Share

BAB 4: Rasa Cemburukah

Ketiganya turun dari mobil ketika Afnan memarkirkan kendarananya, terlihat Mbok Ratmi sudah berdiri di depan pintu menyambut pemilik Vila.

“Assalamu’alikum, Mbok,” sapa Latisha dan Afnan bersamaan.

“Waalaikumsalam, ayo bersihkan tangan kalian dulu, lalu makan siang,” titah Mbok Ratmi.

Kini ketiganya sudah duduk di kursi makan, di atas meja sudah tersaji menu makan siang.

“Wah, hari ini Mbok Ratmi, memasak spesial, ayam goreng krispi kesukaan aku dan Gus Afnan,” celoteh Latisha senyum mengembang di bibirnya.

“Kamu juga pintar memasak, oleh karena itu Nyai Rukmini sangat sayang padamu,” tukas Ratmi.

“Ah Mbok, mengingatkan tentang almarhumah, aku jadi sedih.” Lathisa mengusap titik embun di sudut netranya.

“Sudah jangan terlalu dalam mengingat masalalu, sekarang makanlah,” sela Afnan mulai menyuap menu diatas piringnya.

Diam-diam Keyra menatap intens Latisha, gadis itu bukan hanya cantik ternyata juga pandai memasak, seakan dirinya kalah talak sebagai seorang wanita.

Hari beranjak sore, Lathisa terlihat duduk di taman, netranya menatap kosong hamparan bunga mawar yang bermekaran.

“Apa yang kamu lamunkan Tisha?”

“Oh...Mbok Ratmi, siapa lagi jika bukan Gus Afnan, aku tidak menyangka ia begitu cepat menerima Keyra sebagai istrinya, aku pikir Keyra gadis religius dengan baju khimar, yang menutup tubuhnya, tapi dugaanku salah.”

“Itulah namanya jodoh Tisha, kita tidak akan menduga dengan siapa kita berjodoh.” Ratmi menghempaskan pelan pantatnya di kursi taman, disamping Lathisa. ”Apa kamu menyesali sesuatu?”

“Maksud Mbok? Gadis bermata teduh itu menoleh kerah Ratmi.

“Maksudku, kamu dulu menolak lamaran Nyai Rukmini untuk Gus Afnan, kenapa?”

“Itu salah paham Mbok. Aku tidak bermaksud menolak lamaran Gus Afnan. Aku pikir lamaran untuk Gus Rafif tapi...”

“Jadi waktu itu kamu mengira kamu akan dijodohkan dengan Gus Rafif..”

Lathisa hanya mengangguk sedih.

”Semuanya sudah terlambat, sekarang Gus Afnan sudah menikah.”

“Berarti Gus Afnan menikahi Keyra itu mungkin karena ia patah hati, makanya ketika lamaran datang ia langsung menerima,”tebak Ratmi.

“Bukan itu Mbok, tapi karena Gus Afnan menginginkan tanah 1000 hektar yang dihibahkan Pak Praja, jika Afnan dan Keyra menikah.”

“Apa..jadi Papa memberikan 1000 meter untuk Afnan.” Suara Keyra meninggi.

Latisha dan Mbok Ratmi seketika menoleh ke belakang, disana Keyra sudah berdiri.

“Non Keyra...menguping pembicaraan kami,” Ratmi bangkit berdiri.

“Aku tidak sengaja mendengarkan pembicaran kalian, sudahlah aku akan bicara dengan Kak Afnan,” Keyra menjawab sambil berbalik menuju kamar.

Pintu dibuka dengan kasar. Brak!...

Terlihat Afnan sedang salat ashar. Keyra terpaksa menunggu suaminya selesai salat. Ia duduk di tepi ranjang, dengan wajah yang penuh amarah.

Beberapa menit kemudian, Afnan selesai salat, ia melipat sajadahnya sambil menatap Keyra.

“Belajarlah mambuka pintu dengan benar Key,” ucap Afnan datar.

“Aku sedang marah, itu sebabnya aku tidak bisa membuka pintu dengan benar,” sarkas Keyra tatapannya menajam kearah Afnan.

Afnan tersenyum, lalu mendekati Keyra dan duduk di sampingnya.

“Apa yang membuatmu marah?”

“Kamu menikahiku hanya ingin tanah 1000 meter dari Papi ‘kan?”

Bukanya Afnan menjawab, tuduhan Keyra, tapi ia tersenyum. Papi Praja menghibahkan tanah itu pada pesantren, jadi bukan untuk keperluanku, makanya aku menerimanya, tapi percayalah bukan itu alasanku menikahimu,” ungkap Afnan, meraih telapak tangan Keyra.

“Jangan bilang, jika kamu mencintaiku,” Keyra menyipitkan matanya.

“Tidak juga mencintaimu, satu–satunya alasan aku menikah adalah karena ingin menyempurnakan ibadahku, dan kebetulan aku berjodoh denganmu.”

“Ah itu alasan yang biasa diucapkan oleh lelaki sepertimu, alasan yang tidak bisa aku terima, tapi penilaianku padamu, kamu sama dengan pria lainnya ambisius pada harta dan kekuasaanya yang menjadi perioritasmu.” Keyra melepaskan gengaman tangan Afnan. Lalu gadis itu pergi.

Afnan hanya menghela napas panjang dan menghembuskannya pelan. Sekali lagi ia memahami Keyra.

Keyra masih merajuk hingga malam tiba, bahkan ia tidak keluar untuk makan malam. Akhirnya Afnan membawakan makan malam ke kamar.

“Key, kasihan Mbok Ratmi sudah masak begitu banyak, tidak baik menyia-nyiakan makanan, mubazir,”ucap Afnan seraya meletakan sebuah nampan berisi sepiring nasi dan beberapa lauk, tidak lupa segelas air mineral melengkapi hidangan makan malam.

Keyra tidak bergeming dari tempat duduknya, makanan itu hanya dipandanginya saja, tapi cacing diperutnya mulai meronta-ronta, hingga mengeluarkan bunyi.

“Cacing di perutmu itu sudah berteriak, ayolah makan, setelah itu aku akan mengajakmu belanja,” ujar Afnan lagi.

“Tidak perlu, aku malas keluar rumah,” balas Keyra, sambil meraih piring dan mulai menyuap makan malam.

“Jika kamu tidak mau, aku akan mengajak Lathisa, besok akan ada syukuran kecil untuk pernikahan kita. aku hanya mengundang karyawan perkebunan dan anak pondok, serta kerabat dekat, jadi aku memerlukan banyak hal untuk acara besok.”

“Terserah, aku tidak perduli.”

“Baiklah, aku pergi dulu.” Afnan berpamitan lalu meraih kunci mobil dan dompetnya dan bergegas pergi.

Diam-diam dari balik jendela kamar, Keyra melihat keluar terlihat Lathisa dan Afnan sudah rapi dan menaiki mobil bak terbuka.

“Sial, kenapa aku cemburu melihat Afnan bersama Lathisa,” umpat Keyra lirih.

Setelah menyelesaikan makan malam, Keyra berniat pergi ke taman, hawa dingin, mulai membelai kulit putihnya, apalagi ia mengenakan dres berlengan pendek.

“Pakai sweter Non, kalau malam disini dingin,” seloroh Ratmi.

“Nggak usah Mbok, aku memang sengaja ingin merasakan hawa dingin ini.”

“Apa Mbok, buatkan secangkir teh hangat?”

“Boleh.”

“Baiklah, sebentar ya.”

Keyra mengangguk, lalu menghempaskan pantatnya di kursi taman. Matanya menerawang jauh menatap situasi perkebunan, di balik pagar yang sangat gelap, hanya ada beberapa lampu untuk menerangi jalan setapak.

“Semoga betah ya Non tinggal disini?”

“Siapa juga Mbok yang akan tinggal disini,” Keyra bernapas kasar, lalu menyerutup secangkir teh di tangannya. ”Biasanya jika malam cerah seperti ini, aku pergi ke kafe, jika tidak, aku akan pergi nonton ke bioskop, minimal, jalan-jalanlah di mall, ahh... sudah lama aku tidak jalan-jalan keliling Jakarta,” keluhnya, sambil tersenyum tipis.

“Kenapa tadi tidak ikut Gus Afnan, belanja, ‘kan bisa sekalian jalan-jalan,” sela Ratmi.

“Sudah jangan tanya soal itu, aku menyesal membiarkan Kak Afnan pergi bersama Lathisa.”

Ratmi hanya tertawa kecil, seraya menutup mulutnya. ”Non cemburu ya?”

“Hush...jaga ucapan Mbok Ratmi, cemburu, cinta saja tidak, bagaimana aku bisa cemburu,” bantah Keyra, tapi terlihat pipinya bersemu merah.

“Nah itu pipi Non Keyra berubah merah,” ledek wanita sepuh itu sambil telunjuknya menunjuk wajah Keyra.

“Mbok...” Keyra mendelik ke arah Mbok Ratmi.

Ratmi bergegas berlari kecil, sambil tertawa, sementara Keyra kesal pada dirinya sendiri, dalam hati kecilnya ia juga mempertanyakan perasaannya, benarkah ia cemburu pada suami yang tidak pernah dicintainya itu?

Jam di dinding kamar menunjukan pukul 10 malam,tapi Afhan dan Lathisa tak kunjung datang. Keyra semakin kesal, walaupun sejak tadi ia menyibukan diri dengan ponselnya, tatapi pikirannya masih melayang pada dua sosok Afnan dan Latisha.

Kenapa mereka lama sekali, jangan-jangan mereka selingkuh, baguslah bisa kujadikan alasan untuk mengugat cerai batin Keyra, sambil tersenyum tipis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status