai mengglayuti hatinya kembali. Aditya menjadi gelisah. Widya dan Cinthya seolah-olah tidak mengetahui kehadiran Aditya, mereka berpura-pura bercanda, sembari berjalan menuju arah Aditya. Cinthya pura-pura tidak sengaja menoleh dan beradu pandangan dengan Aditya. “Hai Aditya, sedang ngapain kamu sendiri di sini?”
Entah kenapa saat aku sedang duduk berhadapan dengan Aditya, tiba-tiba terlintas wajah Andrew yang membuatku kesal tadi padi, sehingga menimbulkan pertanyaan dalam hatiku, jangan-jangan Aditya mengalami masalah yang serupa denganku. Apalagi kalau aku ingat dengan Dea, Anggi dan Donna. Alhasil, tak urung meluncur dari bibirku pertanyaan yang sempat mengganjal dalam hatiku tersebut. “Adit, dengan kehadiranmu di sini bersamaku apa tidak ada yang merasa kehilangan dirimu?” Aditya mengernyitkan keningnya, sembari memandangku. Lalu diapun tersenyum. “Tidak tu Ana. Aku tidak merasa ada orang yang kehilangan dengan hadirnya aku disini. Ketika aku menuju kemari, tidak ada masalah tuh.”
Ketika Andrew sadar, dia segera melihat jam tangannya yang telah menunjukkan pukul 9 lewat. Diapun langsung teringat akan diriku. Lalu dia bergegas menuju ke kamar pemondokanku untuk mencariku dan ingin menumpahkan kekesalan hatinya yang tertunda selama sehari.Sesampainya Andrew di depan pintu kamar pemondokanku dengan kasar dia menggedor pintu kamar pemondokanku, berulang kali. Bahkan, dia berusaha melongok ke dalam melalui daun jendela kamar pemondokanku. Kemarahannya semakin memuncak karena sudah beberapa lama pintu kamar pemondokanku tidak kunjung dibuka. Saking kesalnya, Andrew menendang daun pintu kamar pemondokanku. Sudah barang tentu tindakan Andrew ini, mengusik seluruh isi rumah pemondokan. Mereka masing-masing melongok dari balik pintu kamar pemondokannya. Tapi begitu mereka mengetahui Andrew yang membuat keonaran di rumah pemondokan tersebut, maka merekapun langsung kembali masuk. Mereka tidak ingin terlibat masalah antara Andrew dengan diriku.Bahka