Share

Bab ~ 7

Dari mereka di mobil, hingga masuk ke dalam rumah. Mamanya terus saja bungkam. Itu membuat Arsenio semakin sakit kepala.

“Mama kenapa lagi, sih? Kan Arsen sudah bertemu dengan gadis itu sesuai keinginan Mama!” ucap Arsenio dengan gusar.

“Namanya Danika, bukan gadis itu!” jawab Mama Lena ketus.

Arsenio menghela nafas frustasi. “Iya-iya! Sekarang Mama masuk kamar dan tidur, ya?”

Mama Lena tak menjawab. Dia pergi begitu saja meninggalkan Arsenio. Arsenio pun pergi ke kamarnya. Di dalam hati dia tidak tahu apa yang akan istrinya tanyakan nanti. Dan benar saja, saat pintu kamar terbuka, Zakia sudah duduk di ranjang dengan bersedekap dada. Wajahnya juga sudah seperti singa yang ingin menelan Arsenio hidup-hidup.

“Sayang..,” suara Arsenio seperti tercekat.

“Dari mana saja kamu? Kenapa jam segini kamu baru pulang? Memang ada pertemuan apa malam-malam pakai setelan jas?”

Arsenio berjalan mendekat pada Zakia dan ingin membelai pipinya. “Aku tadi.. Ah bagaimana ini? Aku bohong apa jujur saja, ya?”

Zakia menepis tangan Arsenio. “Kamu selingkuh, kan?”

Mata Arsenio membelalak. “Selingkuh? Bagaimana mungkin aku selingkuh? Aku sangat mencintai kamu, Za! Aku beruntung punya istri cantik seperti kamu ini.” Arsenio membelai kepala Zakia dengan sayang dan lembut.

Hati Zakia mulai luluh, dia lalu memeluk suaminya yang harum parfumnya begitu semerbak. “Jadi kamu dari mana tadi?”

“Aku ada urusan sama Mama tadi. Kamu lihat, kan? Aku bahkan pergi dengan Mama. Jadi jangan pernah bilang kalau aku selingkuh lagi, ya?”

Zakia hanya mengangguk di dalam pelukan Arsenio. Arsenio lalu mengajak Zakia untuk tidur. Dan akhirnya mereka melakukan sesuatu di malam yang dingin itu.

Arsenio memandang wajah cantik istrinya yang sedang terpejam itu. Ada perasaan tidak tega seandainya dia menerima permintaan Mamanya untuk menikahi Danika.

“Maafkan aku, aku sangat mencintaimu,” lirihnya. Dia lalu mencium kening Zakia dengan segenap perasaan yang ada.

............******..........

Pagi-pagi sekali Danika dan Reni sudah datang ke kantor. Banyak sekali pekerjaan yang harus mereka selesaikan hari ini juga. Memang sih Adul tidak secerewet kepala staf yang lama. Tapi ketika kodrat lelakinya sudah datang, dia bisa saja kalap dan ingin memakan orang yang kerjanya tidak becus.

Bagaimana dia tidak begitu, karena kalau bagian bawah sudah berantakan dan tidak berjalan dengan semestinya, dia juga yang akan di marahi oleh atasan dan pemilik perusahaan, si Arsenio itu.

Danika dengan semangat mengerjakan semua laporan. Tangannya dengan lincah bermain di keyboard, sedang kepalanya bergoyang tidak menentu. Dia sedang mendengarkan musik-musik rock penambah semangatnya.

Saat Arsenio dan sekretarisnya tiba di kantor, semua karyawan lantas berdiri untuk menghormati sang Bos. Hanya Danika yang tidak bergeming, soalnya dia terlalu sibuk dengan kegiatannya sendiri. Tanpa sengaja Arsenio melirik Danika. Reni yang sadar Bosnya itu melirik Danika, lantas segera menyikut lengan Danika.

Danika membuka earphone-nya dan mengangkat dagu pada Reni.“Apa?”

“Tuh-tuh!” Reni menunjuk dengan ekor matanya.

Danika yang begitu tahu siapa yang di maksud Reni langsung sigap berdiri. Arsenio melirik tajam Danika. Entah kenapa ada perasaan sebal setiap kali melihat gadis itu.

Karena di lihatin begitu oleh Arsenio, Danika tidak terima. Dia pun melakukan hal yang sama pada Arsenio. Bahkan Danika terkesan melotot.

‘Memang lo saja yang bisa melototin gue? Gue juga bisa kali!’

Danika tetap memandang sinis saat Arsenio berlalu pergi dari hadapan mereka. Lagi-lagi Reni menyikut Danika.

“Lo kenapa, ka? Di marahin lagi sama Tuan Arsenio?”

Danika menggeleng. “Tidak, ah! Sudah lanjut kerja lagi, yuk?” Danika langsung duduk dan memasang earphone-nya kembali. Tidak di pedulikannya Reni yang sudah garuk-garuk kepala melihat tingkahnya.

..............*********...............

“Tuan, apakah Tuan ada masalah dengan Danika?”

Arsenio mengernyit ketika Amar menyebut nama gadis itu. “Kau tahu namanya?"

“Jelas saja tahu, Tuan! Mana mungkin saya tidak hafal nama semua karyawan di sini. Memangnya kenapa, Tuan? Apakah ada masalah dengan dia?”

Arsenio jadi penasaran. Memang kinerja apa saja yang sudah gadis itu lakukan di perusahaannya ini.

“Hem, tidak ada. Cuma masalah dia, kau tahu sendiri. Dia minus disiplin! Dia sering terlambat!”

‘Ah! Kenapa aku jadi emosi sih setiap kali membahas hal tidak berguna seperti dia!’

Amar sedikit tersenyum. “Ya itu memang tidak bisa dia hilangkan, Tuan. Dimanapun dia bekerja, dia selalu terlambat!”

Lagi-lagi Arsenio mengernyit. Dia menatap penuh selidik pada Amar dengan memicingkan matanya. “Kenapa kau tahu banyak sekali tentang dia?”

Amar hanya tersenyum simpul. “Apa yang saya tidak tahu tentang karyawan kita, Tuan.”

Arsenio bengong dan terbodoh mendengar jawaban Amar. ‘Kalau aku tahu dia akan menjawab seperti itu, ngapain aku bertanya lagi! Ah, menyebalkan! Dasar bodoh!’

“Tapi Danika itu pintar, Tuan! Dia bahkan bisa jadi hacker!” Amar berbicara dengan tersenyum tipis.

‘Apa? Hem, kenapa Amar begitu bersemangat sekali bercerita tentang gadis itu. Aku jadi curiga.’

“Hacker itu perbuatan tidak baik! Hah sudahlah! Tidak perlu membahas dia!”

“Baik, Tuan!”

Amar segera memulai pekerjaannya. Sedang Arsenio hanya termenung tidak jelas di meja kekuasaannya.

..............*******............

“Nika, kisah horor onty sudah sampai episode berapa? Ketinggalan banyak nih gue sepertinya!”

Danika yang sibuk menonton kisah horor tante di utub langsung menunjukkan ponselnya pada Reni. “Tuh, sudah episode 96. Makanya sempatin untuk nonton, dong!”

“Memangnya gue kaya lo yang berani nonton kisah hantu. Kadang kalau di rumah, gue takut, tahu!”

“Haha, astaga, Ren! Kalau tidak, kita nobar saja, yuk nanti malam minggu? Lo sekali-kali datang kek ke rumah kos gue! Atau kalau tidak, kita nobar di cafe yang ada di dekat rumah kos gue saja, Ren!”

“Wah, ide bagus! Tapi, kalau nobarnya malam minggu, gue pulangnya gimana? Adik gue mana mau jemput gue kalau sudah malam begitu!” Reni cemberut memikirkan ketakutannya.

“Ya ampun,Ren! Lo nginap saja kali di rumah gue! Besoknya lo baru pulang!”

“Oke, deh! Eh, kita ajak Adul seru juga kali, ya?”

“Memang Adul mau? Sekarang kan dia super sibuk! Eh, Ren?” Danika tiba-tiba teringat sesuatu.

“Hem, apa, Ka?”

“Gue rindulah dengan misi kita dulu?” Danika senyum-senyum sendiri mengingat kenangan mereka dulu berempat.

Reni menerawang angkasa, sepertinya dia lupa-lupa ingat. “Eh, kita apa pernah punya misi, Ka?”

“Iya ada! Misi menyelamatkan dunia antariksa yang diserang monster alien!”

‘Plak!’ pukulan gemas Reni pun mendarat sempurna di lengan Danika.

“Apa-apaan sih lo, Ka! Gue dengerinnya sudah serius, tahu!” protes Reni yang ditanggapi tawa oleh Danika.

“Hem, tapi apa teman kita itu masih ingat sama kita?”

“Hemmm, tuh lah gue juga tidak tahu, Ren! Sekarang dia sudah jadi bos sukses yang wajahnya juga sering wara-wiri seperti bos kita! Mungin saja dia sudah lupa sama kita.”

Reni mengangguk-angguk. Dia juga memikirkan hal yang sama dengan Danika. Ketika teman sudah sukses, mungkin saja dia akan lupa pada teman lamanya.

Reni yang masih berdiri di depan mejanya langsung menolehkan kepala ke arah samping. Di sana sepertinya ada kehebohan.

“Ka, itu ada apa, ya? Apa ada demo?”

Danika langsung berdiri dan mematikan ponselnya. “Hah? Mana? Mungkin memang ada demo, Ren? Demo sama Tuan Arsenio! Dia kan bos galak!”

Reni memandang ilfeel Danika. “Lo tuh kenapa sih benci amat sepertinya sama Tuan Arsenio!”

Danika memonyongkan bibirnya. “Bodoh ah!”

“Yuk kita lihat ke sana. Penasaran gue!” Reni menarik Danika untuk ikut bersamanya. Tidak di pedulikannya omelan Danika yang ingin melanjutkan menonton kisah horor si tante.

“Sof, emang ada apa?”

“Itu bos perusahaan yang terkenal ganteng dan masih jomblo mau datang ke kantor kita.”

Reni melirik Danika seperti ingin mencari jawaban. Sedang Danika hanya mengedikkan bahu dan terkesan acuh.

“Wah, itu lihat dia datang!” seru Sofia dengan histeris. Begitu juga dengan para karyawan berjenis kelamin betina langsung berteriak heboh.

Reni langsung menepuk-nepuk lengan Danika. Danika kesalnya setengah ampun melihat Reni yang sudah entah berapa kali memukul lengannya.

“Ren, kalau lo berani mukul gue lagi, gue akan tonjok muka lo, ya?”

“Hiss, itu lihat siapa yang datang!” Reni sibuk menunjuk ke arah depan.

Danika terbelalak dan mulutnya langsung menganga melihat sesosok pria tampan yang baru saja turun dari mobilnya.

‘Panjang umur! Perasaan baru saja deh gue teringat sama dia. Dan sekarang dia langsung muncul. Astaga! Makan apa gue barusan? Kayaknya habis makan tempe bacem basi kemaren! Haha, amboi!’

.................*****................

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status