Share

Bab ~ 6

Danika tengah bersiap-siap. Dia berdiri di depan cermin dan tersenyum. Dia memuji dirinya cantik, karena semenjak dia dewasa, tidak ada orang yang pernah memujinya.

“Hah, aku jadi rindu lagi sama orang tuaku. Karena hanya mereka yang pernah memuji diriku yang cantik dan aduhai ini.”

Tiba-tiba ada rasa canggung untuk bertemu dengan pria yang akan dijodohkan dengannya itu. Lagi-lagi dia tepis perasaan itu.

“Ini aku lakukan semata-mata untuk Ibu dan Ayah. I love .. eh apa bahasa inggrisnya aku cinta kalian ya? Ah bodoh! Tapi aku berharap, semoga kita kelak berkumpul lagi di sana. Tunggu Nika!”

Cairan bening meluncur dari mata indahnya begitu saja. Kadang dia merutuk dirinya sendiri yang terkadang cengeng.

Kalau biasanya Danika selalu pergi dengan Reni, kali ini dia harus berani sendiri. Lagi pula Reni belum tahu kalau dia akan dijodohkan dadakan begini. Danika akhirnya sampai di restoran yang disampaikan oleh Bu Lena tadi di pesan ponselnya.

Danika memandang takjub restoran itu. Orang-orang yang makan di sana hanyalah orang yang berduit banyak. Tampak sekali dari gaya dan cara mereka berpakaian.

Danika hanya berani berdiri di depan restoran, dia takut kalau duduk di dalam. Dan tak lama senyumnya terbit ketika melihat Bu Lena datang. Danika meneguk saliva melihat Bu Lena yang turun dibantu oleh bodyguard-nya yang berbadan kekar dan menggunakan kaca mata hitam.

Melihat penampilan Bu Lena, Danika menjadi minder. Dia melihat ke bawah, melihat penampilannya sendiri yang terkesan biasa saja. Bahkan baju yang dia kenakan saja belinya di tempat preloved. Diskon pula itu! Amboi!

‘Bodo amat! Yang penting aku sudah datang!’

“Kamu sudah datang, Nak?” sapa Mama Lena dengan ramahnya. Danika lalu mengambil tangannya dan menyalimnya. Lagi-lagi Mama Lena terharu dengan perlakuan ‘Calon mantu’ nya ini.

“Sudah, Bu. Baru saja.”

“Tapi kenapa kamu tidak masuk duluan?”

Danika cengengesan. “Nika takut, Bu. Nika belum pernah ke restoran semewah ini. Takut nyasar, hehe.”

“Ah kamu bisa saja. Nanti setelah jadi menantu Ibu, Ibu akan sering mengajak kamu ke sini! Sudah ayo kita masuk.”

Danika mengangguk dan mengikuti langkah kaki calon mertuanya. Hah? Calon mertua? Apa tidak salah dengar?

Mereka duduk di area private yang ada di restoran itu. Mama Lena langsung memesankan sesuatu untuk Danika. Tadinya Mama Lena menawarkan makanan, tapi sepertinya Danika segan.

Mama Lena memperhatikan Danika yang tengah minum, dia jadi senyum-senyum sendiri melihat wajah Danika. Memang sih penampilannya biasa saja dan sederhana, tapi dasarnya cantik ya tetap cantik.

‘Ah! Kalau dilihat, Danika semakin cantik saja. Semoga Arsen menyukainya. Kalau dia tidak suka, berati matanya buta. Dan aku harus mengoperasi matanya supaya tidak buta, hihi. Akan aku colok dulu matanya nanti.’

Satu jam berlalu, Arsenio tidak menunjukkan batang hidungnya sedari tadi. Mama Lena mulai kesal dan panik. Danika yang menyadari kegelisahan Bu Lena pun segera menenangkannya dan supaya penasarannya juga terjawab dengan gerangan apa yang membuat Bu Lena gelisah, hehe.

“Ada apa, Bu? Kenapa Ibu sepertinya gelisah sekali?”

“Ibu kesal dengan anak Ibu. Kenapa dia belum datang? Dasar anak nakal!” gerutuan Mama Lena membuat Danika terkekeh geli.

“Gimana Ibu tidak kesal! Menunggu kalau tidak ada temannya kan membuat bosan! Ibu soalnya tidak mau pesan makanan lagi! Nanti Ibu jadi berlemak!” omelannya berlanjut.

Astaga! Danika tertawa mendengar ocehan Ibu Lena yang begitu lucu.

‘Ibu Lena unik juga jadi orang! Pasti Ibu dulu juga suka punya teman seperti Ibu Lena ini.’

Tadi bicaranya tidak akan memesan makanan lagi. Tapi tiba-tiba saja beberapa piring makanan datang dan terhidang di meja mereka.

“Ayo makan, Danika! Kamu tadi kan makan cuma sedikit! Nanti kamu kurus!” ucap Bu Lena. Sedang tangannya sibuk mengambil makanan. Nyam, nyam, nyam, mulut Bu Lena kemudian sudah sibuk mengunyah.

“Hehe, iya, Bu!” Danika hanya mengambil kentang goreng dan memasukkannya ke mulut. Ya hanya untuk menghargai Ibu Lena yang sudah kesal. Sebenarnya dia tidak terlalu suka makanan yang beginian.

Drt..drt.. ponsel Mama Lena berdering. Dia langsung melotot kesal melihat nama orang yang meneleponnya itu.

“Kamu di mana, sih? Kenapa lama sekali datangnya? Mama sampai kenyang di sini! Oh kamu sudah di depan rupanya! Kami duduk di sini.”

Tangan Bu Lena melambai-lambai. Padahal entah kelihatan entah tidak lambaian tangannya itu.

“Di mana, Ma?”

“Ini Mama yang melambai-lambai! Masa kamu tidak lihat?”

“Arsen tidak lihat lambaian tangan Mama yang mengarah ke arah kamera!”

Arsen sengaja menggoda Mamanya. Dan benar saja, lengkingan suara Mamanya terdengar walau ponselnya tidak di loudspeaker. Sedang dia terkekeh saja dengan tingkah Mamanya.

Ya dia harus begitu. Harus terkekeh dengan segala sesuatu. Karena dari kantor saja sudah suntuk. Menghadapi istrinya juga menguras emosi, walau emosinya hanya di dada. Dan sekarang? Dia harus menemui wanita yang akan di jodohkan oleh Mamanya? Jadi dia harus tetap stay cool dalam keadaan apapun. Eaaak.

“Mama coba berdiri, deh!” Mama Lena benar-benar berdiri dan melambaikan tangannya lagi dan tersenyum genit pada Arsenio yang baru saja mematikan ponselnya, dan menyimpan ponsel itu ke dalam saku jasnya.

Arsenio berjalan menghampiri meja Mamanya. Sedang Danika merasa ilfil melihat Bu Lena yang terkesima.

'Biasa saja kali, Bu!'

“Duh, putraku memang tampan sekali, mirip dengan Papanya!”

Tangan Danika tiba-tiba saja merasa dingin. Dia jadi grogi untuk bertatap muka dengan putra Bu Lena.

Arsenio mengernyit melihat punggung wanita yang duduk membelakangi itu. ‘Mari kita lihat! Seperti apa bentuk wanita yang ingin Mama jodohkan dengan ku ini! Apakah dia memang manusia apa bukan! Apakah dia punya lubang hidung atau tidak? Aku harus pastikan! Karena Mama ini kan pecinta Dora, lihatlah Dora, monyet saja dia jadikan teman! Mana namanya Boots pula lagi! Bukannya Boots itu sepatu? Ah, sial! Kenapa aku malah berpikiran ke situ?'

“Arsen, ini gadis yang ingin Mama kenalkan sama kamu!” Mama Lena berucap dengan semangatnya, ketika Arsenio

baru saja sampai di meja mereka.

Arsenio dan Danika sama-sama bertatapan. Dan mereka sama-sama terkejut.

“Tu..tuan Arsenio?” ucap Danika terbata-bata. Dia langsung bangkit dari duduknya.

“Kamu?” ucap Arsenio yang sedikit kaget.

Sedang Mama Lena berbinar-binar dan menutup mulutnya dengan kejadian yang terjadi. “Kalian sudah saling kenal ternyata? Wah!” Mama Lena heboh bertepuk tangan.

“Jadi ini orang yang akan Mama jodohkan dengan Arsen?” tanya Arsen dengan mimik wajah tidak percaya.

“He-em!” ucap Mama Lena sambil mengangkat alis dan dengan perasaan bangga.

“Mama tahu, tidak? Dia karyawan Arsen di kantor! Dengan disiplin yang minus sekali!” Diliriknya sekilas Danika yang menunduk.

Mendengar ucapan Arsenio yang begitu, Danika mengangkat kepalanya dan ingin protes. Tapi kali ini lidahnya kelu. Jadi dia hanya menunduk lagi.

“Tapi kan bagus! Mama jadi tidak perlu repot lagi untuk membuat kalian saling kenal, ya kan?” Mama Lena mengedip-ngedipkan matanya pada Arsenio.

Arsenio hanya bisa menepuk jidatnya. Dilihatnya lagi Danika dari atas hingga bawah. Hanya seorang gadis biasa. Tidak menarik sama sekali. Bahkan penampilannya jauh di bawah istrinya. Sedang yang dilihat sudah mulai seperti ulat bulu, begitu grogi dan gelisah.

'Mama ini matanya entah di mana? Yang begini pula lah yang hendak dijodohkannya padaku? Astaga!'

“Bagaimana, Arsen? Mama mau kamu menikahi Danika.”

“Tapi, Ma?” sergah Arsen dengan wajah memelas.

“Apa? Tapi Tuan Arsenio kan sudah punya istri, Bu,” protes Danika. Ya kali harus dengan Arsenio. Apa tidak ada lagi stok pria tampan dihidup Mama Lena selain Arsenio?

‘Hiii, siapa yang mau menikah dengan Tuan Arsenio? Dia galak dan tukang marah. Walau tampan, sih! Tapi dia kan sudah ada istrinya? Aku tidak mau di sebut pelakor, dong! Haah ya Allah aku harus apa?’

“Itu tidak masalah. Lelaki kan boleh punya istri lebih dari satu!” ucap Mama Lena dengan santainya, sambil nyomot kentang goreng pula.

Perkataan Mamanya membuat kepala Arsenio berdenyut. Dia mencari cara agar pertemuan malam ini berakhir tanpa adegan dramatis.

“Bagaimana kalau kita bicarakan lagi nanti di rumah, Ma. Mama juga tidak boleh terlalu lelah juga, kan? Dan apa ini?”

Arsenio melihat makanan apa saja yang sudah di pesan oleh Mamanya itu. Kan tidak mungkin Danika yang memesan? Danika kan tidak punya uang untuk membayar semua makanan mahal di sini. Lagi pula gaji Danika juga sudah kena potong 20% akibat sering terlambat.

“Kan sudah di bilang Dokter jangan makan yang berlemak! Ingat penyakit Mama!”

Mama Lena bersedekap. “Kamu jangan sok perhatian sama Mama, kalau keinginan Mama saja tidak kamu turuti!” Dia lalu menghampiri Danika. “Nika, Ibu pulang dulu, ya? Apa kamu mau di antar sama Arsenio?”

Arsenio terbelalak, begitu juga dengan Danika.

Danika menggeleng dengan cepat. “Tidak usah, Bu! Nika bisa pulang sendiri.”

“Maafkan sikap Arsenio ya, Nika? Dia begitu kadang. Suka kesurupan kalau melihat gadis cantik, hihi.”

“Apa?” Arsenio melirik tajam Danika yang terkekeh. Sontak saja gadis itu langsung terdiam.

“Baiklah, Nika. Malam ini sampai di sini dulu pertemuan kita, ya? Lain kali kita bertemu, dan saat itu tiba, kamu sudah menjadi menantu Ibu.”

Danika takut-takut untuk tersenyum. Padahal dia tersenyum bukan karena senang akan jadi menantu Bu Lena, tapi menghargai sikap Ibu itu.

Arsenio segera menggandeng Mamanya untuk pulang. Meninggalkan Danika yang berwajah lesu. Dan akhirnya Danika memilih untuk segera pulang juga.

...............*****...........

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status