Share

2. Kesabaran Nayla

Pertanyaan yang keluar dari mulut Ibu kandungnya Agus membuat aliran darahnya Agus mendidih dan menjalar keseluruhan tubuh, pastinya Agus sudah bosan mendengar pertanyaan itu dari ibunya, tangannya Agus terlihat mengepal begitu kuat seakan siap untuk di layangkan kepada sosok wanita yang sudah berani mempertanyakan perihal keturunannya.

Brak!

Agus menggebrak meja makan dengan sekuat tenaga, Agus muak dan merasa sudah cukup pertanyaan yang diajukan oleh Ibu kandungnya.

"Apa penting sekali pertanyaan itu di jawab oleh Nayla atau aku? Sudah berapa kali aku katakan jangan lagi mempertanyakan soal anak! Jika di tanya apakah kami ingin atau tidak, tentu saja kami menginginkan seorang anak hadir di dalam kehidupan keluarga kami, Ibu. Namun, Tuhan masih belum menakdirkan hal itu terjadi pada hidup kami. Jadi, cukup bertanya untuk hal yang sama berulang kali. Aku muak mendengarkannya!" Agus sangat emosi dan tidak lagi perduli apakah perkataannya akan menyakiti ibu kandungnya atau tidak.

Nayla yang melihat wajah mengeras menahan untuk tidak melampiaskan emosinya itu sontak turut berdiri, menyeimbangkan posisi sang suami.

"Mas! Sudah, cukup! Jangan melewati batasanmu. Dia Ibumu, kau harus ingat akan hal itu. Jangan membentaknya itu tidak baik. Sudah, cukup semuanya," tutur Nayla berusaha menenangkan sang suami kembali.

Samar-samar masih terdengar deru napas memburu yang keluar dari mulut Agus. Sepertinya pria itu masih belum bisa menerima kelakuan sang Ibu yang telah melukai hati istrinya.

"Semua ini karena dirimu, Nayla! Jangan bertingkah sok baik denganku. Sementara jelas kau adalah akar dari segala permasalahan yang hadir di keluargaku. Andai saja kau bisa segera memberikan keluarga ini seorang cucu, pasti tidak akan ada perpecahan yang terjadi. Cih! Aku sungguh merasa jijik dengan sikapmu yang berlagak seperti malaikat!" Ayu tampak memandang rendah ke arah sang menantu.

Sakit rasanya, ketika Nayla harus mendengarkan semua kalimat menyakitkan itu keluar dari mulut sang mertua.

Andai saja mereka tau betapa Nayla telah menahan semua rasa sakit akibat fakta yang selama ini ia sembunyikan, mungkin sang mertua akan memahami dan tidak berkata kasar seperti sekarang.

"Apa-apaan ini, Ibu? Dengan mudahnya kau berkata sedemikian rupa! Apa kau sudah lupa dengan siapa yang sudah merawat keluarga ini selama 10 tahun lamanya? Apa kau melupakan semua tenaga dan waktu yang diberikan oleh Nayla hanya karena satu alasan yang hanya Tuhan yang dapat menemukan jalan keluarnya? Berhenti menghina istriku, Ibu! Jangan lupakan apa yang sudah ia lakukan demi keluarga kita!" Terlihat, tatapan Agus pun sontak menajam. Ia merasa semua yang Ibunya katakan sudah melewati batasannya.

Nayla lantas mendekatkan tubuhnya pada sang suami, melingkarkan tangannya pada lengan sang suami.

"Sudah, Mas. Jangan katakan apapun lagi yang akan membuatmu justru menyesal di kemudian hari, sekarang duduk dan selesaikan sarapanmu. Setelah ini kita juga harus kembali bekerja. Aku mohon, demi aku jangan katakan apapun yang bisa menyakiti perasaan Ibu lagi. Sudah cukup emosi yang kamu perlihatkan kepada Ibu. Jangan melukai hatinya lagi," mohon Nayla menatap sendu ke arah sang suami.

Tak lama setelah itu, terdengar helaan nafas panjang yang keluar dari mulut sang suami. Jika sudah di hadapi dengan raut wajah memohon sang istri, tentu saja Agus tidak bisa melakukan apa-apa lagi.

Dirinya akan selalu lemah dan luluh setiap kali mendapati manik mata sendu tanda meminta itu.

"Hanya karena dirimu," putus Agus yang kemudian memilih untuk menurunkan egonya seperti yang diinginkan oleh sang istri.

Nayla pun tersenyum, terbesit kepahitan yang terselip pada senyuman hangat itu. Tentu, senyuman itu hanyalah kepalsuan yang ditunjukkan oleh Nayla demi menutupi wajah sedihnya.

"Cih! Hanya karena dia bisa membuat anakku menjadi tenang dan luluh seperti itu. Aku bersumpah demi apa pun tidak akan pernah tunduk padanya, hanya orang bodoh yang akan tetap menyayangi dan merawat menantu yang setelah 10 tahun menikah masih saja belum memberikan keturunan. Jika saja waktu bisa aku ulang, akan lebih baik jika aku tidak memberikan restu pada mereka berdua waktu itu," ucap Ayu kembali tanpa perduli dengan emosi Agus yang akan tersulut untuk ke sekian kalinya itu.

Namun, sebelum semuanya menjadi kacau balau dengan cepat Nayla pun menggenggam erat tangan sang suami. Memberikan tatapan memohon seraya menggelengkan kepalanya pelan. Seakan mengatakan jika sang suami tidak perlu membalas ucapan sang mertua lagi.

'Tuhan, kuatkan hatiku,' batin Nayla yang begitu sakit atas semua perkataan yang di lontarkan oleh ibu mertuanya.

Sarapan sudah selesai sekitar 15 menit yang lalu, tapi pikiran Nayla masih saja tak beranjak pada tempat makan itu.

Kalimat yang dilontarkan oleh sang mertua, seakan terus saja terngiang-ngiang di indra pendengarannya.

Hatinya terasa sangat sakit seperti ada ribuan belati tajam yang menusuk tepat di jantungnya.

Perlahan, Nayla mulai memfokuskan pandangannya pada pantulan dirinya di cermin itu. Sungguh miris rasanya, wajahnya yang cantik dengan karir sebagai seorang artis papan atas yang sukses nyatanya tidak mampu membuat pernikahannya menjadi sempurna.

Banyak orang diluaran sana yang mengatakan jika ia sangat beruntung dan mereka ingin menjadi seperti Nayla. Namun, dibalik semua kesempurnaan yang senantiasa disorot oleh kamera-kamera disekitarnya, mereka tidak mengetahui betapa menderitanya ia menjadi seorang Nayla.

Nayla yang selamanya divonis tidak akan memiliki keturunan karena penyakit yang diidapnya. Tidak ada yang lebih sempurna dibandingkan seorang wanita yang mampu menjadi seorang Ibu.

"Sayang, apa kamu masih memikirkan perkataan Ibu? Aku sungguh meminta maaf atas ucapan Ibu, aku.."

Sebelum Agus menyelesaikan ucapannya, Nayla pun sudah lebih dulu membalikkan tubuhnya dan mengalungkan tangannya pada leher sang suami.

"Mungkin sedikit akan menyakitkan untuk hatiku. Tapi, Ibu benar. Aku memang masih belum memberikan dia seorang cucu. Namun, terlepas dari semua itu. Aku merasa sangat bahagia karena aku memiliki pria tampan yang selalu setia padaku dan memberikan support-nya setiap saat untukku. Lalu, apalagi yang harus membuatku bersedih saat aku punya suami yang sempurna sepertimu?" Nayla tersenyum begitu tulus.

Tanpa ragu, Nayla lalu mengecup singkat pipi sang suami, lalu berkata. "Ayo berangkat, sudah terlalu siang. Aku ada rapat bersama pihak iklan pagi ini. Kamu juga pasti harus bersiap memulai pekerjaanmu di kantor, bukan? Kita akan bertemu kembali di malam hari," tutur Nayla kembali mengajak sang suami agar segera pergi ke tempat mereka bekerja masing-masing.

Tanpa bisa menolak keputusan sang istri, Agus pun mengangguk. Bersama-sama keluar dari rumahnya hingga akhirnya berpisah ketika harus menaiki mobil mereka masing-masing.

Helaan napas yang begitu panjang keluar dari mulut Nayla sesaat dirinya masuk ke dalam mobilnya.

Kejadian pagi ini benar-benar membuat pikiran Nayla sangat berantakan sekarang. Nayla tidak tau lagi harus melakukan apalagi sekarang agar keluarganya menjadi baik-baik saja. Semuanya terlihat semu., tidak ada yang bisa Nayla perbuat selain hanya terus berdoa berharap Tuhan akan memberikan ia seorang keturunan dan mengubah hasil vonis mandul itu.

Lama Nayla hanyut dalam lamunannya tanpa sadar mobil yang ditumpanginya telah berhenti sedari tadi.

"Nona Nayla? Mari masuk. Pihak promosi iklan sudah menunggu di dalam," ucap sang asisten menyadarkan Nayla dari lamunannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status